Kondisi
Indonesia yang mengalami kemunduran dalam hal penanganan KKN, dinyatakan
sebagai dampak dari kesalahan masyarakat salah memilih para pemimpin negara
ini. Sebelum, kondisi negara ini semakin buruk, maka masyarakat Indonesia harus
berani mengambil langkah memutuskan memilih pemimpin yang memiliki kompetensi
yang baik.
Mantan Danjen
Marinir, Letjen Marinir (Purn) Suharto menyatakan kesalahan terbesar bangsa ini
adalah sembilan tahun yang lalu mengangkat pemimpin negara ini, orang yang
tidak jelas ijazahnya.
“Saya terbuka
saja. Jadi sekarang kita menanggung akibatnya. Karena presiden, bagaimanapun,
Presiden itu tidak bisa coba-coba. Harus orang yang punya kapasitas yang
betul,” kata Letjen Suharto saat menemui awak media di kediaman Rizal Ramli,
Senin (21/8/2023).
Ia menegaskan
bahwa seorang pemimpin negara ini haruslah orang dengan kapasitas mumpuni.
“Pada tahun
1998, itu saya pelaku. Saya melihat hanya dua kekuatan besar saat itu, yaitu
kekuatan mahasiswa dan TNI. Dan saat itu, negara tidak baik-baik saja. Tapi negara
kita masih bisa dibilang bagus. KKN tidak seperti sekarang. Dengan dirubahnya
undang-undang. Itu kan sama saja dengan memperdalam KKN itu,” tuturnya.
Ia menyatakan
dulu, KKN pun ada. Saat Soeharto meletakkan anaknya sebagai Menteri Sosial saat
itu, ada alasannya. Saat itu pun Soeharto menjabat sebagai Ketua Umum Partai
Golkar.
“Hal pertama
yang saya komplain, adalah 78 tahun kita merdeka, tak pernah sekalipun
menjalankan UUD 1945 secara konsekuen. Contohnya, Partai politik yang ada
sekarang, mana legal standing dari rakyatnya. Legal standingnya hanya, mereka
kaya, mereka tajir, mereka bisa bangun partai, mereka masuk, mereka bayari
semua itu. Sama saja dengan Presiden. Hanya dengan Rp70 juta kali 100 ribu,
sudah masuk itu. Tertutup semua kasus korupsi mereka,” tuturnya lagi.
Dengan politik
uang tersebut lah, ia menilai konstelasi capres cawapres saat ini, hanya akan
memunculkan dua calon saja. Sementara, calon lainnya, yang di matanya mumpuni,
tidak dapat naik.
“Dengan uang,
mereka bisa mengatur semuanya. Lihat saja korupsi Rp349 triliun, terbuka? No.
Kasus lainnya, Food Estate Rp18 triliun, Bukit Algoritma, semua itu hanya biaya
untuk Pemilu. Kalau orang mau maju jadi Presiden ngomong tidak punya uang,
tidak bisa. Punya Rp70 triliun, maju. Inilah demokrasi kita saat ini, demokrasi
yang tidak berangkat dari rakyat,” kata Letjen Suharto lebih lanjut lagi.
Letjen Suharto
menegaskan, jika oligarki sudah masuk ke ekonomi dan politik maka yang rakyat
akan dimiskinkan.
“Dengan
perjanjian yang dibuat Jokowi dengan China, saya yakin, tidak sampai 2030,
Indonesia sudah bagian dari China. Kalau tidak mau, ayo kita bersama-sama. Mau
seperti apa. Mau people power, ya people power,” pungkasnya tegas.[SB]