PECAHAN kaca gelap atau tektit di Australia berpotensi menjadi bukti hantaman asteroid raksasa pada 10,76 juta tahun yang lalu. Peneliti menemukan batu warna hitam pekat berbentuk bulat dan abstrak tersebut di berbagai wilayah.
“Yang membuat penelitian semakin menarik adalah ilmuwan belum menemukan kawah itu,” kata Fred Jourdan, ahli geokimia di Curtin University, dikutip dari situs resmi Curtin University pada Kamis, 18 September 2025.
Penelitian yang terbit di jurnal Earth and Planetary Science Letters, pada 29 Agustus 2025, berjudul ‘A new tektite strewn field in Australia ejected from a volcanic arc impact crater 11 Myr ago’ . Tim penulisnya terdiri dari 9 peneliti gabungan dari kampus di Prancis dan Australia.
Menurut Fred, batuan ini terbentuk ketika asteroid menabrak Bumi dan meleleh, serta terpecah berkeping-keping dan terpental sejauh ribuan kilometer. Pemahaman soal dampak tabrakan asteroid ini penting untuk menilai risiko serupa di masa depan. Artinya, penemuan ini bisa menyokong pengembangan pertahanan planet. “Potongan-potongan kaca kecil ini seperti kapsul waktu kecil dalam sejarah planet kita,” ujarnya
Ada 8 spesimen tektit yang pertama kali ditemukan dan diidentifikasi, merujuk sebuah studi oleh Chapman dan Scheiber pada 1969. Tim peneliti lain, termasuk Jourdan, mengidentifikasi 6 spesimen baru dari koleksi South Australian Museum.
Berdasarkan analisis komposisi kimia dan isotop, batuan ini ditengarai pecahan dari wilayah Pulau Sulawesi, Pulau Luzon, bisa juga dari Bismarck di Papua Nugini, yang merupakan lokasi bekas tumbukan asteroid. Batu kaca berwarna hitam ini kemudian dinamai Ananguite untuk menghormati suku Aborigin Anangu, masyarakat adat di Australia.
Anna Musolino, peneliti di Aix-Marseille University, mengatakan batuan ini berbeda dari tektit Australasia yang terbentuk 780 ribu tahun yang lalu dan tersebar di separuh belahan Bumi. “Tektit ini (Ananguite) jauh lebih tua, dan penemuan mereka menunjukkan dampak raksasa yang sebelumnya tidak dikenali,” tutur dia.

