Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Mengaku Tak Pernah Salah Perintah, Anak Buah Kena Batunya, Ferdy Sambo: Saya yang akan Tanggung Jawab

Desember 24, 2022 Last Updated 2022-12-24T04:31:53Z

 


Sidang lanjutan kasus pembunuhan Brigadir J belum usai. Dalam sidang lanjutan untuk terdakwa Chuck Putranto dan Baiquni Wibowo pada Kamis (22/12/2022), Ferdy Sambo datang ke persidangan sebagai saksi.


Ferdy Sambo memberikan keterangan bahwa dirinya mengaku tidak pernah memberikan perintah yang salah kepada anggotanya saat ia berdinas di kepolisian selama 28 tahun.


Jaksa Penuntut Umum (JPU) bertanya mengenai penegakkan aturan serta disiplin Polri terhadap Sambo.


Sesuai dengan Peraturan Polri Nomor 7 Tahun 2022 mengenai Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Profesi, pada Pasal 6 ayat 2 menyebutkan bahwa pejabat Polri yang memiliki kedudukan sebagai bawahan wajib melaksanakan perintah atasan terkait pelaksanaan tugas, fungsi dan kewenangannya.


“Poin B, perintah atasan yang bertentangan dengan norma hukum, norma agama dan norma kesusilaan. Dikaitkan dengan peristiwa ini, mengapa terdakwa saat itu sepengetahuan saudara tidak menjadikan regulasi ini sebagai pegangan untuk menolak perintah saudara saat itu?” Tanya Jaksa Penuntut Umum (JPU) kepada Ferdy Sambo


“Setahu saya perintah saya tertulis atau lisan pasti mereka jalankan dan pasti akan takut untuk menolak perintah. Karena itu yang kemudian saya sampaikan saya bertanggung jawab atas perintah yang salah untuk menonton dan mengcopy CCTV itu,” ungkap Ferdy Sambo dalam kesaksiannya.


Selanjutnya, tim penasihat hukum Baiquni Wibowo bertanya kepada Ferdy Sambo terkait poin C.


Poin C pada peraturan tersebut berbunyi bahwa jika terjadi penolakan perintah, maka yang bersangkutan dapat melaporkan penolakan tersebut kepada atasan yang memberikan perintah atas penolakan perintah yang dilakukan untuk mendapatkan perlindungan hukum dari atasan pemberi perintah. 


“Kalau misalnya ada bawahan saudara yang menolak maka bawahan saudara harus melapor kepada siapa atasan saudara?” Tanya tim penasihat hukum Baiquni Wibowo. 


“Ini secara umum atau dalam perkara?” Balas Ferdy Sambo bertanya.


“Terkait saudara sebagai Kadiv Propam,” jelas tim penasihat hukum Baiquni.


“Ya kalau kami di kepolisian, kalau menolak perintah saya ya, kalau berani dia lapor ke atasan saya. Kalau berani, kalau tidak berani, ya saya sih enggak berani,” kata Sambo


Kemudian, para majelis hakim menyela tim penasihat hukum dengan mempertegas jawaban Ferdy Sambo. 



“Saksi mengatakan pasti tidak berani ya?” Tegas hakim. 


Sambo pun mengiyakan pertanyaan hakim. Lanjut hakim menanyakan alasannya, Ferdy Sambo menjelaskan dirinya tidak pernah memberikan perintah yang salah terhadap anggotanya.


“Mohon maaf, saya 28 tahun dinas, saya tidak pernah memberikan perintah yang salah kepada anggota. Saya 28 tahun dinas, makanya mereka pasti akan mencoba untuk melaksanakan perintah itu,” ujar Ferdy Sambo.


“Walaupun perintah itu bertentangan dengan Undang-undang dan peraturan?” Lanjut hakim dan Ferdy Sambo kembali mengiyakan.


“Karena saya juga sudah menyampaikan ke terdakwa Chuck, saya yang bertanggung jawab. Tapi kan kemudian ini terbuka, makanya saya sudah sampaikan di sidang kode etik mereka ini gak ada yang salah, saya yang salah, saya tanggung jawab semua. Saya sudah mengorbankan mereka, memberikan perintah yang salah. Saya punya beban yang berat buat adik-adik saya ini dan keluarganya,” lanjutnya. 


Penjelasan Saksi Meringankan Hukuman


Polisi menyangkakan Ferdy Sambo dengan Pasal 340 KUHP terkait pembunuhan berencana dalam kasus tewasnya Brigadir J. 


Dalam persidangan, ahli hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Mahrus Ali menyebut pasal yang disangkakan pada Ferdy Sambo bisa dipertanyakan.


Menurutnya, ada hal-hal tertentu yang harus dipenuhi agar seseorang dapat disangkakan dengan pasal pembunuhan berencana.  


Salah satunya, kata Mahrus, pelaku bisa dituduhkan dengan pasal pembunuhan berencana ketika ia melakukan eksekusi dengan tenang. 


"Yang penting, bukan waktu yang lama atau sebentar, melainkan situasi tenang," ungkap Mahrus di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Kamis (22/12/2022). 


Menurutnya pembunuhan berencana tidak mementingkan soal berapa lama waktu yang dibutuhkan seseorang untuk melakukan pembunuhan, melainkan seberapa tenang pelaku melangsungkan rencananya.


“Karena bisa jadi rangkaian waktunya lama, tapi kondisinya emosi. Itu bukan 340," jelasnya.  


Maka dari itu penetapan seseorang dengan Pasal 340 memerlukan pendalaman oleh ahli psikologis. 


Dengan demikian, penetapan Ferdy Sambo dengan pasal pembunuhan berencana memerlukan keterangan ahli. 


"Harus ada ahli juga kalau dia mengatakan tidak tenang, apa buktinya? Pasti ada tes psikologinya,” katanya. 


Sidang lanjutan kasus Brigadir J kembali digelar, selanjutnya sidang akan digelar pada Selasa (27/12/2022).[sb]

×