Mantan Kepala Dinas Kebudayaan (Kadisbud) DKI Jakarta, Iwan Henry Wardhana, mengaku pernah berkeluh kesah atau curhat soal terendusnya dugaan korupsi di lembaga yang dipimpinnya kepada Toni Bako, mantan Kepala Bidang Industri Pariwisata Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta.
“Awalnya, saya berkeluh kesah dan Pak Toni Bako sampaikan, ‘Ini enggak bisa dibiarin, ini musti cepat,” ujar Iwan dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (2/10/2025).
Iwan mengatakan, ia dan Toni Bako pertama kali membahas soal masalah ini dalam rapat pimpinan (Rapim) di lingkup Disbud DKI Jakarta.
Rapim ini disebutkan dilakukan pada Oktober 2024, tidak lama setelah Iwan mendapatkan laporan awal adanya dugaan korupsi di Bidang Pemanfaatan Disbud senilai Rp 3,9 miliar.
Iwan mengatakan, setelah rapat di kantor Disbud, ia dan Toni sempat berbincang lagi untuk mencari jalan keluar atas masalah yang ada.
Toni disebutkan hadir di beberapa pertemuan informal antara Iwan dengan sejumlah pihak lainnya, termasuk di pertemuan sebuah kafe bernama Tador di bilangan Jakarta Selatan.
Dalam pertemuan ini, disepakati bahwa uang Rp 3,9 miliar harus dikembalikan.
Namun, mekanisme pengembalian ini berlarut-larut dan Toni tidak disebutkan terlibat di dalamnya.
Temuan awal Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta ini berkembang menjadi kasus yang kini menjerat Iwan.
Ia bersama dengan dua terdakwa lainnya, Kepala Bidang Pemanfaatan Disbud DKI nonaktif Mohamad Fairza Maulana dan Pemilik Event Organizer GR-Pro, Gatot Arif Rahmadi, diduga telah menyebabkan kerugian keuangan negara hingga Rp 36,3 miliar.
Dalam dakwaannya, jaksa menjabarkan bahwa selama tahun 2022-2024, Iwan membuat ratusan kegiatan seni palsu untuk mencairkan anggaran dari pemerintah provinsi.
Selama dua tahun itu, Disbud Jakarta membayar Rp 38.658.762.470,69 kepada Gatot.
Padahal, uang yang secara nyata digunakan untuk kegiatan hanya sebesar Rp 8.196.917.258.
Selain itu, terdapat nilai pembayaran ke Swakelola Bidang Pemanfaatan Dinas Kebudayaan DKI Jakarta sebesar Rp 6.770.674.200.
Sementara, nilai penggunaan riilnya hanya Rp 913.474.356, yang berarti terdapat selisih Rp 5.857.199.844.
Secara keseluruhan, nilai anggaran yang dibayarkan adalah Rp 45.429.436.670,69 dan hanya digunakan secara nyata sebesar Rp 9.110.391.614.
Karena perbuatannya, Iwan, Fairza, dan Gatot didakwa melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

