×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Mengapa Tsunami Aceh 2004 Langsung Jadi Bencana Nasional? Cerita SBY, JK, dan Respons Dunia

Desember 20, 2025 Last Updated 2025-12-20T11:49:37Z

 


Bencana banjir bandang yang menerjang Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat pada akhir November 2025 kembali mengingatkan publik pada tragedi besar Tsunami Aceh 2004. Perbandingan pun muncul, terutama soal kecepatan dan skala respons negara saat itu.


Berbeda dengan banyak bencana besar lain, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) langsung menetapkan tsunami Aceh sebagai Bencana Nasional hanya dalam hitungan hari. Keputusan cepat ini kembali diperbincangkan setelah beredarnya video lama yang memperlihatkan penuturan SBY tentang detik-detik krisis tersebut.


Malam Penentuan: Keputusan SBY di Tengah Kekacauan


Dalam kesaksiannya, SBY menceritakan bagaimana pada malam 26 Desember 2004, ia masih berada di Jayapura ketika menerima laporan awal tsunami Aceh. Ia segera berkomunikasi dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) dan membagi tugas darurat.


SBY menuju wilayah Aceh bagian utara dan timur, sementara JK bergerak lebih dulu ke Banda Aceh. Pada malam 27 Desember, di Lhokseumawe, SBY sudah menyimpulkan satu hal: situasinya jauh lebih serius dari perkiraan awal.


Di hadapan Pangdam Bukit Barisan, gubernur, dan jajaran pejabat daerah, SBY menyatakan tsunami Aceh sebagai Bencana Nasional. Keputusan itu diambil karena dampak yang ia bayangkan sudah melampaui kapasitas pemerintah daerah.


Keesokan harinya, saat tiba langsung di Banda Aceh, gambaran kehancuran yang ia lihat jauh lebih buruk. Infrastruktur lumpuh total, pemerintahan daerah tidak berfungsi, dan ribuan jenazah bergelimpangan. SBY menyebut pengalaman itu sebagai sesuatu yang “shocking”, bahkan membuat Ibu Ani Yudhoyono menangis sepanjang perjalanan.


Arahan Utama: Selamatkan Nyawa, Apa Pun Caranya


Dalam rapat darurat pertama di Aceh, SBY mengeluarkan direktif awal yang tegas. Prioritas utama adalah menyelamatkan sebanyak mungkin nyawa.


Operasi pencarian dan penyelamatan tidak boleh terhenti. Layanan medis harus berjalan secepat mungkin, dan kebutuhan dasar pengungsi—makanan, minuman, serta logistik—harus dipastikan tersedia meski kondisi belum stabil.


Langkah berikutnya adalah memobilisasi sumber daya nasional, karena Aceh benar-benar lumpuh. Komunikasi darurat memanfaatkan jaringan TNI, kepolisian, dan intelijen demi memastikan keputusan bisa diambil cepat.


JK dan Amarah Demi Logistik


Di sisi lain, Jusuf Kalla juga memiliki cerita dramatisnya sendiri. Setelah menerima laporan awal, JK langsung memerintahkan Sofyan Djalil, Menteri Komunikasi dan Informasi saat itu, untuk berangkat ke Aceh menggunakan pesawat pribadinya.


Laporan Sofyan membuat situasi semakin genting. Perkiraan korban jiwa disebut bisa mencapai 50 ribu orang. Mendengar itu, JK segera mengumpulkan para menteri dan memerintahkan pengiriman obat-obatan serta dana darurat untuk makanan.


Ketika seorang pejabat Kemenkes menyebut gudang obat terkunci dan tidak tahu siapa pemegang kunci, JK disebut murka. Ia memerintahkan agar gembok gudang dibuka paksa dan logistik harus dikirim malam itu juga.


“Kalau saudara menolak, letakkan jabatan saudara sekarang juga,” kurang lebih demikian perintah JK kala itu. Ia menegaskan seluruh tanggung jawab akan ditanggungnya sebagai Wakil Presiden.


JK sendiri terbang ke Aceh pada Senin pagi, 27 Desember 2004.


Solidaritas Global yang Tak Pernah Terjadi Sebelumnya


Tsunami Aceh 2004 bukan hanya kisah duka, tetapi juga catatan solidaritas kemanusiaan dunia. Dalam 72 jam pertama, lebih dari 50 negara menyatakan komitmen bantuan. Dua minggu kemudian, jumlahnya meningkat menjadi lebih dari 100 negara.


Laporan Global Humanitarian Assistance mencatat total komitmen bantuan internasional mencapai 14 miliar dolar AS, menjadikannya salah satu respons kemanusiaan terbesar dalam sejarah modern.


Amerika Serikat mengerahkan USS Abraham Lincoln untuk evakuasi medis dan distribusi logistik udara. Australia mengirim lebih dari 1.000 personel militer dan bantuan senilai 1 miliar dolar AS. Jepang, Jerman, Kanada, Uni Eropa, serta negara-negara Timur Tengah turut mengirim tim SAR, tenaga medis, helikopter, dan kapal bantuan.


Lembaga-lembaga global seperti UNICEF, WHO, WFP, UNHCR, dan UN-OCHA masuk secara masif, didampingi ratusan NGO internasional.


Aceh Jadi Pusat Operasi Kemanusiaan Dunia


Menurut laporan Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) tahun 2009, lebih dari 470 organisasi asing terlibat langsung dalam operasi kemanusiaan dan rekonstruksi Aceh. Skala ini belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah Indonesia.


Bandara Sultan Iskandar Muda berubah menjadi bandara tersibuk di Asia selama dua bulan. Program distribusi pangan menjangkau lebih dari 500 ribu penyintas, sementara lebih dari 100 ribu hunian sementara dibangun pada tahun pertama pascabencana.


Pelayanan kesehatan dilakukan besar-besaran, termasuk vaksinasi dan penanganan luka terbuka untuk mencegah wabah penyakit.


Tsunami Aceh 2004: Luka, Pelajaran, dan Ingatan Kolektif


Tsunami Aceh terjadi setelah gempa dahsyat 9,1–9,3 SR mengguncang perairan barat Sumatera pada Minggu pagi, 26 Desember 2004. Gelombang tsunami setinggi hingga 30 meter menyapu pesisir Aceh dan wilayah sekitarnya hanya dalam hitungan menit.


Sekitar 132 ribu orang meninggal dunia dan puluhan ribu lainnya dinyatakan hilang. PBB kemudian menyatakan tragedi ini sebagai bencana kemanusiaan terbesar yang pernah dialami Indonesia.


Lebih dari dua dekade berlalu, tsunami Aceh tetap menjadi pengingat bahwa keputusan cepat, kepemimpinan krisis, dan solidaritas global dapat menyelamatkan jutaan nyawa di tengah kehancuran.

×