Para ahli mengungkap kekerasan dan ajaran agama di berbagai wilayah, termasuk Palestina, tak punya hubungan langsung.
Beberapa konflik yang terkait dengan perbedaan keyakinan itu di antaranya adalah Perang Salib hingga serangan menggunakan pisau terhadap kantor koran pembuat karikatur Nabi Muhammad, Charlie Hebdo, Prancis.
Ajaran berbasis agama dianggap memotivasi perilaku agresif karena mendorong loyalitas kelompok atau memutarbalikkan ideologi yang terkesan merendahkan kehidupan orang-orang yang tidak beriman.
Namun, penelitian yang diterbitkan dalam Proceedings of the National Academy of Sciences (PNAS) mengungkapkan hal sebaliknya. Bahwa, ajaran agama justru mendorong kerjasama lintas keyakinan.
Para peneliti dari New School for Social Research dan Carnegie Mellon University meneliti bagaimana pemuda Palestina membuat pilihan moral, dari sudut pandang mereka sendiri dan dari sudut pandang ajaran Allah.
Hasil penelitian menunjukkan warga Muslim Palestina percaya bahwa Allah lebih memilih mereka untuk menghargai kehidupan warga Palestina dan Yahudi Israel secara lebih setara.
Hal itu meningkatkan kemungkinan bahwa kepercayaan terhadap Tuhan dapat mengurangi bias terhadap kelompok lain dan mengurangi hambatan terhadap perdamaian.
"Temuan kami penting karena salah satu pemicu terjadinya kekerasan adalah ketika masyarakat meyakini bahwa nyawa anggota kelompoknya lebih penting dibandingkan nyawa anggota kelompok lain," kata Jeremy Ginges, profesor psikologi di New School for Social Research, dikutip dari ScienceDaily.
"Di sini, kami menunjukkan keyakinan agama, bahkan di tengah konflik yang berpusat pada perbedaan agama, dapat mengarahkan orang untuk menerapkan prinsip-prinsip moral universal baik yang beriman maupun yang tidak beriman."
Dalam penelitian ini, 555 remaja Palestina berusia antara 12 dan 18 tahun dihadapkan pada soal 'dilema troli' klasik. Yakni, seorang pria Palestina yang dibunuh untuk menyelamatkan nyawa lima anak yang merupakan warga Yahudi Israel atau Muslim Palestina.
Para peserta menanggapi dari sudut pandang mereka dan dari sudut pandang ajaran Allah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun peserta Muslim Palestina lebih menghargai kehidupan kelompok mereka sendiri dibandingkan kehidupan Yahudi-Israel, mereka percaya bahwa Allah lebih memilih mereka untuk menilai kehidupan anggota kedua kelompok secara lebih setara.
Faktanya, berpikir dari sudut pandang ajaran agama menurunkan bias terhadap kelompok mereka sendiri sebesar hampir 30 persen.
"Kepercayaan terhadap Tuhan tampaknya mendorong penerapan aturan moral global baik bagi orang-orang yang beriman maupun yang tidak beriman, bahkan di zona konflik," kata Nichole Argo, seorang ilmuwan peneliti di bidang teknik dan kebijakan publik serta ilmu sosial dan keputusan di Carnegie Mellon.
"Oleh karena itu, tampaknya kepercayaan tentang Tuhan tidak mengarah pada agresi kelompok luar," ucapnya.
Lalu kenapa kekerasan terus berlangsung, termasuk serangan Hamas ke Israel, Sabtu (7/10), yang memicu serangan zionis ke Gaza?
Argo menilai "Mungkin ada aspek lain dari agama yang mengarah pada agresi kelompok luar."
"Misalnya, penelitian lain yang dilakukan di zona konflik telah mengidentifikasi partisipasi dalam ritual keagamaan kolektif dan seringnya kehadiran di tempat ibadah dikaitkan dengan dukungan terhadap kekerasan."
"Namun studi ini, menambah literatur yang berkembang tentang bagaimana keyakinan agama dapat meningkatkan kerja sama dengan pemeluk agama lain," tandas Argo.
Presiden Palestina Mahmoud Abbas pun menunjukkan jawaban yang mengena; penjajahan Israel atas Palestina dan sederet usaha menghambat setiap kemajuan dan pembangunan di Timur Tengah.
"Berlanjutnya penjajahan dan pendudukan Israel atas Palestina merongrong perkembangan dan kapasitas kami untuk kerja sama, koordinasi, dan menghalangi perkembangan masa depan dari semua orang di wilayah itu," kata Abbas dikutip dari AFP, 2019.[SB]