Kasus penyakit akibat kencing tikus atau leptospirosis di Kota Yogyakarta bertambah lagi. Jumlah kasus pasiennya yang meninggal kini sebanyak tujuh orang atau bertambah satu sejak 10 Juli lalu.
Karenanya, Wali Kota Yogyakarta Hasto Wardoyo menyatakan akan segera membahas kemungkinan penetapan status Kejadian Luar Biasa (KLB) dengan jajarannya di Dinas Kesehatan. "Kami segera membahas kasus ini karena untuk penetapan KLB perlu mengikuti rumusan-rumusannya, untuk menetapkan KLB atau tidak," ujar Hasto pada Senin, 28 Juli 2025.
Hasto yang juga seorang dokter kandungan itu menuturkan, sebelum menetapkan status KLB, langkah pertama pihaknya segera memetakan sebaran kasus itu di Kota Yogyakarta. "Kasusnya terbanyak terjadi di daerah seperti apa dan bagaimana, dari situ akan diketahui trennya, lalu langkahnya," kata dia.
Hasto meminta, masyarakat juga lebih ketat menjaga kebersihan lingkungan agar tak ikut terpapar penyakit itu. Ia menilai, menjaga kebersihan saat musim kemarau seperti saat ini relatif lebih mudah dibandingkan saat musim hujan. Seperti diketahui, kasus leptospirosis mulai meledak jumlahnya pada semester pertama 2025 yang langsung menelan korban jiwa lima orang.
Kepala Bidang Pencegahan, Pengendalian Penyakit, Pengelolaan Data, dan Sistem Informasi Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, Lana Unwanah, menuturkan, warga terjangkit leptospirosis masih terus bertambah. Dari 19 kasus per awal Juli lalu, kini bertambah menjadi 21 kasus, "dengan korban meninggal tujuh orang."
Lana mengunkapkan bahwa penetapan status KLB masih dikaji sejumlah pihak--bukan hanya Dinas Kesehatan. "Untuk penentuan KLB perlu proses yang melibatkan berbagai pihak, kebijakan daerah, dan mengikuti prosedur yang ditetapkan, baik secara teknis maupun administratif," ujarnya.
Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta mencatat, kematian yang disebabkan oleh infeksi bakteri Leptospira tersebut umumnya terjadi di rumah sakit. Sejumlah kasus juga menunjukkan, pasien atau keluarga pasien tidak mengetahui jika penyakit yang diderita adalah leptospirosis yang bisa berakibat fatal jika tidak segera diberikan tata laksana secara cepat dan benar.
Berdasarkan hasil penyelidikan epidemiologi dari 5 pasien meninggal pada semester pertama 2025, hanya satu orang yang periksa di puskesmas dan dirujuk ke rumah sakit. Selebihnya berobat ke dokter praktik mandiri, klinik, dan langsung ke rumah sakit karena gejala berat yang dirasakan.
Pasca-lonjakan kasus dan angka kematian akibat leptospirosis, Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta melakukan sejumlah upaya pengendalian dan pencegahan penularan. Termasuk memasang perangkap tikus secara massal di sebuah kampung asal pasien meninggal. Tikus yang berhasil diperangkap diperiksa kandungan bakterinya di laboratorium.
Kemunculan setiap gejala klinis leptospirosis, menurutnya, juga harus bisa ditangkap secepatnya oleh tenaga medis di fasilitas pelayanan kesehatan terutama Puskesmas, dokter praktek mandiri dan klinik. "Untuk kemudian diberikan tata laksana yang tepat sehingga infeksi dan dampak lebih lanjut berupa komplikasi yang merusak organ penting dapat dicegah," kata Lana.