Seperti biasanya Jumiati (30) dan Lasini (20) bangun pagi-pagi, menyiapkan minuman untuk majikan mereka, Basoeki Abdullah (78).
Waktu itu pukul 05.30, hari Jumat, 5 November 1993. Jumiati hendak mengantarkan minuman yang sudah dibuat oleh Lasini. Kebiasaan majikannya setiap pagi minum kopi, Sustagen HP, air putih, dan vitamin.
Ketika hendak masuk ke kamar, Jumiati merasa heran. Pintu terkunci dan anak kunci tergantung di luar. Biasanya pintu kamar tidak pernah dikunci. Saat itu sang pembantu berpikir, mungkin majikannya tidur di kamar atas bersama majikan perempuannya, Ny. Nattaya Nareerat.
Jum – nama panggilan Jumiati - lalu membuka pintu kamar. Wanita itu terkejut ketika mendapati majikannya tertelungkup di karpet dengan posisi kepalanya dekat pintu.
Semula Jum yang sudah lima tahun bekerja di keluarga itu menganggap majikannya bercanda. Namun setelah dia melihat genangan darah membasahi karpet di kamar ber-AC itu, sementara isi lemari acak-acakan, barulah dia tersadar, majikannya jadi korban penganiayaan.
Tergopoh-gopoh dia keluar kamar, bertenak minta tolong. Pembantu lainnya, Lasini dan petugas satpam yang menjaga di pos, Yudi Priyono, bergegas datang. Ny. Nattaya yang tidur di lantai dua juga dibangunkan.
Tubuh Basoeki Abdullah yang tertelungkup sempat dibalikkan, maksudnya hendak diberi pertolongan. Sebab penghuni rumah mengira orang tua itu masih pingsan. Namun rupanya sang pelukis ternama ini sudah tak bernyawa lagi.
Langsung ke TKP
Pada Jumat pagi itu, Letnan Kolonel Polisi Adang Rismanto, Kapolres Metro Jakarta Selatan, bersiap-siap untuk berolahraga. Maklum, hari itu adalah hari olahraga.
Pukul 06.15, dari pesawat HT (handytalky), Adang Rismanto menerima berita terjadinya perampokan di Cilandak, korbannya meninggal dunia. Sebagai komandan yang sering terjun ke lapangan, Adang langsung mengambil keputusan untuk mengganti pakaian olahraganya dengan pakaian dinas.
"Mengapa harus ganti pakaian?" tanya istrinya.
"Ada perampokan dan saya harus segera ke TKP," kata Adang.
Mobil dinas Kapolres Jaksel, Toyota Hardtop bernomor 74-VII, meluncur dari rumah dinas di Jl. Darmawangsa VI, Kebayoran Baru, menuju lokasi kejadian di Jl. Keuangan Raya 19, Cilandak. Dalam perjalanan, Adang melalui pesawat HT memerintahkan para anggotanya segera meluncur ke TKP (tempat kejadian perkara).
Setiba di lokasi, Adang Rismanto menemui anggotanya yang sudah lebih dulu tiba di TKP.
"Rumah siapa ini?" kata Adang.
"Basoeki Abdullah ...."
Adang terkejut, lalu bertanya kembali, "Basoeki Abdullah... pelukis terkenal itu?" Anak buahnya mengiakan.
Dalam benak Adang saat itu, dia sedang menghadapi kasus pembunuhan orang ternama, yang pasti menarik perhatian banyak pihak.
Mengingat gedung markas Polres Jaksel dalam keadaan darurat (karena menggunakan bekas lokasi tahanan wanita, sedangkan markas yang baru masih dalam tahap penye-lesaian), Adang Rismanto memutuskan untuk menjadikan Polsek Cilandak sebagai posko penanganan kasus pembunuhan itu, karena lokasinya lebih dekat dengan TKP.
Mulailah dia menggali keterangan dari orang-orang di sekitar almarhum. Dari para pembantu rumah tangga (Jumiati dan Lasini), tukang kebun (Wahyudi), sekretaris (Ny. Wiwien Wadaryatmo dan Meiwati), asisten di galeri (Doeta Seta), satpam (Yudi Priyono), sopir (Wito), serta istri (Ny. Ncrttaya) dan putri almarhum (Sidhawati Bharani).
