Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Pemenuhan Janji Dewa 19 dan Kepayahan Konser Skala Stadion

Februari 05, 2023 Last Updated 2023-02-05T14:27:13Z


Menunaikan janji kepada puluhan ribu masyarakat bukanlah hal yang sepele. Sebagai grup musik yang telah lekat dengan hati dan pikiran masyarakat Indonesia, Dewa 19 amat berani untuk menggelorakan janji tersebut sejak jauh-jauh hari.


Hal itu pun ditunaikan melalui helatan akbar bertajuk Pesta Rakyat 30 Tahun Dewa Berkarya di Jakarta International Stadium (JIS) pada Sabtu (4/2).


"Sebuah pertunjukan musik untuk rakyat yang digelar di stadion bertaraf internasional," menjadi kalimat yang dibanggakan oleh Dewa sebagai entitas musik; maupun ragam pihak penyelenggara seperti Redline Kreasindo (promotor) ataupun Jakpro sebagai perusahaan penyedia venue acara.


Menurut saya, kebanggaan yang digelorakan tersebut tentu sah-sah saja, meski terkadang terasa amat menyedihkan jika dipikirkan secara menyeluruh.


Ternyata, butuh nyaris empat dekade bagi sebuah grup musik di Indonesia untuk dapat menggelar pertunjukan musik akbar di rumahnya sendiri. Itupun harus dibantu dengan intrik sana-sini di luar ranah bermusik.


Namun kalau menurut dalih pihak promotor, "band sekelas Dewa 19 sudah sepatutnya untuk menggelar helatan rutin di stadion seperti JIS."


"Hanya stadion sekelas JIS yang sanggup menampung antusias puluhan ribu Baladewa di Indonesia," sebut keterangan resmi mereka di konferensi pers beberapa bulan silam.


Pernyataan yang tidak mengada-ada memang. Sejak menelurkan album self-titled pada 1992 lalu, Dewa 19 memang menjadi sahabat sejati dari puluhan juta orang Indonesia, berkat lirik-lirik jujur yang diimbangi dengan musikalitas rapi. Tak ada keraguan soal itu.


Namun mari kesampingkan sejenak soal kedekatan publik dengan Dewa 19 ataupun janji Pesta Rakyat yang terus dinyatakan oleh pihak band maupun promotor.


Sebagai entitas grup musik, konser di JIS semalam merupakan salah satu penampilan terbaik dari Dewa 19 yang pernah saya tonton seumur hidup.


Hal ini dapat dilihat dari aspek tata cahaya, visual, hingga penampilan band yang turut melibatkan para mantan personel dari Dewa. Empat vokalis dan lima drummer dihadirkan oleh Dewa 19 sebagai rangkaian pertunjukan Dewa di malam tersebut.


Soal tata suara, saya yang mendapatkan akses berdiri di kategori Festival B tak mendapatkan kendala berarti seperti dikeluhkan oleh para penonton di area tribun.


Sejauh empat jam lebih saya berdiri, saya hanya dibuat terkesima oleh penampilan kelas wahid dari Ahmad Dhani, Yuke, Agung, Andra Ramadhan, dan empat vokalis yang tampil bergantian, mulai dari dua vokalis terkini yakni Virzha dan Marcello Tahitoe, hingga set prima milik vokalis ikonis Dewa, Once Mekel dan juga Ari Lasso.


Tak banyak hal yang bisa dikritisi dari set panjang berjumlah tiga puluh sekian dari Dewa 19. Setiap Baladewa maupun non-Baladewa pasti memiliki preferensi tembang hit yang mereka pilih sebagai pendamping hidup.


Meski, mayoritas di antara mereka tentu lebih memilih menjagokan penampilan Once ataupun Ari Lasso, dibandingkan dengan dua sosok gondrong lain yang baru masuk di Dewa pada setengah dekade belakangan.


Untuk kepentingan efek kejut sebuah pertunjukan, Virzha dan Ello tentu dipilih sebagai vokalis pembuka di set-set awal mereka.



