Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Jusuf Hamka, Juragan Tol Muslim yang Bermimpi Bangun 1.000 Masjid

April 23, 2023 Last Updated 2023-04-23T04:01:21Z


Nama Mohammad Jusuf Hamka termasyhur sebagai pengusaha muslim keturunan Tionghoa. Ia juga menyandang status anak ideologis sastrawan, budayawan, sekaligus ulama Buya Hamka.


Jusuf Hamka memang punya kedekatan khusus dengan Buya Hamka. Ikatan keduanya bisa langsung terdeteksi dari predikat 'Hamka' yang terpampang di nama kedua orang hebat tersebut.


"Saya diangkat anak oleh Buya Hamka, disandangkan nama Hamka sebagai anak ideologisnya. Ya, alhamdulillah sampai hari ini. Langsung oleh Buya Hamka, semuanya, beliau yang ajarin saya (agama Islam)," kata Jusuf kepada CNNIndonesia.com di Vihara Dharma Bhakti, Jakarta Barat, Selasa (11/4).


Jusuf Hamka atau yang akrab dipanggil Babah Alun tidak lahir sebagai seorang muslim. Ia baru memeluk Islam saat usianya menginjak kepala dua.


Jusuh mengaku tumbuh dan berkembang di keluarga yang moderat. Di lain sisi, Jusuf kecil sering bersinggungan dengan masyarakat muslim saat masih tinggal di Kalimantan Timur.


Setelah hijrah ke Jakarta, Jusuf mengaku lingkungan tempat tinggalnya masih dikelilingi pemeluk agama Islam. Sampai pada akhirnya ia yakin untuk mengucapkan dua kalimat syahadat.


Nama aslinya yang awalnya Alun Josef pun berganti menjadi Mohammad Jusuf Hamka.


"Jadi semua kampung saya kampung muslim, akhirnya teman-teman saya muslim semua. Berinteraksi, lama, berjalan, saling suka dan saya lihat baik, kemudian saya memeluk Islam," ungkapnya.


Ia bahkan mengaku mendapat wejangan khusus dari sang ayah ideologis. Jusuf menjelaskan Buya Hamka menitipkan amanat kepadanya untuk terus menyiarkan ajaran Islam kepada kaum Tionghoa.


Menurut pesan Buya Hamka kepadanya, Islam adalah agama leluhur bangsa China. Namun, paham komunisme yang masuk ke Negeri Tirai Bambu itu membuyarkan segalanya.


Terlepas dari itu, Jusuf menegaskan dirinya selalu menjunjung tinggi sila ketiga Pancasila, yakni 'Persatuan Indonesia'. Menurutnya, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) harga mati dan persatuan harga pasti.


Jusuf juga dikenal dengan impiannya membangun 1.000 masjid di Indonesia. Lantas, bagaimana perjalanan spiritual Jusuf Hamka sampai mantap memeluk agama Islam?


Bapak dilahirkan di keluarga yang seperti apa? Bagaimana ayah dan ibu dulu mendidik Bapak?

Ayah saya dosen, ibu saya guru sekolah menengah atas (SMA). Kami semua asli dari Balikpapan, Kalimantan Timur. Ayah saya masih keturunan Kutai, Ibu saya keturunan Tionghoa-Dayak. Semua mix, sampai akhirnya orang tua dari hulu Mahakam ke Kota Samarinda, lalu ke Ibu Kota Jakarta sampai hari ini.


Keluarga saya moderat karena keluarga pendidik. Jadi kami gak ada masalah soal toleransi, soal apa, karena tidak diajarkan untuk fanatik.


Ayah saya Kristen, Ibu saya Kristen dan Buddha juga. Kadangkala ikut ke Kelenteng. Kakak saya ada yang Islam, kedua Buddha, ketiga Kristen, saya muslim, adik saya ada yang muslim, ada yang Kristen. Jadi campur baur.


Bagaimana awal mula Bapak menjadi mualaf?

Pergaulan saya dari kecil karena kampung saya kampung muslim waktu di Jakarta. Di sana pun kampung Muslim, banyak orang Bugis, orang Banjar di Samarinda. Di Jakarta juga banyak orang-orang dari suku Madura, suku Jawa dari Pati. Jadi semua kampung saya kampung muslim, akhirnya teman-teman saya muslim semua. Berinteraksi, lama, berjalan, saling suka dan saya lihat baik, kemudian saya memeluk Islam.