Melihat cara pemukulan terhadap diri korban, barang-barang yang diambil, dan kemungkinan cara pelaku masuk ke rumah, Adang berkeyakinan, pembunuhan ini dilakukan dengan pola tradisional dengan dugaan sementara perampokan.
Keyakinan ini menguat setelah diketahui puluhan arloji koleksi almarhum Basoeki Abdullah hilang dari laci lemari di kamamya. Selain itu, juga ditemukan jejak kaki di tembok rumah di atas tempat pencucian piring yang terletak di gang antara garasi dan dapur. Lalu di lantai dua, didapati pula apel bekas digigit.
Ketika ditemukan sudah jadi mayat, korban mengalami luka pada bagian kepalanya. Genangan darah membasahi karpet, dan perdkan darah terlihat di pintu lemari dan kamar.
"Pembunuhnya pasti seorang berdarah dingin," kata polisi.
Selama tiga hari (dan Jumat pagi hingga Minggu siang), polisi tidak melakukan penyelidikan lebih saksama di rumah duka karena jenazah Basoeki Abdullah masih disemayamkan di sana. Baru setelah jenazah pelukis itu diterbangkarn ke Mlati, Sleman, Yogyakarta, pada Minggu siang untuk dimakamkan di sana, polisi mulai mempelajari lagi TKP.
Mulai curiga
Letkol Adang Rismanto sudah mulai curiga setelah memeriksa tukang kebun, Why. Jawabannya berubah-ubah saat ditanya perihal di mana dia tidur pada Kamis malam (4/11). Semula Why menjawab tidur di Pondok Indah, Jaksel, tapi kemudian setelah ditanya lagi, jawabannya berubah, tidur di Jl. Langsat I no. 28, Kebayoran Baru. Kebohongan Why ini membuat Adang mengambil sikap untuk menahan Why pada Jumat sore.
Sementara itu Abd, penjaga rumah kosong di Jl. Langsat I no. 28, ternyata sudah berangkat ke kampung halamannya di Desa Kalijurang, Kecamatan Tonjong, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah. Menghilangnya Abd ini menambah kecurigaan Adang bahwa Abd terlibat. Pada Sabtu sore (6/11), Adang memerintahkan anggota resersenya untuk segera berangkatke Brebes. Mereka diberi bekal uang Rp300.000.
"Jangan makan di restoran, di warteg pinggir jalan saja. Kalau bisa, kembali pada Minggu malam," kata Adang kepada anggotanya yang berangkat dengan kendaraan pribadi.
Minggu menjelang tengah malam, Adang Rismanto bersama anggota reserse Polda Metro Jaya mencoba melakukan rekonstruksi imajiner di TKP. Mereka mempelajari segala kemungkinan yang bisa terjadi di rumah itu.
Sementara itu anggota reserse Polres Jaksel yang ditugaskan ke Brebes, sudah kembali Minggu menjelang tengah malam. Menurut anggotanya, Abd berangkat ke Brebes karena mendapat surat dari keluarganya. Pikiran Adang sempat terombang-ambing, karena masukan yang diberikan anggotanya seakan-akan melemahkan keyakinannya atas keterlibatan Why dan Abd. Namun pada Minggu malam itu juga, Abd ditahan.
Pemeriksaan intensif pun terus dilakukan terhadap kedua orang itu. Abd mengaku pada Kamis malam (4/11), dia bersama Why dan dua orang lainnya berada di rumah kosong di Jl. Langsat. Sebenarnya mereka hampir rnembuka suara. Namun karena Adang dan anggotanya sudah sangat lelah, mereka pun akhirnya tertidur dan pemeriksaan tertunda.
Gara-gara pria mabuk
Pada Senin petang, Letkol Adang Rismanto menerima informasi dari Kapolres Jakbar Letkol M.D. Primanto perihal adanya seorang pria mabuk yang mengoceh mengetahui pembunuh Basoeki Abdullah.
