Iran memperingati 45 tahun revolusi Islam dalam sebuah upacara pada Minggu (11/2/2024). Presiden Ebrahim Raisi mengutuk Israel atas serangannya di Jalur Gaza Palestina.
Presiden Iran juga menuntut agar Israel dikeluarkan dari PBB. Selain itu, Raisi menuntut agar pengeboman di Gaza harus dihentikan sesegera mungkin.
Dikutip dari AFP, sejak revolusi Iran pada 1979 yang menggulingkan Shah Mohammad Reza Pahlavi yang didukung AS, kekuatan utama Muslim Syiah di kawasan ini sekarang sangat bermusuhan dengan Israel, Amerika Serikat, dan Inggris.
Apalagi ketegangan semakin meningkat sejak perang paling berdarah di Gaza meletus pada 7 Oktober 2023 dengan serangan kelompok Hamas terhadap Israel.
Serangan Hamas memicu kekerasan antara kelompok militan yang didukung Iran dan pasukan AS.
Pada upacara peringatan itu juga terus disuarakan terkait dukungan terhadap perjuangan Palestina.
Di Teheran, Raisi menuduh “entitas Zionis”, istilah Iran untuk Israel, melakukan genosida di Gaza dengan dukungan Amerika Serikat dan negara-negara Barat lainnya.
Para pendukung meneriakkan “Ganyang Amerika Serikat”, “Ganyang Israel” dan “Ganyang Inggris” di alun-alun, tempat rudal-rudal buatan Iran dan perangkat keras militer lainnya dipajang.
Raisi menuntut agar pengeboman di Jalur Gaza harus dihentikan sesegera mungkin dan menyatakan bahwa kematian rezim Zionis telah tiba, dalam pidatonya di hadapan ribuan orang di Lapangan Azadi di Teheran barat.
Dia bertanya tentang Israel, "Bagaimana sebuah rezim yang telah melanggar 400 pernyataan dan resolusi organisasi internasional dapat mematuhi perjanjian PBB?".
"Kami percaya bahwa salah satu langkah penting yang harus diambil adalah pengusiran rezim Zionis dari PBB," tegas dia.
Di sekitar Azadi Square, rudal balistik Qiam buatan Iran, drone Shahed 136, dan peluncur satelit Simorgh turut dipajang.
Perayaan tersebut dilakukan menjelang pemilihan legislatif pada 1 Maret, atau pemungutan suara nasional pertama sejak gerakan protes besar-besaran mengguncang Iran pasca kematian Mahsa Amini pada 16 September 2022.
Amini (22), meninggal setelah ditangkap karena diduga melanggar aturan berpakaian ketat bagi perempuan di Republik Islam itu.