Pakar keamanan siber mengkritisi ihwal pedoman etika artificial intelligence (AI) yang baru diterbitkan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Menurut dia, pedoman tersebut hanya berisikan permukaan luar dari teknologi kecerdasan buatan dan tidak mengatur lebih dalam terkait penggunaan serta pengawasannya.
"Bagaimana cara pemerintah bisa tahu AI ini tidak melanggar, apakah mereka (pemerintah) punya kemampuan untuk menganalisa AI yang digunakan? Pemerintah kan tidak ada akses ke sistem AI vendor yang digunakan," kata Alfons Tanujaya kepada Tempo, Minggu 24 Desember 2023.
Alfons sangsi pedoman etika pemanfaatan AI itu pemantauannya bisa berjalan dengan baik. Dia mengatakan ketika regulasi dibuat, perlu ada pengawasan terhadap realisasi di lapangan. "Siapa yang mengontrol AI, memang pemerintah ada akses ke AI ini," ucap Alfons yang juga pakar forensik digital di Vaksincom.
Regulasi untuk menjaga keamanan data dan siber pengguna, kata Alfons, memang diperlukan. Meski begitu, dia ragu pengaturan dan pengawasannya oleh pemerintah bisa terlaksana dengan baik. Dia mencontohkan Uni Eropa yang sudah membuat regulasi AI masih kesulitan dalam mengatur batasan untuk AI. "Sebagai gambaran saja, Uni Eropa yang sudah canggih saja kesulitan mengatur kriterianya dan batasan untuk AI ini. Indonesia bagaimana?" ujar Alfons.
Menurut Alfons, pedoman etika pemanfaatan AI yang diterbitkan Kominfo hanya mengatur garis luar seperti menjaga privasi, kredibilitas, dan akuntabilitas data. Pedoman tersebut tak mengatur detail pelaksanaan di lapangan.
"Tidak bikin pedoman pun, semua hal ini juga perlu dan harus diterapkan. Pertanyaan mendasar saya, yang menjaga regulasinya siapa? misal ada pelanggaran, mengambil tolak ukurnya dari mana?" kata Alfons.
Pemerintah, kata dia, semestinya berbenah lebih baik dan tak melulu membuat pedoman umum saja. Sebab, jika pemerintah tak serius dalam mengatasi persoalaan tersebut, kebocoran data terus terjadi.
"Misalnya kasus terbaru ini, masalah kebocoran data di KPU. Itu kan sudah ada aturan dan pedomannya terkait keamanan data ini, tapi masih bisa juga bocor. Seharusnya pemerintah berbenah, bukan lagi berlomba bikin aturan yang hanya garis luarnya saja, tapi juga bahas sampai ke sistemnya (akarnya)," ucap Alfons.
Salah satu hal spesifik yang dimaksud Alfons misalnya kriteria pemakaian yang mencakup besaran tegangan untuk AI. "Seperti apa batasan yang boleh dipakai untuk AI atau mencakup ke berapa tera volt yang harus digunakan untuk AI. Powernya juga berapa, besar batasan yang harus ditaati nantinya seperti apa," ujarnya.
Isi Pedoman Pemanfaatan AI
Pedoman penggunan AI tersebut diatur dalam Surat Edaran Menteri Kominfo Nomor 9 Tahun 2023 tentang Etika Kecerdasan Artifisial. Hadirnya pedoman untuk penggunaan AI di Indonesia oleh Kominfo bermula dari maraknya pemanfaatan teknologi AI atau kecerdasan buatan tersebut. Pemerintah Indonesia menilai perlu hadirnya sebuah pedoman etika untuk pemanfaatan AI agar lebih aman dan produktif.
Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi mengatakan, surat edaran yang dikeluarkan pihaknya ini tidak mengikat secara hukum. Segala pelanggaran hukum tetap bakal mengacu pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE dan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi.
"SE tidak terikat secara hukum, tapi tetap tunduk pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. (Hadirnya SE ini sebagai bentuk) tata kelola AI agar pemanfaatan AI dapat dilakukan secara aman dan produktif," kata Budi dikutip dari siaran pers Kominfo, Sabtu 23 Desember 2023.
Budi menerangkan, penggunaan AI di Indonesia semakin berkembang, terutama di kalangan pekerja. Data yang dimilikinya menyampaikan saat ini ada sekitar 26,7 juta tenaga kerja yang mengimplementasikan penggunaan teknologi AI.
"Namun, kehadiran AI juga membawa berbagai tantangan mulai dari bias, halusinasi AI, disinformasi hingga ancaman hilangnya beberapa sektor pekerjaan akibat otomasi AI," ujar Budi.
Edaran tentang etika dan pedoman AI yang dibuat oleh Menkominfo mencakup beberapa poin, di antaranya sebagai berikut:
Penyelenggaraan kemampuan kecerdasan artifisial mencakup kegiatan konsultasi, analisis dan pemrograman. Penggunaan teknologi kecerdasan artifisial termasuk ke dalam subset dari machine learning, natural language processing, expert system, deep learning, robotics dan neural network.
Penyelenggaraan teknologi kecerdasan artifisial memperhatikan nilai etika meliputi, inklusivitas, keanusiaan, keamanan, aksebilitas, tranparansi, kredibilitas, perlindungan data pribadi, pembangunan lingkungan berkelanjutan dan kekayaan intelektual.
Lebih lanjut dalam hal pelaksanaan dan pemanfaatan AI, Menkominfo juga mengatur bahwa pengawasannya dilakukan oleh pemerintah, penyelenggara, dan pengguna. Tujuannya untuk mencegah adanya penyalahgunaan teknologi tersebut.
Lalu, pemanfaatan fasilitas kecerdasan artifisial juga menjadi bagian untuk meningkatkan kreativitas pengguna dalam menyelesaikan permasalahan dan pekerjaan. Serta, penyelenggaraan kecerdasan artifisial yang saling menjadi privasi data sehingga tidak ada individu yang dirugikan. [SB]