Di kantor Mapolsek Tambora, pria berusia 26 tahun da-lam keadaan setengah mabuk itu mengoceh bahwa dia tahu siapa pembunuh pelukis bekenitu. Laki-laki ini menyebutkan kejahatan di rumah Basoeki didalangi Why, tukang kebunnya. Why tidak ikut masuk ke rumah, tapi "menggambar" rumah majikannya. Pelakunya, kata pria ini, adalah Amd dan TS. Sasarannya cuma jam tangan koleksi almarhum.
Kapolsek Metro Tambora, Mayor (Pol) Sunaryono semula menganggap ocehannya ngawur. Namun setelah pria itu menjelaskan lebih detil, polisi mulai menanggapi lebih serius. Nandi (bukan nama sebenarnya), informan itu, disuruhnya mandi dulu, kemudian disuguhi makanan kecil. Polisi lalu memintanya lagi untuk bercerita lebih rinci.
Menurut Nandi, dia menceritakan hal ini kepada polisi karena sakit hati kepada TS, AS, dan Amd, yang disebutnya preman-preman itu. Ketika Why mencuri arloji Rolex milik Basoeki Abdullah beberapa waktu lalu (jauh hari sebelum pembunuhan terjadi), dia sama sekali tidak kebagian hasil penjualannya. Rolex itu konon dijual seharga Rp9 juta di sebuah toko di Gajah Mada Plaza, Jakarta Barat. Mereka melupakan Nandi begitu saja, padahal dia tahu banyak tentang rencana mereka. Nandi juga mengaku kecewa setelah tahu Basoeki Abdullah yang dibunuh berasal dari Solo, bahkan satu kampung dengan dirinya.
Disebutkan pula oleh Nandi, arloji yang dicuri dari rumah Basoeki Abdullah dijual kepada tukang look di Pasar Jatinegara, Jaktim. Dari pengakuan Nandi ini, polisi Tambora melacak ke Pasar Jatinegara, dan menahan Srm, sang pedagang itu.
Ada dua jam tangan yang terjual seharga Rp35.000. Sisanya, 18 buah, disita polisi: sebagai barang bukti.
Kapolsek Tambora lalu meakukan kerja sama dengan Polres Jaksel dan Polda Metro Jaya. Arloji yang disita dari tukang loak dicocokkan ke pembantu Basoeki Abdullah. Saat diperlihatkan kepadanya, Jumiati langsung menangis.
"Betul, ini punya Bapak," katanya. Wanita itu memang sering mendapat tugas membersihkan jam tangan koleksi pelukis itu. Why dan Abd pun akhirnya mengaku, pembunuh Basoeki Abdullah adalah Amd alias Nd.
Rumah pacar di Ciputat
Dalam pemeriksaan selanjutnya, Kapolres Jaksel Adang Rismanto mendapat informasi, Amd tinggal di sebuah rumah di Gandaria, Jaksel. Senin malam (8/11), dua anggotanya dengan berpakaian preman, mendobrak rumah kecil di lingkungan permukima padat penduduk itu. Tapi polisi tidak menemukan apa-apa. Namun penduduk setempat memberi informasi, Amd sudah berangkat ke Sukabumi, Jawa Barat. Polisi sempat dibuat bingung, Sukabumi di sebelah mana?
Nandi, informan yang mengoceh di Polsek Tambora, ditanyai lagi. Dia menyebutkan Amd punya pacar, Nurzanah namanya, yang tinggal di Ciputat. Polisi bergerak cepat, meluncur ke sebuah rumah di bilangan Ciputat, Tangerang. Senin malam, pukul 22.00, polisi mengepung rumah orangtua Nurzanah. Ternyata Amd - lagi-lagi - sudah tak ada.
Namun sebelumnya, dari informasi yang didapat, Amd muncul di Pasar Ciputat, tempat Mustopha, ayah Nurzanah, berdagang jamu dan rokok pada Sabtu sore (6/11), pukul 18.00. Ketika ditanya oleh Mustopha, ke mana saja Amd selama tiga bulan ini, dijawabnya bahwa dia baru pulang dari Sulawesi Selatan, menjenguk neneknya yang sakit.
