Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menyampaikan kegundahannya di hadapan warga Parungpanjang, Kabupaten Bogor, dalam kegiatan Abdi Nagri Nganjang Ka Warga.
Di tengah acara, terjadi momen emosional ketika Dedi mengaku kerap menangis setiap kali menyaksikan kondisi alam di Bogor.
"Kang Dedi kunaon ceurik wae, lain ceurik teu boga pamajikan, tapi ceurik nyengceurikan ieu lembur (Kang Dedi kenapa terus menangis, bukan menangis karena tak punya istri, tapi menangisi ini kampung)," ujar Dedi dikutip dari Tribun Jabar, Senin (14/7/2025).
Ia mengaku sedih karena banyak gunung di Bogor yang digali dan dihancurkan demi proyek-proyek properti di Jakarta dan Tangerang, membuat rakyat sengsara sementara para pemodal menjadi kaya.
"Gunung Rentul, batu sing gulutuk, jadi wangunan di Tangerang, jadi wangunan di Jakarta, ngalahirkeun properti, (gunung, batu menjadi bangunan di Tangerang, Jakarta, melahirkan properti), " ungkapnya.
"Jelema nu baleunghar ti gunung batu nu aya didieu," tambah Dedi.
Sindiran untuk Konglomerat
Dalam kesempatan itu, Dedi juga menyentil para konglomerat yang menikmati keuntungan besar dari hasil tambang, sementara rakyat setempat menderita karena debu, polusi, dan jalan rusak.
"Ngalahirkeun konglomerat-konglomerat, ari rakyatna masyarakat lebu ngebul, unggal poe jalan renyul,(melahirkan para konglomerat, sedangkan rakyatnya hanya menerima debu, tiap hari jalan rusak)," kata Dedi dengan nada getir.
"Nu maot unggal usik, penyakit Ispa kuring ceurik, teungteuingeun ieu nagara, ngakaya ka rakyatna sorangan, (yang meninggal banyak, penyakit ISPA saya menangis, tega nian ini negara, membuat rakyat menderita)," tambahnya.
Dedi juga menyayangkan mengapa masalah ini tidak kunjung selesai, padahal sudah berulang kali dibahas bersama pemerintah kabupaten.
"Sumoreang ka alam ka tukang baheula, pan aya Pakuan Pajajaran," ujarnya, mengingatkan kembali nilai-nilai luhur leluhur Sunda.
"Pakuan Pajajaran aya Kanjeng Prabu Siliwangi, Sri Baduga Maharaja Jaya Dewata Ratu Haji bubar kata tauran di Pakuan ngahiang teuing kamana leungit tanpa lebih ilang tanpa ninggalkeun rakyatna nu sing gorowok, sing koceak papentar paham jeung pamimpinna," tutur Dedi, menyelipkan kritik dengan gaya bahasa Sunda.
Keresahan Warga Parungpanjang
Selain soal kerusakan alam, Dedi Mulyadi juga mendengar keluhan warga terkait kondisi jalan di Parungpanjang yang rusak parah akibat lalu lintas truk tambang.
Ia mengaku sudah berbicara dengan kepala Bappeda untuk mengalokasikan anggaran Rp100 miliar guna memperbaiki jalan tersebut.
"Barusan saya sempat menelepon kepala Bappeda. Saya paksa perubahan anggaran masuk dari Rp100 miliar untuk membenahi jalan Parung Panjang," katanya.
Ia menegaskan jalan yang ada bukan hanya untuk kepentingan tambang, tetapi untuk rakyat.
"Saya tidak rela rakyat saya yang tergilas ditindas. Saya tidak rela rakyat saya menderita, napasnya sesak menghirup debu dari aktivitas pertambangan di sini. Saya menangis karena rakyat saya hanya dijadikan keset oleh penguasa," ucapnya yang disambut tepuk tangan hadirin.
Terakhir, ia mengingatkan pejabat agar menjadikan rakyat sebagai tujuan dari kekuasaan, bukan sekadar alat untuk mengejar jabatan.
"Tapi jadikan rakyat sebagai tujuan dari jabatan kita. Kita punya jabatan bukan untuk diri kita. Kita punya jabatan untuk rakyat kita," tegas Dedi.