Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Kisah Nenek Inggris Divonis Mati di Bali, Kini Dipulangkan ke Negaranya Setelah 13 Tahun di Penjara

November 07, 2025 Last Updated 2025-11-07T07:50:50Z



Setelah lebih dari satu dekade mendekam di Lapas Kerobokan, Bali, Lindsay June Sandiford, seorang nenek asal Inggris yang sempat dijatuhi hukuman mati karena menyelundupkan kokain, akhirnya bisa pulang ke negaranya.


Penyerahan Sandiford dilakukan secara resmi pada Kamis (6 November 2025) di hadapan pejabat Indonesia dan perwakilan Kedutaan Besar Inggris. Ia tampak mengenakan kemeja putih dan masker, serta menggunakan kursi roda saat dibawa menuju mobil yang mengantarnya ke Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Bali.


Awal Kasus: Kokain 4,8 Kilogram di Dalam Koper


Kasus Sandiford bermula pada Mei 2012, ketika petugas Bea Cukai Bandara Ngurah Rai menemukan 4,8 kilogram kokain tersembunyi di lapisan koper yang dibawanya dari Bangkok, Thailand.


Nilai narkotika tersebut diperkirakan mencapai 1,6 juta poundsterling atau sekitar Rp35 miliar. Dalam sidang, perempuan asal Redcar, Teesside, Inggris ini mengaku terpaksa membawa narkoba karena diancam oleh jaringan internasional yang mengancam keselamatan anak-anaknya.


Namun, pengadilan tetap menyatakan Sandiford bersalah dan menjatuhkan vonis mati pada 22 Januari 2013, jauh lebih berat dari tuntutan jaksa yang hanya meminta 15 tahun penjara. Hakim menilai aksinya mencoreng hukum Indonesia karena melibatkan jaringan peredaran narkoba lintas negara yang beroperasi di Peru, Kolombia, dan Thailand.


Upaya Banding dan Sikap Pemerintah Inggris


Sejak vonis dijatuhkan, Sandiford berulang kali mengajukan banding hingga kasasi, namun seluruh permohonannya ditolak, termasuk oleh Mahkamah Agung RI.

Ketua Majelis Hakim Artidjo Alkostar kala itu menyatakan bahwa putusan tersebut diambil secara bulat.


Pemerintah Inggris sempat memberikan dukungan diplomatik, meski menegaskan tidak akan ikut campur dalam proses hukum Indonesia. Seorang juru bicara Kementerian Luar Negeri Inggris (FCDO) mengatakan, “Kebijakan Inggris adalah menolak hukuman mati dalam kondisi apa pun.”


Meski begitu, permohonan Sandiford agar pemerintah Inggris menanggung biaya pengacaranya sempat ditolak pengadilan di London. Akibatnya, ia menjalani proses hukum dan masa tahanan dengan keterbatasan bantuan hukum.


13 Tahun Hidup di Balik Jeruji Lapas Kerobokan


Selama 13 tahun di penjara, Lindsay Sandiford hidup dalam kondisi sederhana. Dalam wawancaranya bersama MailOnline (2019), ia mengatakan masih bersyukur bisa melihat anak-anaknya tumbuh dewasa dan sempat bertemu cucunya.


“Terlepas dari semua yang terjadi, saya merasa diberkati. Tidak semua orang mendapatkan kesempatan kedua dalam hidup,” ungkapnya kala itu.


Kondisi Kesehatan Memburuk dan Seruan Kemanusiaan


Pada 2024, pengacara hak asasi manusia asal Inggris, Felicity Gerry KC, menyerukan agar pemerintah Indonesia memfasilitasi pemulangan Sandiford. Ia menilai kondisi kesehatan Sandiford yang kian menurun—menderita diabetes melitus tipe 2 dan hipertensi—layak mendapat pertimbangan kemanusiaan.


Seruan tersebut akhirnya berbuah hasil. Pada 21 Oktober 2025, pemerintah Indonesia dan Inggris menandatangani kesepakatan repatriasi narapidana melalui pertemuan antara Menko Polhukam Yusril Ihza Mahendra dan Menlu Inggris Yvette Cooper.


“Keduanya, Sandiford dan Shahab Shahabadi, memiliki masalah kesehatan serius dan dipulangkan ke Inggris atas dasar kemanusiaan,” ujar Wakil Duta Besar Inggris untuk Indonesia, Matthew Downing, dalam acara serah terima di Lapas Kerobokan.


Sementara itu, Deputi Bidang Koordinasi Keimigrasian dan Pemasyarakatan Kemenko Polhukam, I Nyoman Gede Surya Mataram, menyebut keputusan tersebut mencerminkan komitmen Indonesia terhadap penegakan hukum yang berkeadilan dan berperikemanusiaan.


Dipulangkan ke Inggris Setelah 13 Tahun


Lindsay Sandiford dijadwalkan terbang ke London melalui Doha pada Jumat dini hari, 7 November 2025. Setelah tiba di Inggris, ia akan berada di bawah pengawasan otoritas hukum setempat.


Kasusnya menjadi pengingat bahwa hukum Indonesia tetap tegas terhadap penyelundupan narkoba, namun juga membuka ruang kemanusiaan dan diplomasi internasional dalam menangani warga asing yang menghadapi hukuman berat.

×