Amd lalu ke rumah Mustopha, dan berjumpa dengan Nurzanah yang sedang liburan. Nurzanah adalah murid pesantren di Cikretek, Sukabumi. Minggu pagi (7/11), Amd muncul lagi dan memaksa ikut mengantar Nurzanah kembali ke pesantren. Senin siang, Amd dan Nurzanah ditemani ibu tirinya, Ny. Cidh (35), berangkat ke Sukabumi.
Mendapat informasi bahwa Amd ternyata sudah tak ada di tempat, Adang Rismanto tak putus asa. Kepada penghuni rumah di Ciputat, dia menawarkan siapa di antara anggota keluarga itu yang bisa menunjukkan jalan ke Cicurug, Sukabumi. Dia berjanji akan menangkap Amd hidup-hidup. Kakak Nurzanah, Mulyo (22), bersedia mengantarkan polisi ke rumah uwak-nya, Parmawi, di Sukabumi.
Kedua jempol tangannya diikat
Senin malam itu juga Letkol Adang Rismanto bersama tiga anggota resersenya, Peltu Toni Sambudono, Serka Raka, dan Serka Simson meluncur ke Cikretek, Sukabumi, dengan jip Toyota Hardtop, mobil dinas Kapolres, yang dikemudikan Serda Maman.
Dalam perjalanan, Adang sempat bertanya kepada anggota resersenya satu per satu.
"Menurut kamu, apakah Amd ada di rumah itu atau tidak?" Ketiga anak buahnya menjawab, "Ada." Dalam benak Adang, ada dua kemungkinan yang terjadi pada diri penjahat yang sedang kepepet: pergi ke rumah ibunya, atau ke rumah pacarnya. Keyakinan bahwa Amd ada di rumah pacarnya, akhirnya membuat Adang beristirahat selama perjalanan ke Sukabumi.
Begitu tiba di sebuah jalanan yang kondisinya jelek, Adang terbangun. Dia minta kepada sopirnya, Serda Maman, untuk memarkirkan jip Hardtop-nya di pinggir jalan, di depan sebuah pabrik. Ditemani Mulyo sebagai penunjuk jalan, mereka berjalan kaki melalui jalan tanah yang becek sejauh 1 km, menuju ke rumah Parmawi.
Selasa (9/11) dini hari, kira-kira pukul 01.00, mereka tiba di lokasi. Mulyo mendekati rumah itu lebih dulu, lalu mengintip lewat jendela untuk melihat keadaan. Adang Rismanto mencegah anggotanya yang saat itu hendak mencabut revolver. Dia paham betul mana tipe penjahat yang menggunakan senjata api, dan mana yang menggunakan senjata tajam. Adang menilai, Amd tipe penjahat yang menggunakan senjata tajam.
Setelah Mulyo mengacungkan ibu jarinya, pertanda Amd ada di rumah itu, Adang Rismanto dan tiga anggotanya segera mendekati rumah itu. Peltu Toni merapat ke dinding kamar tempat Amd tidur, sementara Letkol Adang bersama Serka Raka dan Mulyo berjaga di pintu samping, dan Serka Simson di pintu depan di teras rumah.
Mulyo mengetuk pintu samping sambil memanggil uwaknya. Parmawi, yang usianya sekitar 80 tahun itu bangun. Dia belum tahu ada polisi di sekitar rumahnya. Begitu pintu samping rumah itu dibuka, Serka Raka meloncat masuk ke dalam, langsung menuju kamar depan, tempat Amd tidur. Letkol Adang, Peltu Toni, dan Serka Simson menyusul masuk ke rumah itu.
Tanpa banyak kesulitan, polisi berhasil meringkus Amd yang pada malam itu tidur di lantai bersama seorang anak lelaki pemilik rumah. Khawatir Amd punya "ilmu", polisi tidak memborgolnya, tapi mengikat kedua jempol tangannya ke belakang. Kepada Amd, Adang mengatakan dia akan memperlakukannya dengan baik, asalkan Amd tidak bertingkah macam-macam dan menceritakan perbuatannya dengan sebenarnya.
