Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Kisah Wanita Vietnam di Balik Bom AS, Pelopor Penghancur Bunker Nuklir Iran

Juli 01, 2025 Last Updated 2025-07-01T11:11:49Z


Seorang wanita Amerika Serikat (AS) berdarah Vietnam, Nguyet Anh Duong, mendapat sorotan setelah militer AS menjatuhkan bom penghancur bunker (bunker-buster) di tiga fasilitas nuklir bawah tanah Iran pada Minggu (22/6/2025).


Duong, yang dijuluki “The Bomb Lady”, pernah memimpin pengembangan senjata seperti bom yang digunakan dalam serangan AS terhadap Iran.


“Saat saya membaca rincian teknisnya, saya langsung merasa familiar,” kata Duong, kini berusia 65 tahun, dalam wawancara di rumahnya di Maryland, AS.


Dilansir dari New York Times, Senin (30/6/2025), Duong adalah ilmuwan yang menciptakan bom BLU-118/B, sebuah bom termobarik berpemandu laser yang dirancang untuk menghancurkan ruang tertutup seperti terowongan Al Qaeda di Afghanistan.


Bom ini menghasilkan ledakan bersuhu tinggi dan berdurasi panjang, sehingga pasukan militer tidak perlu menyisir bukit dan gua satu per satu.


Siapa Nguyet Anh Duong?


Nguyet Anh Duong lahir di Saigon, Vietnam Selatan, pada 1960, dan tumbuh di tengah Perang Vietnam.


Ayahnya adalah pejabat tinggi pertanian Vietnam Selatan, sementara kakaknya seorang pilot helikopter militer.


"Saya menangis di gerbang rumah dan berharap punya tongkat ajaib, agar kakak saya bisa pulang dengan selamat," kenangnya.


April 1975, beberapa hari sebelum jatuhnya Saigon, Duong dan keluarganya berhasil naik ke kapal angkatan laut Vietnam Selatan menuju Filipina, sebelum akhirnya mendapat suaka politik di AS. Mereka menetap di Washington DC, disponsori oleh sebuah gereja lokal.


"Kami datang sebagai pengungsi tanpa apa-apa, dan bertemu begitu banyak orang Amerika yang baik hati," katanya.


Meski awalnya tidak bisa berbahasa Inggris, Duong membuktikan diri sebagai pelajar unggul.


Ia lulus dengan predikat kehormatan dari University of Maryland jurusan teknik kimia, lalu meraih gelar master di bidang administrasi publik.


Pada 1983, wanita berusia 65 tahun ini mulai bekerja sebagai Insinyur Kimia di laboratorium Angkatan Laut AS, Indian Head Naval Surface Weapons Center.


Dari 1991-1999, ia mengelola semua program penelitian dasar, eksplorasi, dan pengembangan lanjutan Angkatan Laut dalam bahan peledak berkekuatan tinggi.


Kemudian sejak 2009, Duong menjabat sebagai Direktur Divisi Perbatasan dan Keamanan Maritim dalam Direktorat Sains dan Teknologi Departemen Keamanan Dalam Negeri AS.


Merancang senjata pemecah gua


Setelah serangan 11 September 2001, Kolonel Thomas Ward dari Badan Pengurangan Ancaman Pertahanan memintanya bertindak cepat.


Duong dan timnya yang berjumlah 100 orang meringkas riset lima tahun hanya dalam 67 hari.


Mereka menciptakan peledak thermobaric yang bisa dituangkan seperti adonan ke dalam casing bom AU. Produk akhirnya bernama bom BLU-118/B.


"Bom ini dirancang untuk membakar terowongan Al Qaeda di Afghanistan, agar prajurit kita tidak perlu masuk ke sana satu per satu," jelas Duong.


Bom tersebut kemudian digunakan secara luas di medan tempur dan diyakini memperpendek perang terpanjang dalam sejarah AS.


Ketika ditanya apakah pengembangan senjata akan menciptakan perang atau perdamaian, ia menjawab, "Perdamaian atau perang adalah keputusan manusia.”


"Senjata hanyalah alat, sama seperti ribuan alat lainnya. Jika kita berkata negara cinta damai tidak butuh senjata, itu seperti berkata kita tidak perlu tentara,” imbuhnya.


Peran dalam serangan ke Iran


Bom GBU-57 Massive Ordnance Penetrator (MOP), sejenis “bunker buster” yang digunakan dalam serangan AS ke situs nuklir Fordow dan Natanz di Iran, merupakan evolusi dari teknologi yang pernah Duong kembangkan.


Meski ia tidak terlibat langsung dalam serangan, Duong menyebut pengalamannya sebagai bagian dari komunitas kecil pembuat bahan peledak.


"Saya melihat bahan peledaknya, dan langsung teringat akan wajah-wajah sahabat lama," ujarnya.


"Kami di komunitas pengembang bahan peledak ini kecil. Kami saling kenal dan banyak bekerja sama. Ini bukan hanya karya saya—semua adalah hasil kerja tim,” tambah Duong.


Warisan dan penghargaan


Duong menerima banyak penghargaan, termasuk Medali Pelayanan Publik Samuel J Heyman pada 2007.


Meski masa kecilnya dihantui perang, ia tidak melihat kontradiksi dalam pekerjaannya sebagai pengembang senjata.


“Tugas utama kami adalah memastikan tentara kita pulang hidup-hidup,” tegasnya.


Hal yang paling ia ingat dari kontribusinya di bidang militer adalah saat seorang tentara menghampirinya dalam konferensi di Arizona tahun 2013.


"Dia berkata, 'Terima kasih, Anh. Kau menyelamatkan hidupku dan kawan-kawanku.' Dan saya jawab, 'Saya yang seharusnya berterima kasih karena kamu mempertaruhkan nyawamu.'" ucap Duong menirukan tentara tersebut.


Kini, Duong dan suami, yang juga merupakan imigran asal Vietnam, tengah menikmati masa pensiun di Maryland sejak 2020 bersama keempat anak mereka.


Ia juga mengungkapkan kebangaannya bisa tinggal dan menjadi Warga Negara AS.


“Anak-anak saya suka bertanya kenapa saya bilang kita sudah menang lotre. Saya jawab, karena kita ada di sini, di negara ini,” ujarnya.


“Kadang butuh orang luar untuk menyadari bahwa meski tak sempurna, negara ini adalah surga,” imbuh Duong.

×