×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Terlalu PD Buka Usaha Saat Pensiun, Mau Untung Malah Buntung

Mei 21, 2025 Last Updated 2025-05-21T03:09:54Z

 


Mereka yang akan memasuki masa pensiun, sebaiknya telah punya rencana apa yang akan dilakukannya kelak. Idealnya, 5 tahun sebelum pensiun rencana tersebut mulai secara perlahan-lahan dipersiapkan.


Contohnya, bagi mereka yang punya passion di bidang agribisnis, paling tidak sejak 5 tahun sebelum pensiun sudah jelas tanaman apa yang akan dijadikannya sebagai ladang usaha.


Jika tak punya lahan yang mencukupi, bisa disiasati dengan bertani secara hidroponik. Tapi, tentu harus punya pengetahuan di bidang usaha yang akan digeluti tersebut.


Bidang dimaksud bukan hanya agribisnis. Membuka usaha kuliner, membuka kafe, atau jadi pedagang online, cukup banyak peminatnya. 


Masalahnya, harus punya ilmunya, bukan karena berdasarkan feeling atau kata hati yang rasa-rasanya bisa atau mampu dilakukan.


Makanya, ada baiknya ikut pelatihan dari pakar di bidang yang akan digeluti itu. Bukankah sekarang ada pelatihan secara online yang dilakukan di hari libur Sabtu Minggu.


Akan lebih baik lagi bila perusahaan atau instansi tempat bekerja memberikan fasilitas pelatihan wirausaha bagi pekerjanya yang akan pensiun beberapa tahun lagi.


Pengetahuan dan keahlian memang menjadi faktor utama, selain modal dan faktor mental (ketangguhan), dalam kesuksesan suatu usaha.


Faktor modal sangat penting, tapi itu saja belum cukup. Dana tentu perlu disiapkan. Namun jangan langsung bikin usaha yang skala besar mentang-mentang punya dana yang cukup.


Mulai dari yang kecil akan lebih realistis dan baru kemudian berkembang setahap demi setahap. Kalau terlalu percaya diri, bisa jadi bumerang. Mau untung malah buntung.


Ingat, jika pensiun di usia 56 tahun dan baru di usia 54 atau 55 tahun memulai usaha, ini relatif terlambat.


Di usia 51 atau 52 tahun silakan melakukan sesuatu yang boleh dikatakan sebagai masa uji coba, tentu dengan memanfaatkan waktu luang di luar hari kerja.


Nah, di usia 54 sebaiknya sudah kelihatan hasilnya dan tidak dianggap sebagai sesuatu yang coba-coba lagi.


Ya, berbisnis di usia yang tidak muda akan menghadapi berbagai tantangan yang tidak ringan, baik tantangan karena keterbatasan pribadi maupun karena faktor persaingan.


Yang penting, jangan sampai merugi. Soalnya, ada pensiunan yang tujuannya berbisnis sekadar agar punya kesibukan. Duduk manis di rumah malah mengundang datangnya penyakit.


Jadi, menuai cuan sekadar bisa menutupi biaya operasional sudah bagus. Tapi, sekali lagi, jangan sampai mau untung malah buntung. 


Sedih sekali bila uang pesangon atau tabungan yang dikumpulkan sedikit demi sedikit selama jadi pekerja, terkuras habis karena bisnis yang merugi di masa pensiun.


Nah, bagi pensiunan yang tidak punya passion berbisnis, tak usah khawatir. Kalau soal mengisi waktu, bisa saja dengan aktif di organisasi sosial atau keagamaan. Bisa pula dengan menekuni hobi.


Maka, mau berbisnis atau tidak, sebaiknya pensiunan tetap punya kemampuan secara ekonomi, sehingga level konsumsinya tidak anjlok tajam begitu jadi pensiunan.


Tentu hal itu tak jadi masalah bila mendapat uang pensiun bulanan yang mencukupi. Paling tidak, uang pensiun sekitar 60 persen dari penghasilan saat masih bekerja.


Masalahnya, tidak banyak pensiunan yang penghasilannya tidak terlalu turun dibandingkan saat bekerja.


Hai ini karena saat bekerja, mereka tidak hanya dapat gaji bulanan, tapi juga ada yang namanya tunjangan, bonus, insentif, uang cuti, dan sebagainya. 


Tentu, komponen penghasilan selain gaji itu tidak bisa dinikmati lagi bila sudah pensiun. Sebagai pengganti penghasilan non gaji itu, perlu dicarikan alternatif sumber pendapatannya.


Alternatif tersebut bisa dari berbisnis bagi yang berbakat bisnis atau mencari penghasilan pasif bagi yang tidak punya kemauan dan kemampuan berbisnis.


Maksud penghasilan pasif adalah membiarkan uang bekerja untuk Anda. Sambil duduk manis atau rebahan, uang akan datang sendiri. 


Kalaupun harus ada yang perlu dilakukan agar dapat penghasilan pasif, usahanya boleh dikatakan sangat minim.


Ada banyak contoh dari penghasilan pasif. Apa lagi bagi mereka yang punya keahlian seperti penulis, pencipta lagu, penemu sesuatu, yang mendapatkan hak paten atau hak cipta.


Tapi, bagi orang yang biasa-biasa saja, penghasilan pasif yang paling lazim dilakukan adalah dari penghasilan berbasiskan aset yang sudah dimiliki.


Jadi, ketika seseorang masih aktif bekerja, harus disiplin dan konsisten menyisihkan sebagian penghasilannya untuk investasi jangka panjang. 


Kemudian, saat pensiun, sambil ngopi-ngopi cantik, ada saja uang masuk ke rekeningnya di bank secara rutin, dari hasil investasi tersebut.


Contohnya adalah investasi di bidang properti, dengan menyewakan rumah, apartemen, atau ruko kepada orang lain.


Selain properti, investasi di pasar saham juga termasuk contoh passive income berbasis aset berupa surat berharga, seperti saham, obligasi, dan reksadana.


Melalui pembelian saham atau obligasi, Anda bisa mendapatkan dividen (pembagian laba) atau bunga secara berkala tanpa perlu terlibat dalam pengelolaan asetnya.


Sekali lagi, kunci dari penghasilan pasif saat pensiun adalah disiplin dan konsisten menyisihkan uang untuk investasi saat masih bekerja.

×