Gambar Basoeki di rumah
Ketika rumah sederhana (sebagian berdinding tembok, sebagian berdinding bambu) itu digerebek, istri Parmawi terlihat gemetar. Adang Rismanto yang berasal dari Ciamis, Jawa Barat, ini merasa bersalah, dan langsung mengajaknya berkomunikasi dalam bahasa Sunda, untuk mencairkan suasana tegang di rumah itu. Apalagi sepatunya meninggalkan jejak-jejak kotoran becek di dalam rumah.
Kepada pemilik rumah,Adang Rismanto menceritakan bahwa Amd yang ditangkap pada malam itu adalah tersangka pelaku pembunuhan Basoeki Abdullah.
Parmawi si pemilik rumah balik bertanya," Maksudnya Pak Basoeki pelukis itu? Saya punya gambar lukisannya."
Lalu Parmawi mengajak Adang ke ruang depan dan menunjukkannya sebuah gambar lukisan Basoeki Abdullah, yang kemungkinan besar diambil dari sampul majalah.
"Saya tak mengerti ada hubungan apa ini," pikir Adang. Tapi yang jelas, Parmawi dan istrinya sama sekali tidak tahu-menahu kalau Amd, kekasih Nurzanah, yang menumpang tidur di rumahnya adalah pembunuh Basoeki. Nurzanah sendiri pada malam penyergapan itu tidur di pondok pesantrennya, masih di kawasan Cicurug.
Setelah berhasil menangkap Amd, Selasa pukul 01.30 dinihari, Adang Rismanto yang sudah bergelar haji ini, merasa perlu bersyukur pada Tuhan. Dia minta izin kepada pemilik rumah untuk melaksanakan salat isya di sana.
Melihat Adang melakukan salat, istri Parmawi yang tadinya gemetar, mulai agak tenang. Apalagi Adang mengajaknya bicara baik-baik, seraya minta maaf telah merepotkan dan mengganggu tidur mereka. Da berjanji tak akan menyangkutpautkan mereka dalam kasus ini.
Dalam perjalanan pulang ke Jakarta, menjelang Ciawi, Bogor, jip dinas bernomor 74-VII ini singgah di sebuah warung makan di pinggir jalan. Adang dan anggotanya belum makan malam sejak berangkat dari Senin malam dari markas Polres Jaksel. Tapi yang turun dan ikut makan di warung itu hanya Kapolres Adang bersama Peltu Toni, Serka Raka, dan Mulyo. Sedangkan Serka Simson menjaga Amd di mobil. Amd tidak dibawa turun, agar tidak memancing perhatian masyarakat di sana. Amd diberi sebotol Sprite.
Semula pemilik warung tidak curiga. Namun setelah dia melongok-longok ke dalam jip yang diparkir di tepi jalan itu, akhirnya Adang menjelaskan semuanya kepadanya daripada diduga habis menculik orang. Pemilik warung itu langsung berkomentar, "Ihh, sieunnn (takut - fled.) ...."
Sebelum meninggalkan warung itu, Kapolres sempat membeli pete dan ikan asin untuk oleh-oleh buat orang rumah. Dalalm perjalanan pulang ke Mapolres Jaksel, Amdditanya anggota reserse. Ternyata AS (yang masih buron) sudah berjanji dengan Amd untuk berjumpa di Cicurug, Sukabumi. Namun sayangnya, berita di sebuah surat kabar ibu kota yang lebih dulu memberitakan terbongkarnya kejahatan ini, membuat AS langsung kabur menghilang, dan jadi buron.
Ditanya Presiden
Pukul 03.00, Selasa dinihari, tim ini tiba di Mapolres Jaksel. Pada waktu itu juga, operator Polres Jaksel (dengan sandi "Selat") melaporkan ke operator Polda Metro Jaya (dengan sandi "Angkasa") bahwa Kapolres bersama anggota reserse sudah membawa Amd ke Jakarta.
