Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

4 Tanda Rusia Bakal Hancur Menurut Analis, Bagaimana Faktanya?

Mei 09, 2023 Last Updated 2023-05-09T06:14:28Z


Analis politik dan penulis asal Amerika Serikat, Janusz Bugajski, memprediksi Rusia bakal mengalami keruntuhan karena saat ini sedang dalam kondisi tidak stabil.


Bugajski mengatakan ada beberapa tanda Kremlin di ambang kehancuran, antara lain penurunan ekonomi, pengetatan anggaran, rezim personalistik tanpa garis suksesi, serta kekalahan militer yang tinggi di Ukraina.


Menurutnya, masalah-masalah tersebut tak lama lagi akan memicu konflik di antara elit, termasuk antara pemerintah pusat dan sejumlah besar republik dan wilayah Rusia.


"Kita sudah melihat tanda-tanda konflik antara lembaga-lembaga kekuasaan yang berbeda, kematian misterius lebih dari selusin oligarki, dan seringnya operasi bersih-bersih di dalam kepemimpinan militer," kata Bugajski seperti dikutip Kyiv Post, Minggu (7/5).


Lantas, bagaimana faktanya?


1. Penurunan ekonomi

Pemerintah Rusia melaporkan defisit anggaran sekitar 1.761 miliar rubel (US$23,5 miliar) pada Januari lalu. Pengeluaran Kremlin melonjak 59 persen dari tahun ke tahun, sementara pendapatan anjlok 35 persen.


CNN melaporkan Wakil Perdana Menteri Rusia Alexander Novak mengumumkan bahwa Kremlin bakal memangkas produksi minyak sekitar 5 persen mulai Maret.


Tak cuma defisit, mata uang Rubel Rusia juga merosot ke level terendahnya terhadap dolar AS sejak April 2022. Lemahnya mata uang ini cukup banyak berkontribusi pada inflasi yang tinggi di negara itu.


Sementara itu, pada Maret 2023, pengeluaran Rusia naik 4,2 persen untuk tahun ke tahun dibandingkan bulan sebelumnya.


Berdasarkan laporan Reuters, pendapatan pemerintah secara keseluruhan turun 20,8 persen pada kuartal tersebut dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 5,7 triliun rubel.


2. Rezim tanpa calon penerus

Rezim personalistik tanpa garis suksesi disebut menjadi salah satu faktor Rusia rentan mengalami keruntuhan. Jika dilihat, sampai saat ini Presiden Vladimir Putin masih menjadi orang paling berkuasa di Rusia sejak 17 tahun terakhir.


Hingga sekarang, belum ada tanda-tanda kapan Putin lengser dan siapa yang bisa menjadi suksesinya kelak.


3. Kemunduran di Ukraina

Meski rezim Putin tak pernah mengakui kondisi sebenarnya, laporan soal kemunduran dan kerugian yang dihadapi pasukan Rusia di Ukraina makin kencang terdengar.

Beberapa bulan setelah melancarkan invasi, berbagai laporan soal jumlah tentara Rusia yang gugur di medan perang hingga menolak berperang banyak beredar.


Rusia juga sempat mengerahkan mobilisasi ratusan pasukan cadangan dan mengharuskan wajib militer terhadap warganya ketika pasukan Kyiv berhasil melancarkan serangan balasan di medan perang. Saat itu, banyak laporan memaparkan bahwa Rusia telah kehilangan belasan ribu pasukannya.


Meski begitu Rusia tak pernah mengonfirmasi jumlah pasukannya yang gugur di medan perang.


Namun, kondisi yang tak menguntungkan bagi Rusia itu sempat diakui Putin sendiri. Pada akhir Desember 2022, Putin curhat situasi sulit yang dihadapi pasukannya di Ukraina meski tak menjabarkan detail soal tantangan tersebut.


Bukan cuma itu, tentara bayaran Rusia, Wagner Group, bahkan baru-baru ini mengancam akan menarik pasukan dari Bakhmut, Ukraina, karena tak kunjung diberikan amunisi tambahan oleh Rusia. Padahal kondisi pasukan di medan perang sudah sangat mengenaskan.


Merespons ancaman itu, Rusia akhirnya berjanji untuk memberikan pasokan senjata kepada Wagner Group.


4. Konflik internal

Kekalahan Kremlin di Ukraina menyebabkan perselisihan sengit antara pasukan tentara bayaran dan pasukan regional. Bos Wagner Group, Yevgeny Prigozhin, menuding Kementerian Pertahanan Rusia yang menyebabkan "puluhan ribu" prajurit tewas di Ukraina.


Dia juga menuding Kemhan Moskow berusaha mendapat pujian atas keberhasilan Wagner di sekitar Bakhmut. Prigozhin lantas mencemooh bahwa para petinggi militer Rusia tidak kompeten.


Tak cuma itu, konflik internal juga terjadi di kalangan oligarki Rusia. Lebih dari 10 pejabat sampai taipan mati secara misterius dalam setahun terakhir, terutama sejak Moskow melancarkan invasi ke Ukraina.


Salah satu taipan yang tewas yaitu Ravil Maganov. Ia meninggal dunia setelah jatuh dari jendela salah satu rumah sakit di Moskow pada 1 September 2022.


Pihak rumah sakit mengonfirmasi kematian Maganov namun tidak mengungkap kondisi kematiannya.


Maganov sendiri menjabat sebagai ketua dewan perusahaan minyak swasta di Rusia, LUKoil. Ia menjadi eksekutif kedua di perusahaan tersebut.


Sementara itu, LuKoil merupakan salah satu perusahaan Rusia yang secara terbuka menyerukan penghentian invasi Presiden Vladimir Putin di Ukraina pada awal Maret 2022.


Lebih lanjut, konflik juga terjadi bahkan di tubuh militer Kremlin. Seiring dengan kegagalan Rusia menguasai ibu kota Ukraina, Kyiv, Putin pun menunjuk jenderal baru untuk memimpin perang.


Pejabat Amerika Serikat dan pejabat Eropa mengatakan jenderal tersebut berasal dari angkatan bersenjata yang menjabat sebagai komandan Distrik Militer Selatan Rusia bernama Alexander Dvornikov.


Pejabat itu pun menilai penunjukan Dvornikov menegaskan "pengakuan Rusia bahwa [perang di Ukraina] berjalan sangat buruk" sehingga perlu melakukan terobosan yang berbeda, demikian diberitakan CNN.[SB]

×