Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Sisi Lain Marc Marquez, Tak Berambisi Samai Valentino Rossi dan Tolak Anaknya Kelak Terjun ke Balap Motor

Oktober 11, 2025 Last Updated 2025-10-11T12:16:12Z

 




Pembalap Ducati Lenovo, Marc Marquez, berbicara di paddock Sirkuit Motegi, beberapa jam sebelum berlaga dalam balapan yang berpotensi memberinya gelar juara dunia kesembilan dan ketujuh pada MotoGP.


Marquez lakukannya di tempat di mana ia telah meraih tiga gelar juara dunia sebagai pembalap Honda, tetapi kini berpeluang meraihnya untuk pertama kalinya dengan mengendarai Ducati.


Balapan di Jepang dipandang sebagai momen penentu. Dia hanya perlu mengalahkan adiknya, Alex Marquez, dengan selisih tiga poin untuk semakin dekat dengan gelar juara.


Namun, Marquez sadar bahwa jika ia tidak meraihnya di Motegi, ia masih memiliki kesempatan di Indonesia. Bagi banyak orang, gelar ini akan mengukuhkannya sebagai salah satu pembalap terbaik dalam sejarah, tetapi Marquez sendiri mengecilkan anggapan tersebut.


 "Saya tidak setuju," kata Marquez ketika ditanya apakah gelar ini akan menjadikannya yang terhebat dalam sejarah dilansir BolaSport.com dari MotoSan.


Bagi Marquez, penilaian para pembalap seharusnya berdasarkan angka, bukan opini atau sentimen populer.


"Angka tidak berbohong, dan itulah yang akan terjadi 50 tahun dari sekarang. Sayangnya, karier atlet bukan hanya tentang angka, tetapi juga tentang momen, cedera, kemampuan beradaptasi, dan perasaan," ucap Marc kepada AS.


Refleksi ini menunjukkan pendekatannya yang pragmatis dan matang, yang berfokus pada fakta, alih-alih narasi romantis rekor.


Menurut Marquez, nilai gelar ini tidak hanya terletak pada kemenangan atau statistik, tetapi juga pada keberhasilannya mengatasi mimpi buruk cedera dan operasi yang membahayakan kariernya.


Ia mengakui bahwa keputusan untuk beralih dari Honda ke Ducati dan meninggalkan zona nyamannya bukan sebuah kebetulan, melainkan konsekuensi dari menghadapi situasi yang tak pernah ia bayangkan.


"Bagi saya, keputusan pertama adalah keputusan yang tak Anda cari, tak Anda putuskan, dan Anda temukan sendiri," ujar Marquez.


Marquez juga berbicara tentang hubungannya dengan panutannya dan bagaimana ia memandang sejarah MotoGP.


Menyamai sembilan gelar Valentino Rossi merupakan suatu kehormatan baginya, tetapi bukan sumber kesombongan.


Sejak kecil, idola Marquez adalah Rossi dan Dani Pedrosa meskipun ia mengaku lebih melihat dirinya pada Pedrosa karena tinggi badan dan gaya berkendaranya.


Gestur ikonisnya di podium Misano, memamerkan setelan Ducati merah dan meniru Messi, merupakan momen yang dipikirkan dengan matang, sebuah simbol motivasi dan fokus yang melampaui sekadar tontonan.


"Setelan itu memberi saya motivasi dan fokus ekstra. Saya berkata kepada diri sendiri bahwa saya harus melakukannya karena saya membayangkannya."


Mengenai persaingan, Marquez menekankan bahwa rival terbesarnya adalah dirinya sendiri, bukan lawan-lawannya di lintasan.


"Yang juga penting bagi seorang atlet adalah melepaskan diri dari lawan di titik-titik tertentu. Ini tentang memulai dengan cara terbaik, terus membangun kepercayaan diri, dan dengan cara itu Anda melepaskan diri dari lawan," tutur Marquez.


Meskipun gelar juara dunia kesepuluh mungkin tampak seperti sebuah tujuan, Marquez memandangnya secara alami.


Wawancara tersebut juga mengungkap sisi pribadinya yang lebih dalam: keinginannya untuk berkeluarga di masa depan dan kehati-hatiannya dalam menyikapi kemungkinan anak-anaknya terlibat dalam dunia balap sepeda motor.


"Tidak, karena saya tidak ingin mereka mengalami apa yang akan terjadi pada mereka," ujar Marquez.


Marquez mengakui pentingnya orang-orang yang menginspirasinya selama pemulihan, mulai dari Alberto Puig dan Mick Doohan hingga Rafael Nadal, yang dengannya ia berbagi momen motivasi dan dukungan selama masa-masa sulitnya.

×