Selasa pagi, pukul 06.00, Adang Rismanto melapor ke Kapolda Metro Jaya Mayjen (Pol) M. Hindarto di kediamannya, sekaligus membawa Amd. Selama menunggu, Adang sempat tertidur karena letih dan mengantuk. Pukul 06.30, Kapolda menerima Adang, dan sempat bertanya jawab dengan Amd.
Pagi harinya, Kapolda Metro Jaya hadir di Istana Merdeka untuk acara penerimaan gelar pahlawan kepada ahli waris. Ketika itulah, saat antre memberi ucapan selamat, Hindarto dipanggil Presiden Soeharto, yang menanyakan masalah pembunuhan Basoeki Abdullah. Beruntung, Hindarto sudah menerima laporan dari Adang Rismanto soal penangkapan Amd ini, sehingga kepada Presiden, Kapolda Metro Jaya dengan lega hati melaporkan bahwa pembunuhnya sudah ditangkap beberapa jam sebelumnya. Presiden langsung menyampaikan ucapan selamat kepada Kapolda dan segenap jajarannya di Polda Metro Jaya.
Selasa malam, sekitar pukul 21.30, Kapolri Letjen (Pol) Banurusman Astrosemitro menelepon Adang Rismanto di kediamannya, menyampaikan ucapan selamat atas keberhasilannya mengungkap kasus ini dalam waktu singkat. Banurusman malam itu baru saja tiba dari Thailand. Saat tiba di Bandard Soekarno-Hatta, Kapolri diberi tahu, pembunuh Basoeki sudah ditangkap. Ketika berada di Thailand, Banurusman sempat ditanya oleh para pejabat Thailand soal kasus pembunuhan Basoeki Abdullah ini.
Pada apel pagi hari Rabu (10/11), Kapolres Jaksel Adang Rismanto menyampaikan ucapan selamat dari Kapolri itu kepada seluruh anggotanya yang ikut apel di Mapolres Jaksel.
Dalam keterangan pers hari Selasa, Kapolda Metro Jaya mengatakan, motif pembunuhan Basoeki Abdullah adalah murni pencurian. Pelakunya, Amd (23), seorang pemuda yang tak punya pekerjaan tetap, mengaku sudah enam kali mencuri di wilayah Jaksel. Amd berkomplot dengan Why (37), tukang kebun yang sudah dua tahun bekerja di rumah almarhum, dan Abd (29), penjaga rumah kosong di Jl. Langsat I no. 28 Jaksel. Dua orang lainnya, AS dan TS yang menadah barang hasil kejahatan, masih buron.
Pada pemeriksaan hari berikutnya, Amd mengaku pula telah membunuh Nurlinda (20), mahasiswi PAAP (Pendidikan Ahli Administrasi Perusahaan) Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. Kejadiannya pada 20 Desember 1989 di rumah orang tua Nurlinda di Jl. Seutui (samping terminal), tak jauh dari warung kopi "Bambi" milik Haji Rusli Daud Urni.
"Gambaran" di tukang tambal ban
Rencana kejahatan di rumah Basoeki Abdullah di Jl. Keuangan Raya 19, Cilandak, Jaksel, ini berawal dari kum-pul-kumpul di sebuah rumah kosong di Jl. Langsat I no. 28, Kebayoran Baru. Dalam rekonstruksi di Jl. Langsat, diperagakan bagaimana Amd, Why, Abd dan TS (masih buron) berkumpul dan merencanakan aksi kejahatan di ru-mah kosong itu. Mula-mula Amd, Abd dan TS berkumpul di teras rumah (pada Kamis, 4 November, pukul 19.00). Lalu datanglah Why dan dia berkenalan dengan Amd. Saat itu Why bercerita tentang adiknya, Sumaedi dan dirinya yang dipukuli Andre (putra pemilik mobil, tetangga depan Basoeki Abdullah) lantaran masih berutang Rp550.000 untuk perbaikan mobil yang rusak tertabrak.
Why kemudian tiduran di ruang tengah, memanggil Amd yang masih di teras rumah.
