×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Terungkap! Ini Alasan Kakek Masir Tak Dapat Restorative Justice Meski Kasusnya Viral

Desember 15, 2025 Last Updated 2025-12-15T07:47:36Z



Kasus Kakek Masir (71), warga Desa Sumberanyar, Kecamatan Banyuputih, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur, menjadi sorotan publik setelah dirinya divonis dua tahun penjara akibat menangkap lima ekor burung cendet di kawasan Taman Nasional Baluran. Putusan tersebut memicu pro dan kontra luas di media sosial.


Menanggapi ramainya perbincangan, Kejaksaan Negeri Situbondo akhirnya memberikan penjelasan terkait alasan Kakek Masir tidak mendapatkan restorative justice (RJ). Menurut pihak kejaksaan, keputusan tersebut telah melalui prosedur hukum yang berlaku.


Kasi Intel Kejari Situbondo, Huda Hazamal, menjelaskan bahwa restorative justice tidak dapat diterapkan karena Masir bukan kali pertama melakukan perbuatan tersebut. Berdasarkan catatan petugas, terdakwa telah lima kali tertangkap memikat burung di kawasan konservasi, meski baru kali ini diproses secara hukum.


“Restorative justice tidak bisa diterapkan karena terdakwa sudah berulang kali melakukan perbuatan yang sama. Ini bukan pelanggaran pertama,” ujar Huda, Minggu (14/12/2025).


Dalam perkara ini, jaksa menuntut Masir berdasarkan Pasal 40B Ayat 2 huruf B Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistem. Ancaman maksimal pasal tersebut mencapai 10 tahun penjara, namun jaksa hanya menuntut dua tahun penjara.


Huda menambahkan, viralnya kasus ini dipicu oleh kurangnya informasi utuh yang diterima masyarakat, sehingga muncul anggapan penegak hukum tidak berpihak pada rasa keadilan.


“Fakta sebenarnya, terdakwa sudah lima kali ditangkap. Baru kali ini diproses hukum, sehingga publik menilai seolah-olah ini kasus pertama,” jelasnya.


Menangkap Burung di Kawasan Konservasi Tetap Dilarang


Burung cendet pilis atau cendet kepala abu (Lanius schach) memang tidak termasuk dalam daftar satwa yang dilindungi secara nasional berdasarkan Permen LHK Nomor P.106 Tahun 2018. Namun demikian, perburuan satwa apa pun tetap dilarang keras jika dilakukan di kawasan konservasi seperti taman nasional.


Aturan pengelolaan kawasan konservasi menegaskan bahwa seluruh aktivitas perburuan satwa liar, baik dilindungi maupun tidak, merupakan pelanggaran hukum.


Awal Mula Kasus Kakek Masir


Kasus ini bermula pada Juli 2025, saat Kakek Masir ditangkap petugas Taman Nasional Baluran di Blok Widuri, Seksi Wilayah I Bekol, sekitar pukul 14.45 WIB. Saat itu, ia kedapatan membawa lima ekor burung cendet hasil buruan.


Masir diketahui menjual burung tersebut dengan harga sekitar Rp30 ribu per ekor untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari. Fakta inilah yang kemudian mengundang simpati publik.


Kasat Reskrim Polres Situbondo, AKP Agung Hartawan, menyebutkan bahwa penangkapan dilakukan saat petugas menggelar operasi pencegahan perburuan satwa liar.


“Tersangka diamankan bersama barang bukti berupa burung cendet, alat pemikat, serta perlengkapan berburu lainnya,” ujar Agung.


Barang bukti yang disita meliputi sepeda motor tanpa pelat nomor, botol berisi jangkrik, perangkap burung, kapak, sabit, hingga tempat penyimpanan burung dari bambu dan daun kelapa.


Polres Situbondo pun mengimbau masyarakat agar tidak melakukan perburuan satwa di kawasan konservasi demi menjaga kelestarian alam untuk generasi mendatang.

×