Pidato Presiden
Xi Jinping terkait dengan seruan bagi militer negaranya untuk persiapan perang
melawan Barat terkuak ke publik. Pidato yang disampaikan pada 2020 menjadi
sorotan setelah Kyodo News menurunkan laporan mengenai hal ini.
Dalam pidatonya
saat itu, Xi mengatakan negaranya telah "bangkit" dan kekuatan Barat
"menurun". Dia melihat adanya risiko konflik yang dapat pecah dan
meluas akibat perimbangan posisi dominasi global.
Sayangnya, saat
itu, Jinping tidak mengungkapkan secara jelas asal konflik ini sehingga banyak
pihak mengira sumber pernyataan Xi ini ditujukan oleh Taiwan sebagai
kemungkinan 'titik api'.
Sebagai
catatan, dokumen-dokumen tersebut dilaporkan disusun setelah pertemuan tahun
2020 dan dikeluarkan untuk komandan dan pejabat partai China pada musim panas
lalu.
Saat itu, Rusia
sedang berperang melawan apa yang disebut Presiden Vladimir Putin sebagai
"seluruh mesin militer Barat" di Ukraina.
Namun, pada
saat pernyataan Xi, perang Rusia di Ukraina belum terjadi. Meski presiden
Amerika Serikat (AS) saat itu Donald Trump mengobarkan perang dagang melawan
Beijing, hubungan antara kedua negara tersebut belum mencapai titik nadir
seperti yang mereka alami di bawah pemerintahan Biden, setelah kunjungan
parlemen Washington ke Taiwan.
"Perlunya
militer China untuk mempersiapkan pecahnya perang dan reaksi berantainya dan
memerintahkan para komandan untuk selalu siap berperang untuk mempertahankan
kedaulatan dan kepentingan nasional China," ujar Xi dalam laporan yang
dikutip dari Russia Today, Minggu (30/7/2023).
Komentar Xi
memang dilakukan secara tertutup. Namun, pemimpin China ini sering membuat
pernyataan serupa di depan umum. Xi pun pernah menginstruksikan pasukan untuk
secara komprehensif memperkuat pelatihan militer dalam persiapan perang, selama
kunjungan ke pusat komando tahun lalu.
Pada April
lalu, Xi juga menegaskan kepada tentara untuk memfokuskan pelatihan mereka pada
"pertempuran yang sebenarnya" untuk mempertahankan "kedaulatan
teritorial dan kepentingan maritim China."
Selain Taiwan,
China diketahui memiliki ketegangan di Laut China Timur (LCT) dan Laut China
Selatan (LCS). Ketegangan antara China dengan AS memuncak setelah Filipina,
salah satu negara yang bersengketa dengan Beijing terkait LCS, membuka pintu bagi
militer AS untuk menempatkan personilnya di negara itu.
Hal ini
ditanggapi keras oleh Beijing. Dalam sebuah surat yang disampaikan Kedutaan
Besar China di Filipina, China menyebut langkah itu akan menyeret Manila dalam
perselisihan geopolitik. Menurut Negeri Tirai Bambu, manuver ini adalah bagian
dari rencana untuk menahan pengaruh regionalnya yang berkembang.
"Washington bertujuan untuk mengamankan hegemoni dan kepentingan politiknya yang egois dengan terus meningkatkan kehadiran militernya di Filipina dengan mendapatkan akses ke lebih banyak pangkalan untuk penempatan militer," kata Kedutaan Besar China dikutip Radio Free Asia Maret lalu.[SB]