"Saya ada gambaran di Jl. Keuangan 19," kata Why. Tukang kebun Basoeki Abdullah ini lalu mengajak Amd untuk makan di kawasan Mayestik, Jaksel. Mereka berdua ke luar rumah dan membicarakan rencana detil di tempat tukang tambal ban di ujung Jl. Langsat - Jl. Gandaria Tengah. Amd sempat meminjam pulpen kepada seorang pengendara yang lewat, dan mencoret-coret denah rumah Basuki Abdullah di kertas pembungkus rokok. Amd dan Why berangkat ke rumah korban sekitar pukul 20.00 dengan bus.
Setelah kembali dari rumah pelukis itu, mereka bercakap-cakap di teras dan ruang tengah rumah di Jl. Langsat. Ketika akan berangkat ke sasaran (sekitar pukul 24.00, menjelang Jumat 5 November), Amd sempat pamit dan minta doa restu agar berhasil. Dia naik kendaraan omprengan menuju rumah Basoeki.
Sempat gigit apel
Setiba di tempat sasaran, Amd masuk ke rumah itu dengan cara memanjat tembok dan menyusurinya, menuju ke belakang rumah, menembus ke kolam renang. Semula di ingin lewat tangga belakang yang ditutupi tripleks, tapi setelah dilihat ada anjing tidur di bawah tangga, Amd memutuskan untuk lewat fibreglass di atas tempat pencucian piling. Karena dia tak berani membukanya, Amd mencari celah-celah kosong yang miring. Saking sempitnya, Amd yang bertubuh kecil ini membuka baju dan celana dulu untuk bisa turun. Wajahnya sempat lecet terluka.
Begitu turun, Amd membuka pintu dapur yang tak terkunci, masuk sambil menenteng baju dan celananya. Setelah pintu dapur dikunci dari dalam, Amd memakai bajunya di dapur. Dalam keadaan haus dan capek setelah menyusuri tembok dan turun ke bawah yang cukup melelahkan, Amd menemukan apel. Sebenarnya dia hendak minum, tapi tak berani membuka kulkas. Sambil makan apel, Amd naik ke lantai dua, membuka pintu menuju teras di lantai atas sebagcri persiapan darurat untuk turun dan kabur lewat sana.
Di lantai dua, Amd mengamati situasi selama 15 menit, lalu turun lagi ke lantai bawah. Dia meninggalkan apel bekas digigit di lantai atas. Di meja makan di lantai bawah, dia menemukan walkman dan kamera, lalu mengambilnya. Amd lalu mengambil pula samurai pajangan di atas bufet ruang tengah. Semua benda itu dibawanya lagi ke lantai atas.
Setelah itu, Amd turun lagi, langsung menuju kamar Basoeki yang tidak terkunci. Ketika kamar dibuka, ada pintu lemari yang terbuka sehingga mengalangi Amd masuk. Dia kemudian merangkak, mencari tempat penyimpanan uang. Dia sudah diberi tahu Why, uang ada di dalam tas yang biasa disimpan di lemari, sedangkan arloji tersimpan di laci kecil.
Saat lemari dibuka, Basoeki terbangun. Kakinya menyentuh badan Amd yang sedang merangkak. Basoeki terkejut dan sempat berteriak "maling". Amd yang sudah berada di pojok tempat tidur dekat senapan angin, mengambil senjata itu dan memukulkannya satu kali hingga Basoeki terjatuh. Amd pindah posisi, tapi dia tak bisa lari karena teralang oleh pintu lemari. Posisi berdiri Basoeki juga mengalangi Amd untuk lari, sehingga Amd kembali memukulkan senapan angin ke bagian belakang korban. Ketika dia memukul korban sekali lagi, popor senapan yang diayunkan ke atas itu, mengenai tembok sehingga terpatah jadi dua.
Setelah korban tersungkur tak berdaya, Amd menggeledah laci, lemari, dan tas. Dia meraup puluhan arloji, korek api pistol dan memasukkannya ke tas. Di dalam tas hijau itu, Amd hanya memperoleh uang Rp200.000 dan sejumlah uang koleksi. Semula menurut informasi Why, ada uang Rp2 juta.
