Ferdy Sambo
divonis hukuman mati oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan
karena terbukti pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias
Brigadir J.
Lalu
bagaimanakah pelaksanaan hukuman mati sesungguhnya di Indonesia? Berdasarkan UU
Nomor 02/Pnps/1964, sebelum eksekusi dilaksanakan, jaksa memberitahukan
terpidana tentang rencana hukuman mati 3 hari atau 3 kali 24 jam sebelumnya.
Jika terpidana dalam kondisi hamil, hukuman mati dapat dilaksanakan 40 hari
setelah melahirkan.
Lalu Kapolda
akan membentuk regu tembak yang terdiri dari 1 Bintara, 12 Tamtama. Semua regu
tembak berasal dari Korps Brigade Mobil atau Brimob.
Berikut tata
cara pelaksanaan hukuman mati di Indonesia yang diatur dalam Peraturan Kapolri
Nomor 12 Tahun 2010.
Terpidana
diberikan pakaian yang bersih, sederhana, dan berwarna putih sebelum dibawa ke
tempat atau lokasi pelaksanaan pidana mati.
Pada saat
dibawa ke tempat atau lokasi pelaksanaan pidana mati, terpidana dapat
didampingi oleh seorang rohaniawan.
Regu pendukung
telah siap di tempat yang telah ditentukan, 2 jam sebelum waktu pelaksanaan
pidana mati.
Regu penembak
telah siap di lokasi pelaksanaan pidana mati, 1 jam sebelum pelaksanaan dan
berkumpul di daerah persiapan.
Regu penembak
mengatur posisi dan meletakkan 12 pucuk senjata api laras panjang di depan
posisi tiang pelaksanaan pidana mati pada jarak 5 meter sampai 10 meter dan
kembali ke daerah persiapan.
Komandan
Pelaksana melaporkan kesiapan regunya kepada jaksa eksekutor dengan ucapan,
"Lapor, pelaksanaan pidana mati siap."
Jaksa eksekutor
mengadakan pemeriksaan terakhir terhadap terpidana mati dan persenjataan yang
digunakan untuk pelaksanaan pidana mati.
Setelah
pemeriksaan selesai, jaksa eksekutor kembali ke tempat semula dan memerintahkan
kepada Komandan Pelaksana dengan ucapan, "Laksanakan."
Kemudian
Komandan Pelaksana mengulangi dengan ucapan, "Laksanakan." Komandan
Pelaksana memerintahkan Komandan Regu Penembak untuk mengisi amunisi dan
mengunci senjata ke dalam 12 pucuk senjata api laras panjang dengan 3 butir
peluru tajam dan 9 butir peluru hampa yang masing-masing senjata api berisi 1
butir peluru, disaksikan oleh jaksa eksekutor.
Jaksa eksekutor
memerintahkan Komandan Regu 2 dengan anggota regunya untuk membawa terpidana ke
posisi penembakan dan melepaskan borgol lalu mengikat kedua tangan dan kaki
terpidana ke tiang penyangga pelaksanaan pidana mati dengan posisi berdiri,
duduk, atau berlutut, kecuali ditentukan lain oleh jaksa.
Terpidana
diberi kesempatan terakhir untuk menenangkan diri paling lama 3 menit dengan
didampingi seorang rohaniawan.
Komandan Regu 2
menutup mata terpidana dengan kain hitam, kecuali jika terpidana menolak.
Komandan Regu 2
menutup mata terpidana dengan kain hitam, kecuali jika terpidana menolak.
Dokter memberi
tanda berwarna hitam pada baju terpidana tepat pada posisi jantung sebagai
sasaran penembakan, kemudian dokter dan Regu 2 menjauhkan diri dari terpidana.
Komandan Regu 2
melaporkan kepada jaksa eksekutor bahwa terpidana telah siap untuk dilaksanakan
pidana mati.
Jaksa eksekutor
memberikan tanda/isyarat kepada Komandan Pelaksana untuk segera melaksanakan
penembakan terhadap terpidana.
Komandan
Pelaksana memberikan tanda/isyarat kepada Komandan Regu Penembak untuk membawa
regu penembak mengambil posisi dan mengambil senjata dengan posisi depan
senjata dan menghadap ke arah terpidana.
Komandan
Pelaksana menghunus pedang sebagai isyarat bagi regu penembak untuk membidik
sasaran ke arah jantung terpidana.
Komandan
Pelaksana mengacungkan pedang ke depan setinggi dagu sebagai isyarat kepada
regu penembak untuk membuka kunci senjata.
Komandan
Pelaksana menghentakkan pedang ke bawah pada posisi hormat pedang sebagai
isyarat kepada regu penembak untuk melakukan penembakan secara serentak.
Setelah
penembakan selesai, Komandan Pelaksana menyarungkan pedang sebagai isyarat
kepada regu penembak mengambil sikap depan senjata.
Setelah
penembakan, Komandan Pelaksana, jaksa eksekutor, dan dokter memeriksa kondisi
terpidana.
Apabila dokter
mengatakan terpidana masih menunjukkan tanda-tanda kehidupan, maka jaksa
memerintahkan Komandan Pelaksana untuk melakukan penembakan pengakhir.
Pelaksanaan
hukuman mati dinyatakan selesai saat dokter tidak lagi menemukan tanda-tanda
kehidupan pada terpidana.
Kemudian,
Komandan Pelaksana pun melaporkan hasil penembakan kepada jaksa eksekutor
dengan mengucapkan, "Pelaksanaan pidana mati selesai".[SB]