Umur berapa, 21 tahun kali ya. Ke Masjid Agung Al Azhar, dengan Buya Hamka. Kemudian saya diangkat anak oleh Buya Hamka disandangkan nama Hamka sebagai anak ideologisnya. Ya, alhamdulillah sampai hari ini. Langsung oleh Buya Hamka, semuanya, beliau yang ajarin saya.


Apa yang paling diingat dari Buya Hamka?

Saya disuruh menyebarkan syiar Islam ke kalangan teman-teman Tionghoa, 'Ajaklah mereka kembali ke agama leluhur mereka'. Karena agama leluhur mereka sebenarnya adalah Islam, begitu komunis masuk diberangus semua sehingga mereka jadi seolah-olah tidak punya agama.

Apa benar Bapak punya cita-cita membangun 1.000 masjid?

Alhamdulillah baru 7. Jadi disentil Tuhan saja, disentil Allah, 1.000. Padahal mau ngomong 10, ya sudah 1.000.


Akhirnya Pak Sofyan Djalil, bekas Menteri ATR/BPN bilang, "Jusuf, jangan banyak-banyak. Nanti kalau masjidnya kosong, engkau juga dosa. Bikin 10 sajalah atau 20, selanjutnya bikin kebajikan sisanya". Oh ya sudah saya ikut.


Sekarang alhamdulillah sudah tujuh masjid, yang gaya Babah Alun. Ada dua (lainnya) tapi tidak gaya Babah Alun. Jadi totalnya sembilan. Ya, 20 bisalah, masih ada umur. Gak 1.000, paling 20, selanjutnya bikin kebajikan. Bikin jembatan, jalan, saluran air. Gak tahun ini, tahun depan (membangun 20 masjid).


Bapak punya ide membangun skema tol syariah. Bagaimana progresnya sejauh ini?

Jalan tol, tetapi nanti sistem pembagiannya para pemegang saham dibagi dengan syariah sistemnya. Traffic naik, profit naik. Traffic turun, profit turun. Lagi dikaji dengan akademisi dari Universitas Airlangga dan Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT).


Bapak sekarang sibuk sekali dengan Tol Cisumdawu, terlebih akan beroperasi secara fungsional di mudik Lebaran tahun ini. Apa benar Tol Cisumdawu murni pakai duit pribadi, tidak ada pinjaman bank?

Itu InsyaAllah kelar dan gak pakai duit bank, gak pakai duit negara. Karena banyak orang nyinyir bahwa kita pakai uang negara, uang bank sama dengan uang negara kepada pemerintah. Akhirnya saya bilang, 'Gak, saya gak mau pakai uang ini (pinjaman bank)'. Sekarang sudah habis Rp12,5 triliun.


Orang tua Bapak katanya moderat. Lantas, bagaimana sekarang Bapak mendidik anak-anak?

Sama. Silakan saja. Toh, ternyata anak saya muslim semua kan. Yang satu dapat orang Lahat, yang satu dapat orang Irak. Jadi pembauran di keluarga kami sudah selesai. Dari nusantara sampai mancanegara mantu gue (sembari tertawa).


Bapak sering pamer salam 3 jari. Apa maksudnya?

Sila ketiga, persatuan Indonesia. Lu kalau ngomong NKRI harga mati, tanpa persatuan harga pasti, itu omong kosong. Jadi NKRI harga mati, persatuan harga pasti, pengabdian terhadap negeri harus sampai mati.


Sebenarnya prinsip hidup yang Bapak pegang itu apa?

Hidup jalani saja dengan apa adanya, jangan ada apanya.


Ada wejangan apa dari Pak Jusuf untuk anak-anak muda? Bagaimana biar bisa sukses seperti Bapak dan bermanfaat?

Buat anak muda gak usah flexing. Lu harus jadi orang kaya, bukan harus jadi kelihatan kaya. Ngapain kelihatan kaya? Jadi orang kaya yang benar, gak perlu kelihatan kaya. Makanya berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian. Tabung-tabung dulu deh, baru senang-senang kemudian. [SB]

×