Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

RI Dalam Paradoks Cuaca, Kemarau Tiba Tapi Badai Berpotensi Terjadi

Maret 07, 2023 Last Updated 2023-03-07T06:51:45Z

[SB]

Sejumlah wilayah di Indonesia akan mengalami paradoks cuaca di pertengahan tahun ini. Selain musim kemarau, ada badai yang berpotensi terjadi di beberapa tempat.

Sebelumnya, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebut awal musim kemarau akan terjadi lebih awal pada April di sejumlah wilayah tertentu.

 

"Kita simpulkan dari prakiraan musim kemarau ini umumnya akan tiba lebih awal dibandingkan biasanya," ujar Dwikorita Karnawati, Kepala BMKG, dalam konferensi pers daring, Senin (6/3).

 

"Dari total 699 zona musim di Indonesia sebanyak 119 zona musim atau 17 persen diprediksi memasuki musim kemarau pada bulan April 2023 yaitu di Nusa Tenggara, Bali, dan sebagian Jawa Timur," imbuhnya.

 

Dwikorita mengatakan, awal musim kemarau ini berkaitan dengan peralihan angin monsun Asia. Angin ini beralih menjadi angin timuran yang bertiup dari benua Australia ke benua Australia.

 

"Angin musim kemarau ini diawali dengan bertiupnya angin dari arah Benua Australia yang akan dimulai dari wilayah Nusa Tenggara dan Bali pada bulan April 2023," tuturnya.

 

Usai Nusa Tenggara, Bali, dan sebagian Jawa Timur, dia menyebut musim kemarau akan terjadi di 156 zona musim atau 22,3 persen wilayah tanah air pada Mei.

 

Beberapa wilayah yang mengalami awal kemarau pada Mei ini adalah sebagian besar Jawa Tengah, Yogyakarta, sebagian besar Jawa Barat, sebagian besar Banten, sebagian Pulau Sumatera bagian selatan, dam Papua bagian selatan.

 

Sementara, daerah yang baru memulai kemarau pada Mei adalah Jakarta, sebagian kecil Pulau Jawa, sebagian besar Sumatera Selatan, Kepulauan Bangka Belitung, sebagian besar Riau, sebagian besar Sumatera Barat, dan sebagian Pulau Kalimantan bagian utara.

 

Terjadinya Gelombang Tinggi

Meski di tengah musim kemarau, beberapa wilayah lain di Indonesia justru berpotensi dilanda cuaca buruk seperti gelombang tinggi.

 

Hal itu disebabkan dua bibit siklon tropis yang terbentuk masing-masing di Laut Natuna dan Australia.

 

Bibit Siklon 97S terbentuk di Teluk Carpentaria, Australia tepatnya di posisi 16.4LS, 137.9BT yang mulai tumbuh pada tanggal 05 Maret 2023 jam 01.00 WIB"

 

Hasil pemantauan BMKG menunjukkan, kecepatan maksimum bibit siklon tersebut di sekitar sistemnya mencapai 20 knot dengan tekanan udara di pusatnya mencapai 1006 mb.

 

Lebih lanjut, ada Bibit Siklon Tropis 98S yang terbentuk di Laut Natuna. BMKG menyebut kecepatan angin maksimum di sekitar sistemnya mencapai 20 knots (37 km/jam) dan tekanan udara di pusatnya mencapai 1009 mb dengan pergerakan sistem perlahan ke arah Barat.

 

Berikut daftar wilayah yang berpotensi dilanda gelombang tinggi dan angin kencang karena dua Bibit Siklon tersebut.

 

- Potensi angin kencang lebih dari 25 knots (46 km/jam) di wilayah Maluku dan Papua.

 

- Tinggi Gelombang 1.25 - 2.5 meter di Laut Banda, Perairan selatan P. Seram, Laut Seram, Perairan Kep. Sermata hingga Kep. Tanimbar, Perairan Kep. Kai hingga Kep. Aru, Laut Arafuru bagian barat, Perairan Sorong, Perairan Fak-fak, Perairan Kaimana, dan Perairan Amamapare - Agats.

 

- Tinggi Gelombang 2.5 - 4.0 meter di Laut Arafuru bagian tengah hingga selatan Merauke dan Laut Arafuru timur Kep. Aru.

 

- Potensi hujan dengan intensitas sedang hingga lebat di wilayah Kep. Riau, Jambi, Kep. Bangka Belitung, dan Kalimantan Barat.

 

- Potensi angin kencang lebih dari 25 knots (46 km/jam) di wilayah Kep. Riau.

 

- Tinggi Gelombang 1.25 - 2.5 meter di Perairan timur Kep. Lingga, Perairan utara P. Bangka Belitung, Selat Gelasa, dan Selat Karimata bagian selatan.

 

- Tinggi Gelombang 2.5 - 4.0 meter di Perairan Kep. Anambas, Perairan Kep. Natuna bagian barat dan selatan, Perairan Kep. Subi hingga Serasan, Laut Natuna, Perairan Kep. Bintan, Selat Karimata bagian utara, dan Perairan Kep. Karimata.

 

- Tinggi Gelombang 4.0 - 6.0 meter di Laut Natuna Utara dan Perairan Kep. Natuna bagian utara.

 

Dampak Perubahan Iklim?

Terjadinya dua fenomena yang 'bertentangan' itu disinyalir akibat perubahan iklim. Sebelumnya, para pakar mengungkap Bumi makin panas akibat peningkatan kadar gas rumah kaca (karbon dioksida, nitrogen dioksida, metana, dan freon) di atmosfer.

 

Gas-gas ini prinsipnya memerangkap panas Matahari agar tak memantul ke luar angkasa. Dalam kondisi lingkungan normal, keberadaan gas ini diperlukan untuk membuat Bumi hangat.

 

Saat kadarnya berlebih, terutama akibat emisi karbon dari kendaraan bermotor dan industri, gas-gas ini memicu peningkatan panas secara global hingga memicu perubahan iklim.

 

Efeknya adalah siklus hidrologi yang berubah yang membuat cuaca lebih ekstrem, musim hujan makin basah, musim kemarau makin kering, serta bencana alam makin banyak.

 

Peneliti Ahli Madya di Pusat Riset Iklim dan Atmosfer Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Didi Satiadi menganalogikan situasi ini dengan motor yang putarannya makin cepat.

 

"Jadi mesinnya cuaca adalah dari Matahari, pemanasan. Kalau pemanasannya ini bertambah karena gas rumah kaca tadi, maka siklus hidrologi yang seperti rantai tadi akan berputar lebih cepat," ujar dia, dalam acara Bincang Sains bertajuk 'Waspada Cuaca Ekstrem' secara virtual, Rabu (28/12/2022).

 

"Karena berputar lebih cepat, artinya lebih cepat terjadi penguapan, lebih intens, lebih deras hujannya, jadi lebih basah sekaligus lebih kering," tutupnya.

×