Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Skor 149-0! Aksi Protes Gila Ini Pecahkan Rekor Dunia, Bikin Dunia Sepak Bola Geger

Agustus 03, 2025 Last Updated 2025-08-03T10:34:19Z

 


Kisah ini bukan soal kemenangan atau kekalahan, tapi soal protes paling gila yang pernah terjadi dalam sejarah sepak bola dunia. Pada 2002, sebuah laga di Liga Madagaskar mencatat skor tak masuk akal: 149-0, semuanya adalah gol bunuh diri.


Pertandingan itu bukan hasil dominasi, tapi bentuk frustrasi mendalam dari tim SO l’Emyrne (SOE) atas keputusan wasit yang mereka anggap merampok gelar juara mereka.


Mereka memilih cara ekstrem untuk menyuarakan ketidakadilan: mencetak gol ke gawang sendiri terus-menerus selama 90 menit.


Skor tersebut akhirnya tercatat dalam Guinness World Records sebagai kemenangan dengan skor tertinggi sepanjang sejarah sepak bola.


Namun, ironisnya, ini juga menjadi salah satu tragedi moral dalam dunia olahraga karena memperlihatkan betapa dalamnya luka akibat sistem yang dianggap tidak adil.


Akar dari drama ini bermula dari laga penentuan gelar antara SOE dan DSA Antananarivo, dua laga sebelum pertandingan terakhir melawan AS Adema.


Baca Juga: Ladang Pembantaian, Tajikistan U-17 Gelontor 33 Gol ke Gawang Guam U-17, Pecahkan Rekor Skor Terbesar Sepanjang Sejarah Sepak Bola Dunia?


SOE yang hanya butuh hasil imbang harus menelan kekalahan 3-2 karena penalti kontroversial di menit akhir.


Wasit Benjamina Razafintsalama memberi hadiah penalti yang dinilai tak masuk akal oleh para pemain SOE. Gol penalti itu memastikan gelar jatuh ke tangan AS Adema bahkan sebelum laga terakhir digelar.


Para pemain SOE merasa hasil itu bukan sekadar kekalahan, melainkan bentuk sabotase terhadap kerja keras mereka sepanjang musim. Mereka percaya gelar telah dirampok oleh sistem yang rusak dan wasit yang tidak netral.


Dengan gelar yang sudah melayang, laga melawan AS Adema menjadi panggung untuk aksi balas dendam yang tidak biasa. Alih-alih bermain normal, SOE menggunakan pertandingan tersebut sebagai alat perlawanan.


Pada 31 Oktober 2002, wasit meniup peluit kick-off dan drama paling absurd dalam sejarah sepak bola pun dimulai. Para pemain SOE langsung menggiring bola ke arah gawang mereka sendiri dan mencetak gol bunuh diri.


Gol demi gol terus mengalir, satu setiap kurang dari satu menit. Para pemain AS Adema hanya berdiri diam, kebingungan dengan apa yang mereka saksikan.


Tidak ada usaha dari SOE untuk menyerang lawan ataupun mempertahankan gawang mereka. Semua aksi mereka terkoordinasi rapi seolah sudah dilatih, seakan mereka hanya ingin satu hal: membuat pernyataan.


Pelatih SOE, Zaka Be, berdiri di pinggir lapangan memberikan instruksi agar aksi terus berjalan. Ia tidak bersembunyi, justru dengan jelas mendukung protes ini sebagai bentuk perlawanan terbuka terhadap federasi.


Penonton yang hadir di stadion terpecah reaksinya. Sebagian marah dan meminta pengembalian uang tiket, sementara yang lain justru menertawakan absurditas yang terjadi.


Selama 90 menit, tidak ada usaha menghentikan pertandingan karena tidak ada aturan yang dilanggar secara teknis. Gol bunuh diri tidak termasuk pelanggaran dalam Laws of the Game FIFA.


Skor pun berakhir 149-0 untuk kemenangan AS Adema, dan seluruh gol dicetak oleh para pemain SOE ke gawang mereka sendiri. Dunia tercengang, media internasional langsung memberitakan tragedi ini ke seluruh penjuru.


Federasi Sepak Bola Madagaskar (FMF) langsung turun tangan dan menggelar investigasi cepat. Hasilnya: sanksi keras dijatuhkan untuk para pelaku aksi ini.


Pelatih Zaka Be dihukum larangan berkecimpung dalam dunia sepak bola selama tiga tahun. Ia juga dilarang memasuki stadion selama masa hukuman tersebut.


Empat pemain utama SOE — termasuk sang kapten dan kiper — dijatuhi larangan bermain hingga akhir musim. Mereka juga tidak boleh memasuki stadion sebagai bagian dari sanksi disipliner.


Sementara pemain lainnya hanya mendapat peringatan keras tanpa hukuman tambahan. FMF ingin memberi sinyal aksi mencederai sportivitas tidak bisa dibenarkan meski bermotif protes.


Menariknya, hasil pertandingan 149-0 tetap dinyatakan sah oleh FMF. Keputusan ini menjadi ironi besar, karena skor protes justru diakui resmi dan tercatat dalam sejarah.


Wasit dalam laga tersebut tidak menerima sanksi apapun karena dianggap tidak melanggar peraturan. Padahal seluruh rangkaian drama ini bermula dari kepemimpinannya dalam pertandingan sebelumnya.


Aksi protes SO l’Emyrne menjadi salah satu kisah paling kelam dan unik dalam sejarah olahraga. Ini bukan sekadar pertandingan, tapi bentuk ekspresi ekstrem dari kemarahan yang meledak karena sistem yang dianggap tak adil.


Skor 149-0 bukanlah kemenangan siapa-siapa, melainkan pengingat keras integritas dalam olahraga adalah segalanya.


Dan jika keadilan dirasa hilang, bahkan lapangan hijau pun bisa berubah menjadi panggung protes paling gila yang pernah ada.

×