Sempat memicu kontroversi luas, peleburan Lembaga Biologi Molekular Eijkman ke Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) diklaim membuahkan Laboratorium Genomik. Benarkah ini rumah baru para penelitinya?
Hamparan rumput berukuran dengan panjang 100 meter dan lebar 50 meter menyambut saat CNNIndonesia.com masuk ke Kawasan Sains dan Teknologi Soekarno, Cibinong, Jawa Barat, Selasa (27/6) pukul 09.15 WIB.
Di sisi kanan jalan utama, gedung bertuliskan Laboratorium Genomik dengan huruf warna merah menyambut. Aroma cat yang mengering masih kental tercium di mulut gedung.
Tak banyak manusia yang hilir mudik di lobi utama lab ini. Berdiri sekitar 10 menit, pewarta hanya mendapati 15 orang masuk secara bergantian ke gedung dan menukarkan kartu akses di pintu lobi.
Kepala Pusat Riset Biologi Molekuler Eijkman Elisabeth Farah Novita menjelaskan penelitian yang dilakukan di pusat risetnya ini sebagian besar melanjutkan apa yang sudah diteliti oleh Eijkman sebelumnya.
"Penelitian kami sebagian besar melanjutkan beberapa penelitian yang sudah di Eijkman antara lain bakteri molekuler, pantogen, hepatitis, malaria, vektor resisten penyakit yang ditularkan oleh vektor, psikogenetika atau penyakit keturunan, yang menggunakan struktur dan perubahan menggunakan molekuler," kata dia kepada wartawan, Selasa (27/6).
Dia pun membenarkan lab ini merupakan kelanjutan dari Eijkman.
"Risetnya ada yang di gedung ini, juga ada yang berkegiatan di Gedung lainnya seperti BSL-3, dan juga fasilitas lainnya yang dibutuhkan periset yang bersangkutan," ucapnya.
Seperti Eijkman, katanya, pusat riset ini juga mengurutkan genom yang berpotensi menjadi penyakit pandemi selanjutnya.
Elisabeth tak ingin virus atau bakteri tiba-tiba menyerang dengan cepat dan menjadi pandemi, seperti di antaranya Covid-19 yang masuk Indonesia pada 2020.
Soal fasilitas, lab ini terdiri dari empat lantai yang terdiri dari fasilitas untuk riset yang berkaitan untuk genomik, science hayati, kesehatan, dan pertanian.
Di setiap lantainya terbagi beberapa fungsi. Untuk lantai bawah, lab dan ruangan reparasi sampel protein. Lantai dua digunakan untuk persiapan ekstraksi protein. Lantai tiga persiapan kultur dari sel dan jaringan. Lantai empat untuk WGS dan pemetaan data genom.
Kendati fasilitas diklaim lengkap, keempat lantai itu terbilang sepi. Di ruang WGS lantai empat, sama sekali tidak ada satu pun peneliti yang bekerja.
Koordinator Pelaksana Fungsi Laboratorium Genomic Sandi Sufiandi berkelit. Baginya, para periset disebut sudah memiliki jadwal yang sesuai dengan lini masa eksperimen mereka.
"Walaupun terlihat sepi tetapi sudah sesuai dengan perencanaan riset mereka, kapan akan eksperimen dan lain sebagainya dengan mengisi jadwal secara reguler kapan mengisi fasilitas lab," tuturnya.
"Di buku tamu bisa dilihat periset-periset kita bahkan sampai lembur melebihi waktu jam kerja. Banyak juga mahasiswa yang menyelesaikan studinya sampai lembur," sambungnya.
Kontroversi peleburan Eijkman
Sebelumnya, LBM Eijkman dilebur ke dalam BRIN sejak September 2021. Statusnya pun berubah menjadi Pusat Riset Biologi Molekuler (PRBM) Eijkman pada 28 Desember 2021.
Peleburan itu merupakan konsekuensi dari UU Cipta Kerja yang menyerahkan pengaturan soal BRIN ke Presiden. Lewat Perpres Nomor 78 Tahun 2021 tentang BRIN, Jokowi mengintegrasikan berbagai lembaga riset ke BRIN, termasuk Eijkman.
Belakangan, Ketua Umum PDIP sekaligus Ketua Dewa Pengarah BRIN Megawati Soekarnoputri mengaku sebagai pihak yang meminta Jokowi untuk menggabungkan semua lembaga riset ke BRIN.
Peleburan Eijkman ini diprotes banyak ahli, terutama akibat potensi terbengkalainya riset dan isu independensi.
Ketua Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) Satryo Soemantri Brodjonegoro mengungkap pemindahan pusat riset membuat penelitian vakum.
"Mati suri, kenapa? Contoh yang paling nyata di lembaga Eijkman dengan dileburkan ke BRIN dan peneliti ditarik ke BRIN, berarti di Eijkman tidak ada kegiatan riset," cetus dia, Rabu (5/1/2022).
"Kalau untuk memulai lagi enggak bisa begitu saja. Kan dilebur orangnya berubah, orangnya semua baru jadi mulai dulu, entah mulainya kapan, paling tidak selama beberapa bulan vakum," tuturnya.
Selain itu, Satryo menilai peleburan itu menggadaikan independensi peneliti Eijkman, yang sebelumnya kerap dipandang sebagai lab independen atau bahkan non-pemerintah.
Menurutnya, di beberapa negara lembaga riset tak bisa dalam intervensi pemerintahan.
"Contoh sederhananya kalau peneliti BRIN di bidang sosial misalkan menemukan bahwa kebijakan pemerintah salah. Bisa-bisa BRIN dalam tanda kutip bisa mempenalti dia (peneliti)," tuturnya.
Di luar itu, ada permasalahan pemindahan dan penempatan peralatan penelitian gen yang rapuh dan mahal secara serampangan di masa awal peleburan lembaga.
Hal itu terungkap dalam sejumlah video viral yang beredar di media sosial.
Alat aman
Menurut Sandi, lab ini juga sudah memiliki pengurutan seluruh gen atau whole genome sequencing (WGS). Setidaknya ada empat platform yang bisa digunakan untuk mengurut genom yang tersebar di masyarakat.
Ia menggarisbawahi alat-alat sequencing warisan Eijkman masih menjadi andalan bagi sejumlah peneliti BRIN untuk mengurutkan genom. Di antaranya, platform Nivasec 6000 dan Nexseq 550.
Alat-alat sequencing itu sebelumnya berada di kantor LBM Eijkman yang berlokasi di Jalan Diponegoro, Senen, Jakarta Pusat. Sempat tersiar kabar jika alat tersebut asal-asalan dipindahkan ke BRIN Cibinong, sehingga menyebabkan alat rusak.
Kendati demikian Koordinator Pelaksana Fungsi Pengelola Pusat Sekuensing BRIN Indrawati mengklaim proses pemindahan alat sudah sesuai standar dan sudah dikalibrasi dengan benar.
"Karena kan kita pindahin itu enggak sembarangan, dikalibrasi lagi apakah alat ini masih bisa beroperasi. Dipakai kok ini," kata dia kepada wartawan, Selasa (27/6).[SB]