Nomor-nomor seperti Angin, Arjuna, Restoe Boemi, hingga I Want to Break Free bergantian dibawakan oleh Virzha dan Ello, sekaligus melepas rasa penat penggemar yang telah lama menanti sejak siang hari.


Dewa 19 naik panggung sekitar pukul 20.00 WIB lewat, terlambat dari jadwal seharusnya yakni pukul 19.00 WIB. Beberapa penonton di tribun pun berulang kali menyuarakan protes karena waktu menunggu penampil utama yang terlampau lama.


Sejak Mulan Jameela membuka pertunjukan dan kelar pada 18.00 WIB, puluhan ribu penonton berangsur hadir menyesaki tribun maupun area festival untuk menanti kemunculan Dewa 19.


Hingga tembang Cinta Gila dimainkan, saya pun memilih untuk keluar sejenak. Mencari udara, jaringan ponsel, dan sedikit kudapan untuk penangkal lelah di sisa set yang masih panjang.


Entah karena faktor usia atau memang kepayahan tata letak dari penyelenggara, saya merasa amat kelelahan dengan pertunjukan musik berskala stadion seperti semalam.


Belum lagi janji set panjang yang nyatanya dituntaskan oleh Dewa semalam. Meski memuaskan hati dan kepala banyak orang, kesan dragging dan jenuh tetap muncul sehingga membuat saya terlelap sejenak di jeda tiap lagu.


Upaya-upaya kolaboratif juga ditawarkan oleh Dewa untuk menuntaskan janji pesta rakyat yang seutuhnya. Tembang Bimbang dibawakan dengan diva dangdut Elvy Sukaesih bersama Mulan Jameela, seakan mengerti bahwa dangdut adalah penawar paling mudah bagi segala suasana.


Tak hanya itu, aksi komikal dari komedian/penyanyi sempat hadir melalui sosok Andre Taulany, yang dulu dikenal sebagai vokalis Stinky, grup pop era akhir dekade 1990-an.


Bersama Dewa, Andre melantunkan tembang Mungkinkah yang menjadi primadona masyarakat di era-era awal reformasi kala itu.


Di luar itu, penampilan prima Once Mekel serta Ari Lasso yang karismatik tentu menjadi hal yang menjadi magnet utama di helatan ini. Once kebagian Roman Picisan, Dewi, Cemburu, Risalah Hati, hingga Perempuan Paling Cantik di Negeriku Indonesia.


Sementara Ari Lasso mendapatkan giliran lagu-lagu yang lebih mentereng, seperti Elang, Aku Disini Untukmu, Kirana, Aku Milikmu, Pupus, hingga berakhir dengan Kangen dan Separuh Nafas.


Menilik dari penampilan, musikalitas, konsep dan penataan set lagu, Dewa 19 tentu menunaikan secara utuh janji-janji tersebut kepada 'rakyat'-nya. Mereka membiarkan 70 ribu orang lebih berpesta.


Namun, sebuah pertunjukan musik tak bisa ditilik dari penampilan band saja. Seluruh aspek pendukung yang melibatkan pengalaman penonton menjadi sisi yang patut mendapatkan perhatian dari Dewa 19 maupun penyelenggara.


Hal yang paling banyak dikeluhkan pengunjung adalah sarana transportasi yang belum cukup efektif. Ribuan armada shuttle bus yang disediakan untuk penumpang nyatanya justru menimbulkan kemacetan masif di akhir acara.


Akses transportasi umum yang tak terintegrasi hingga buruknya kondisi trotoar adalah dua hal paling mudah untuk disorot.


Tanpa penunjang elementer seperti dua hal di atas, maka kesaksian pengalaman buruk penonton hanya tinggal menanti waktu.


Maka dapat disimpulkan, Pesta Rakyat yang dijanjikan oleh Dewa memang benar-benar tersaji. Secara langsung ataupun tidak, Dewa membuktikan kondisi yang sesungguhnya dari rakyat Indonesia - penuh derita, tanpa solusi, dan mudah sirna oleh produk hiburan semata.[SB]

×