Staf Ahli Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Raden Pardede mengakui sejak pandemi Covid-19 terjadi penurunan jumlah kelompok kelas menengah. Untuk mengatasi merosotnya jumlah penduduk kelas menengah, sektor manufaktur bisa menjadi penyelamat.
Strategi untuk mengatasi hal itu adalah dengan meningkatkan lapangan kerja di sektor formal. "Yang kami inginkan sektor formal itu di manufaktur. Ini yang perlu menjadi motor perekonomian ke depan. Itu jawabannya," kata Raden dalam acara Investortrust CEO Forum di Jakarta, Kamis (29/8).
Selain itu, apabila Indonesia ingin tetap terus bertumbuh dan menjadi negara maju dengan pendapatan per kapita sekitar US$ 20 ribu atau sekitar Rp 308 juta (dengan kurs Rp 15.404 per dolar AS), maka seluruh pekerja tidak bisa lagi berpendapatan per kapita US$ 3.000 atau US$ 5.000.
"Artinya, seluruh sektor manufaktur yang dulu memperkerjakan orang dengan pendapatan US$ 5.000 dolar per kapita tidak akan masuk ke program visi 2045," ujarnya.
Untuk itu, kualitas dari sektor manufaktur perlu ditingkatkan. Persaingan dengan banyaknya produk luar negeri menjadi hal yang perlu diatasi dan dihadapi.
Ia mencontohkan, produk garmen tidak bisa lagi hanya handuk, baju, kaos, dan sarung. Sektor tekstil harus mampu memproduksi pakaian selevel merek asal Jepang, Uniqlo. "Jadi, pekerja tetap tapi kualitas produknya berbeda. Di situ peran kelas menengah penting sekali," ucap Raden.
Dalam visi Indonesia 2045, kelas menengah diharapkan bisa mencapai 80% dari total jumlah penduduk. Saat ini angkanya baru sekitar 20%. Jika angka itu tercapai dan pendapatan per kapita mampu menyentuh $USD 30.000, maka pemerintah berharap mesin ekonomi akan bergerak sendiri.
"Karena dengan begitu dia punya daya beli sangat kuat, produksi kita bisa meningkat. Itu yang akan memutar ekonomi," ujar Raden.
Dalam kesempatan yang sama, Chief Economist Bank Central Asia David Samuel mengatakan penurunan kelas menengah memang menjadi masalah. Hal ini mulai terlihat dari dalam lima sampai enam tahun terakhir penjualan mobil stagnan pada angka 1 juta unit.
"Penjualan tidak bisa bertambah karena konsumennya tidak nambah. Walaupun kelas atas ya dua atau tiga cukup, tidak bisa membeli 100 mobil," kata David.
Dalam menggenjot kembali kelompok kelas menengah, pemerintah perlu melakukan berbagai strategi. Jika bicara tentang perubahan geopolitik, ia menekankan agar Indonesia jangan sampai menjadi sasaran negara lain sehingga hanya sebagai konsumen.
"Kita harus memanfaatkan investasi atau relokasi masuk ke Indonesia. Akhirnya ada penyerapan tenaga kerja yang bertransformasi menjadi kelas menengah," ujar David.
Persoalan tenaga kerja juga tak kalah penting karena hanya 37% lulusan sarjana di Indonesia berada di sektor formal. Struktur tersebut akan sangat mempengaruhi upahnya. Jika lebih banyak pekerja di sektor pertanian dan manufaktur yang produktivitasnya tinggi, maka upah yang diterima akan lebih besar.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik mencatat jumlah kelas menengah di Indonesia merosot pada 2024. Pelaksana Tugas Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan jumlah dan persentase penduduk kelas menengah mulai menurun pascapandemi Covid-19.
“Sebelum Covid-19 atau pada 2019 memang kelas menengah berjumlah 57,33 juta orang atau kira-kira 21,5% dari total penduduk Indonesia tapi di 2024 turun,” kata Amalia dalam rapat kerja dengan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat di Jakarta, kemarin.
Pada 2021 jumlah penduduk kelas menengah turun menjadi 53,83 juta orang dengan proporsi 19,82%. Penurunannya terus berlanjut pada 2022 menjadi 49,51 juta orang dan pada 2023 hanya 48,27 orang.
Tahun ini tren serupa terus terjadi. Angka kelas menengah saat ini menjadi 47,85 juta orang dengan proporsi 17,13%. “Memang kami identifikasi masih ada scarring effect (efek luka) dari pandemi terhadap ketahanan kelas menengah,” ujar Amalia.
Dari sisi lapangan usaha dan status pekerjaan kelas menengah, sebanyak 57% kelas menengah bekerja di sektor jasa, 22,98% bekerja di sektor industri, dan 19,97% di sektor pertanian. Terdapat pula kenaikan proporsi kelas menengah yang bekerja di sektor pertanian dibandingkan 10 tahun lalu.
Pemerintah Tebar Insentif PPN dan FLPP
Sebelumnya, pemerintah memberikan tambahan insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) dan kuota subsidi Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan kedua program tersebut ditujukan untuk memperkuat kelas menengah yang dinilai sebagai motor penggerak perekonomian.
Ia mendefinisikan masyarakat kelas menengah sebagai masyarakat dengan konsumsi terbesar untuk kebutuhan makanan dan minuman, diikuti dengan perumahan, kesehatan, pendidikan, hingga hiburan atau sektor jasa.
Saat ini, sektor perumahan menjadi salah satu pengeluaran kedua terbesar bagi masyarakat kelas menengah sehingga kebijakan pemerintah di sektor ini dinilai menjadi penting.