Mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menyentil posisi baru Kaesang Pangarep yang kini menjadi Ketua Umum (Ketum) Partai Solidaritas Indonesia (PSI).
Momen itu terjadi belum lama ini, saat Ahok hadir di podcast putra bungsu Presiden Joko Widodo itu.
Awalnya dalam salah satu obrolan, Ahok membahas soal penyalahgunaan kekuasaan oleh para pejabat demi memperkaya diri sendiri.
"Kamu lihat aja, ada beberpa orang yang tadinya tidak kaya raya setelah jadi pejabat jadi kaya raya, atau dia udah jadi pengusaha lalu masuk politik, manfaatin fasilitas tambah kaya raya," beber Ahok, dikutip Sabtu (7/10/2023).
Kaesang lantas memancing Ahok untuk menyebutkan siapa oknum yang dimaksudnya. Tak disangka, jawaban Komisaris Utama PT. Pertamina itu kemudian membuat satu studio terpingkal-pingkal.
"Gampang kok, kamu lihat aja ketum-ketum partai, yang dari pengusaha," ungkap Ahok yang kemudian membuat Kaesang salah tingkah.
"Bapak nggak tahu ya, kalau Mas Kaesang jadi ketum partai?" sahut Kiky Saputri selaku co-host.
"Saya tahu kok, merahnya sama tapi merahnya ada mawar," celetuk Ahok yang membuat Kaesang terbahak-bahak.
Sebagai infrormasi, Kaesang Pangarep resmi ditetapkan sebagai Ketua Umum PSI menggantikan Giring Ganesha. Penetapan tersebut hanya berselang dua hari setelah Kaesang mendeklarasikan dirinya bergabung dengan PSI.
Sebelum menjadi ketum partai, Kaesang sendiri diketahui merupakan pengusaha beragam bidang. Salah satu yang paling terkenal adalah pisang nugget bermerek Sang Pisang.
Hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tahun 2021 mengungkapkan, terdapat permasalahan terkait pengelolaan dan penatausahaan barang sitaan yang belum maksimal.
Salah satu aspek yang menjadi sorotan adalah pemanfaatan barang rampasan oleh pihak lain.
Permasalahan tersebut tercatat dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK yang diterbitkan pada 24 Mei 2021, terkait Sistem Pengendalian Intern dan Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-undangan KPK Nomor 22.B/HP/XIV/05/2021.
Menindaklanjuti permasalahan tersebut, BPK telah mengeluarkan sejumlah rekomendasi. Salah satunya adalah merekomendasikan kepada Ketua KPK agar menginstruksikan Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK agar melakukan penertiban dan pengawasan yang lebih ketat terhadap pengelolaan barang sitaan dan sitaan.
Selain itu, BPK juga menyarankan agar Plt. Direktur Labuksi KPK menyampaikan usulan penggunaan barang sitaan negara kepada Menteri Keuangan yang bertanggung jawab sebagai Pengelola Barang.
Disarankan juga agar diambil langkah-langkah yang memadai untuk mengamankan barang-barang yang dijarah.
Sayangnya, hingga saat ini KPK belum melakukan tindak lanjut yang memadai atas rekomendasi yang diberikan BPK.
Data per 31 Desember 2021 menunjukkan, dari 40 barang sitaan yang telah dimanfaatkan pihak lain pada tahun 2020, masih terdapat 20 barang sitaan yang belum dikembalikan atau diserahkan kepada pengelola yang tepat.
Sebanyak dua barang sitaan yang berasal dari Dinas Kepolisian (DS) digunakan sebagai fasilitas SPBU (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum).
Empat barang sitaan lainnya yang juga berasal dari DS digunakan sebagai rumah kontrakan atau disewakan kepada pihak lain.
Salah satu barang jarahan dari DS dijadikan gudang penyimpanan.
Salah satu barang rampasan dari JSMR digunakan untuk mendirikan peternakan babi.
Dua barang jarahan asal AS dan N dijadikan tempat parkir warga sekitar.
Salah satu barang yang dicuri dari IW digunakan sebagai lahan pertanian.
Dua barang rampasan dari OS juga dijadikan sawah untuk bercocok tanam.
an restoran.
Tiga barang jarahan milik DA, FU, dan YS digunakan sebagai pabrik pengolahan kayu dan limbah kayu.
Dua barang curian dari TCW digunakan untuk mendukung Yayasan Pendidikan Al Qur’an Insan Mulia di Pondok Pesantren Al Qur’an Ibnu Mas’ud.
Satgas Tata Kelola Labuksi dan Satgas I Pemberantasan Barang
Harta Rampasan (PBB) Labuksi menjelaskan, proses atau upaya pengajuan usulan penggunaan barang sitaan ke Kementerian Keuangan saat ini masih dalam tahap pembahasan internal yang dilakukan melalui pertemuan virtual dengan menggunakan platform Zoom Meeting.
Beberapa kendala yang dihadapi dalam proses ini antara lain terkait dengan mekanisme penilaian usulan penggunaan barang jarahan, penetapan unit yang bertanggung jawab dalam mengatur, mengelola dan mengawasi penggunaan barang rampasan tersebut, serta kurangnya kejelasan mekanisme penganggaran pendapatan, pengumpulan dan penyetoran pendapatan. penggunaan barang rampasan.
Lebih lanjut Ketua Satgas Tata Kelola Labuksi juga menjelaskan, selama tahun 2021 belum ada proses pengumpulan dan penyetoran pendapatan penggunaan barang sitaan ke Kas Negara oleh pihak lain yang memanfaatkannya.
Keadaan ini dinilai bertentangan dengan berbagai peraturan, antara lain Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 181/06/2016, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 111/PMK.06/2017, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 111/PMK.06/2017, Peraturan Keuangan Nomor 213/PMK.06/2020, dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 145 Tahun 2021.***[SB]

