×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indonesia Tolak Bantuan Asing Usai Banjir Sumatera, Beras 30 Ton dari UEA Dikembalikan

Desember 19, 2025 Last Updated 2025-12-19T08:09:32Z



Bencana banjir dan longsor berskala besar melanda sejumlah wilayah di Pulau Sumatera pada akhir November hingga awal Desember setelah hujan deras turun tanpa henti selama berhari-hari. Dampaknya sangat luas dan memicu krisis kemanusiaan di berbagai daerah.


Lebih dari 950 orang dilaporkan meninggal dunia, ratusan lainnya masih dinyatakan hilang, sementara lebih dari 770.000 warga terpaksa mengungsi. Kerusakan infrastruktur terjadi hampir merata, mulai dari jalan dan jembatan, sekolah, permukiman warga, hingga jaringan listrik dan komunikasi.


Wilayah Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat termasuk daerah yang paling parah terdampak. Beberapa kawasan bahkan sempat terisolasi selama berhari-hari akibat akses yang terputus.


Respons Solidaritas Negara Timur Tengah


Skala bencana tersebut memicu gelombang solidaritas dari berbagai negara, khususnya di kawasan Timur Tengah. Kerugian akibat banjir dan longsor di Sumatera diperkirakan mencapai lebih dari 3,1 miliar dolar AS atau sekitar Rp 51 triliun.


Putra Mahkota Arab Saudi, Mohammed bin Salman, mengirimkan telegram pribadi kepada Presiden Prabowo Subianto pada 1 Desember yang berisi ungkapan duka mendalam. Pesan serupa juga disampaikan Raja Salman.


Uni Emirat Arab (UEA) menyatakan kesiapan mengirimkan bantuan kemanusiaan, termasuk tim dan logistik. Duta Besar UEA untuk Indonesia, Abdulla Salem Al Dhaheri, menegaskan bantuan siap dikirim segera setelah Indonesia membuka diri.


Ucapan belasungkawa dan tawaran bantuan juga datang dari Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani, Sultan Oman Haitham bin Tariq, hingga Presiden Iran Masoud Pezeshkian yang bahkan menawarkan pengiriman tim darurat. Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) turut menyerukan dukungan cepat bagi Indonesia.


Pemerintah Indonesia Menilai Bantuan Belum Diperlukan


Meski tawaran bantuan datang dari berbagai negara sahabat, pemerintah Indonesia mengambil sikap berbeda. Pada 5 Desember, Menteri Luar Negeri Sugiono menyatakan bahwa bantuan internasional belum dibutuhkan karena kapasitas dalam negeri dinilai masih memadai.


Pernyataan itu diperkuat Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi yang menyebut pemerintah memiliki pertimbangan tersendiri dalam menangani bencana tersebut.


Sikap ini menimbulkan pertanyaan di kalangan negara-negara pemberi bantuan, mengingat besarnya skala kerusakan dan kebutuhan kemanusiaan di wilayah terdampak.


Sensitivitas Isu Lingkungan dan Politik


Di balik keputusan tersebut, isu tata kelola lingkungan disebut menjadi salah satu faktor penting. Sejumlah organisasi masyarakat sipil, seperti Walhi dan JATAM, menyoroti adanya tumpang tindih wilayah terdampak banjir dengan konsesi pertambangan, perkebunan, dan kehutanan industri di kawasan hulu.


Aktivitas deforestasi, erosi lereng, serta degradasi daerah aliran sungai dinilai memperparah frekuensi dan intensitas banjir. Isu ini menjadi sensitif karena sebagian konsesi disebut memiliki keterkaitan dengan kepentingan elite bisnis dan politik, meski klaim tersebut masih diperdebatkan.


Kehadiran tim internasional dikhawatirkan membuka sorotan global terhadap persoalan tata kelola lingkungan di Indonesia, sesuatu yang dinilai tidak diinginkan oleh pemerintahan baru yang ingin menunjukkan kemandirian dan kendali penuh.


Bantuan 30 Ton Beras UEA Dikembalikan


Dampak kebijakan pemerintah pusat tersebut terasa hingga ke daerah. Bantuan 30 ton beras dari Uni Emirat Arab yang diperuntukkan bagi korban banjir di Kota Medan akhirnya diputuskan untuk dikembalikan.


Wali Kota Medan Rico Waas menyatakan pengembalian dilakukan karena belum adanya keputusan pemerintah pusat untuk menerima bantuan dari luar negeri. Keputusan itu diambil setelah koordinasi dengan pemerintah pusat, BNPB, Kementerian Pertahanan, serta Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.


Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto mengungkapkan bahwa banyak pemimpin dunia menghubunginya untuk menawarkan bantuan. Namun, Indonesia memilih menangani bencana tersebut secara mandiri.


“Terima kasih atas perhatian Anda, kami mampu. Indonesia mampu mengatasi ini,” ujar Presiden Prabowo dalam sidang kabinet paripurna pada 15 Desember 2025.

×