Instruksi Jaksa
Agung, ST Burhanuddin, kepada seluruh jajarannya agar tidak memproses kasus
dugaan korupsi calon presiden dan calon wakil presiden (Capres-Cawapres),
dinilai sebagai satu upaya mencegah politisasi hukum jelang Pilpres 2024.
Pengamat
komunikasi politik Universitas Esa Unggul, M Jamiluddin Ritonga berpendapat,
instruksi Jaksa Agung itu setidaknya bisa meminimalkan terjadinya politisasi
hukum terhadap Capres dan Cawapres yang akan berlaga pada Pilpres 2024.
"Tertutup
peluang bagi aparat hukum untuk cawe-cawe masalah politik ke ranah hukum,"
ujar Jamiluddin kepada Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (25/8).
Menurutnya,
dengan adanya instruksi Jaksa Agung, sejumlah tokoh yang telah dideklarasikan
partai politik (parpol) sebagai bakal calon presiden (Bacapres), berpotensi
melenggang bebas pada Pilpres 2024.
"Hal itu
tentunya melegakan bagi semua capres dan cawapres yang akan maju pada Pilpres
2024. Mereka dapat fokus untuk berkontestasi, khususnya memenangkan
Pilpres," tuturnya.
Sebagai contoh,
Jamiluddin menyebutkan nama Bacapres yang diusung Koalisi Perubahan untuk
Persatuan (KPP), Anies Baswedan, yang belakangan disangkutkan dengan kasus
dugaan korupsi penyelenggaraan Formula E.
Dia menilai,
instruksi Jaksa Agung memperkuat peluang Anies tetap nyapres, meski tidak
begitu signifikan. Karena belakangan banyak yang menganggap dugaan korupsi
dalam penyelenggaraan formula E merupakan bagian politisasi hukum untuk
menjegal mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut.
"Instruksi
Jaksa Agung itu tentu berpengaruh pencapresannya. Apalagi, tuduhan terhadapnya
(Anies) terkait Formula E dinilai banyak pakar hukum sangat tidak
mendasar," demikian Jamiluddin.[SB]