Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Suhu di Antarktika Naik 40 Derajat Celsius di Atas Rata-rata, Ini Penyebab dan Dampaknya

April 09, 2024 Last Updated 2024-04-09T08:17:59Z

Benua Antarktika pernah dilanda gelombang panas luar biasa yang memicu kenaikan suhu hingga 40 derajat Celsius di atas rata-rata suhu musiman pada Maret 2022.


Para peneliti mengungkapkan, peristiwa tersebut merupakan lonjakan tertinggi di atas rata-rata suhu musiman yang pernah tercatat di Antarktika.


Meskipun tampak seperti anomali, namun kenaikan suhu di Antarktika tersebut kemungkinan besar merupakan pertanda apa yang akan terjadi pada Bumi di masa depan, dikutip dari IFL Science, Senin (8/4/2024).


Lonjakan panas ini tercatat di stasiun penelitian Concordia-Dome C yang berada jauh di dalam Antarktika Timur pada 18 Maret 2022, tetapi angka-angka tersebut baru terungkap dalam sebuah penelitian awal tahun ini.


Suhu rata-rata di Antarktika


Studi yang diterbitkan dalam Jurnal Iklim American Meteorological Society menyatakan, suhu rata-rata tahunan di Concordia adalah sekitar -55 derajat Celsius.


Meskipun demikian, suhunya terkadang bervariasi antara -30 derajat Celsius pada musim panas dan -80 derajat Celsius pada musim dingin.


Bulan Maret adalah bulan transisi menuju musim dingin Antarktika, dengan suhu rata-rata harian umumnya berkisar -50 derajat Celsius.


Pada suatu hari di akhir musim panas Maret 2022, stasiun terpencil tersebut mencatat rekor suhu sepanjang masa sebesar -9,4 derajat Celsius, atau sekitar 40 derajat Celsius lebih tinggi dari rata-rata suhu musiman.


Selain itu, cakupan gelombang panas yang terjadi di Antarktika juga sangat luas.


Para peneliti memperkirakan bahwa area seluas 3,3 juta kilometer persegi (1,21 mil persegi) di Antarktika Timur juga melampaui rekor suhu bulanan dibanding Maret sebelumnya pada tahun 2022.


Suhu yang relatif sejuk menyebabkan sejumlah besar es mencair di sekitar Antarktika.


Di sisi lain, daerah pesisir menyaksikan pencairan permukaan yang meluas, yang berkontribusi pada rekor luas es laut yang paling rendah.


Penyebab gelombang panas di Antarktika


Gelombang panas yang terjadi di Antarktika tersebut karena adanya aktivitas siklon tropis dahsyat di Samudra Hindia yang membuang udara yang relatif hangat dan lembap ke bagian dalam Antarktika.


Selain itu, intrusi sungai atmosfer juga menyelimuti dataran tinggi Antarktika Timur dengan lapisan awan yang tebal, yang memerangkap panas di atmosfer yang lebih rendah.


"Anomali suhu tinggi yang mengejutkan ini tidak dapat dipisahkan dari perubahan iklim yang lebih luas yang dihadapi planet kita," kata para peneliti, dilansir dari IFL Science.


Gelombang panas yang terjadi di Antartika pada Maret 2022 awalnya dianggap sebagai sebuah peristiwa langka yang hanya terjadi satu dari 100 tahun.


Akan tetapi, para ilmuwan memperingatkan, perubahan iklim akan memastikan bahwa ini bukan hanya kejadian aneh yang terjadi sekali saja.


Kutub Utara di sisi lain planet ini saat ini menanggung beban terberat dari perubahan iklim, dengan suhu rata-rata meningkat empat kali lebih cepat dari rata-rata global.


Sebelumnya diyakini bahwa Antarktika tidak terlalu rentan terhadap perubahan iklim dibandingkan dengan sebagian besar wilayah di dunia, terutama Kutub Utara.


Namun temuan terbaru ini jelas menunjukkan bahwa benua "raksasa yang sedang tidur" di belahan Bumi selatan ini mulai merasakan dampaknya.


"Di seluruh dunia, peristiwa suhu dan cuaca ekstrem memecahkan rekor dengan selisih yang lebar dan peristiwa ini menunjukkan bahwa Antartika tidak kebal terhadap tren yang sedang terjadi," kata salah satu penulis studi dan Wakil Pemimpin Sains untuk tim Atmosfer, Es, dan Iklim di British Antarctic Survey, Dr Tom Bracegirdle.


Menurut Bracegirdle, peristiwa ekstrem adalah aspek kunci untuk memahami bagaimana sistem Bumi dan tempat-tempat beku akan merespons pemanasan global, termasuk dalam jangka waktu berapa lama.


"Sangat penting bagi kita untuk meningkatkan pemahaman tentang bagaimana perubahan iklim akan memengaruhi tingkat keparahan dan frekuensi kejadian ekstrem di Antarktika," imbuhnya.

×