Waktu membongkar lemari, Amd menemukan baju piyama Basoeki, yang kemudian dipakainya untuk menutupi bajunya yang terkena darah. Amd naik tangga ke lantai dua, beristirahat sejenak, lalu turun dari teras di pojokan ujung rumah melalui besi penangkal petir. Dia berjalan kaki menyusuri Jl. Keuangan hingga persimpangan Jl. Fatmawati, lalu menghentikan taksi dan turun di Jl. Langsat kira-kira pukul 04.00.
Begitu berjumpa dengan tiga rekannya, Amd langsung berucap pada Why, "Apaan lu. Katanya, ada uang gepok-gepokan. Nyatanya cuma ada uang koleksi ini," sambil membanting lembar-lembar uang koleksi ke lantai.
Tapi sebenamya Amd licik, sebab uang Rp200.000 yang diperolehnya, tidak dibagikannya kepada teman-temannya.
"Nih, lihat badan gua. Gua sempat memukul orang tua itu. Entah mati, entah tidak!" kata Amd sambil membuka dan membanting pakaiannya yang penuh bercak darah.
Why menjawab singkat, "Ah, biarin saja mati. Orang kaya ini ...."
Setelah membersihkan dirinya di kamar mandi dekat ruang tengah, Amd mengawasi tiga rekannya yang sedang menghitung jumlah arloji di dalam tas. TS mengambil satu buah, dan menyimpannya ke laci lemari. Amd menyuruh Abd mencuci kaus Amd yang penuh bercak darah di kamar mandi dekat garasi, lalu dia pergi ke Gandaria. Pukul 06.30, Amd datang lagi dan mengatakan kepada TS, masalah penjualan arloji diserahkan kepada TS. Amd minta "hasil akhirnya" saja. TS menghubungi kakaknya, AS, dan arloji itu ternyata dijual ke Pasar Jatinegara, Jaktim.
Masih ragu
Begitu cepatnya polisi mengungkap kasus pembunuhan Basoeki Abdullah, sang pelukis ternama ini, banyak warga masyarakat yang masih belum percaya dan masih ragu atas kisah penangkapan ini. Kok, penyelesaiannya begitu sederhana dan motifnya sangat sepele. Tapi Kapolda Metro laya Mayjen (Pol) M. Hindarto mengatakan, banyak kasus pembunuhan di Jakarta disebabkan masalah sepele dan sederhana.
Kapolres Jaksel Letkol (Pol) Adang Rismanto ketika ditanya tentang hal ini mengatakan, kehidupan setiap orang terkenal pasti banyak sisi menariknya. "Sehingga wajar saja jika orang mencoba-coba merangkai pengetahuan yang mereka peroleh dengan logika mereka," kata Adang Rismanto.
Pembunuhan pelukis legendaris Basoeki Abdullah sempat membuat istri almarhum, Ny. Nattaya Nareerat, menjadi sorotan pers. Dirinya dikait-kaitkan dengan soal surat wasiat tentang warisan (nama Nattaya konon tak tercantum di dalamnya). Masalah "hubungan" antara Basoeki, istri, dan putrinya Sidhawati juga sempat disorot. Namun untunglah, "Polisi cepat mengungkap kasus ini. Kalau tidak, saya tidak tahu apa yang terjadi pada diri saya ...," kata Nattaya.
Pengungkapan kasus pembunuhan maestro pelukis Indonesia Basoeki Abdullah dalam waktu singkat ini, merupakan prestasi besar polisi Indonesia. Selain kerja keras Kapolres Jaksel Letkol Adang Rismanto dan jajarannya, juga bantuan Kapolsek Tambora Mayor Sunaryono dan Kapolres Jakbar Letkol M.D. Primando, serta Kaditserse Polda Metro Jaya Kolonel Gunawa dan jajarannya. Juga tak boleh dilupakan, peranan Pusat Laboratorium Forensik Polri yang memeriksa barang buki secara ilmiah, dari sidik jari, darah, dan air liur pada apel, yang semuanya makin meyakinkan bahwa Amd tersangka pelaku tunggal pembunuhan ini.

