Menteri Pertahanan Israel Israel Katz menyatakan pihaknya berencana membuat sebuah kamp di Rafah dan mengurung seluruh penduduk Gaza di area tersebut.
Kalangan pakar mengkritik rencana ini sebagai "cetak biru kejahatan terhadap kemanusiaan" sekaligus pembuatan "kamp konsentrasi" untuk masyarakat Palestina.
Media Israel, Haaretz, pada Senin (7/7/2025) melaporkan, Katz mengutarakan rencana tersebut dalam sebuah konferensi pers bersama para jurnalis Israel.
Dia menyebut otoritas Israel akan "memindahkan" 600.000 penduduk Gaza ke dalam kamp yang disebut "kota humaniter" sebagai awalan.
Katz mengatakan penduduk Palestina yang dimasukkan kamp akan melalui "skrining keamanan" sebelum masuk. Mereka yang masuk tidak akan dibolehkan keluar.
Menurut dia, pembuatan kamp tersebut menjadi awal dari "rencana emigrasi" atau pengusiran masyarakat Palestina dari Gaza. Dia pun yakin rencana ini akan terwujud kendati ditentang komunitas internasional.
Sejarawan Holocaust di Universitas Ibrani Yerusalem, Amos Goldberg menyatakan, rencana yang diutarakan Katz sama saja dengan "kamp konsentrasi atau kamp transit" sebelum pemerintah Israel mengusir warga Palestina dari Gaza.
"Ini bukan sebuah kota ataupun humaniter. Sebuah kota adalah tempat di mana Anda memiliki kemungkinan bekerja, mencari uang, menjalin koneksi, dan memiliki kebebasan bergerak. Ada rumah sakit, sekolah, universitas, dan kantor (di kota)," kata Goldberg, dikutip The Guardian.
"Bukan itu yang ada di pikiran mereka (pemerintah Israel). Ini (kamp yang direncanakan Israel) bukanlah tempat yang layak ditinggali, sama seperti 'area aman' yang saat ini tidak layak ditinggali."
Sementara juru bicara Agensi Pekerjaan dan Pemulihan PBB untuk Pengungsi Palestina di Timur Dekat (UNRWA), Tamara Al-Rifai, menyatakan rencana Israel untuk membuat kamp pengasingan di Rafah, tidak manusiawi.
Rencana Israel tersebut disebutnya akan menciptakan "penjara terbuka" paling melebihi kapasitas di dunia.
"Tidak ada yang manusiawi atau humaniter untuk mengurung 600.000, kemudian seluruh penduduk Gaza, ke dalam area yang sangat dipengaruhi pasukan Israel," kata Al-Rifai, seperti dilansir Al Jazeera, Selasa (8/7/2025).