Para ilmuwan di Lembaga Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) membuka diskusi untuk menguraikan solusi-solusi utama untuk mengurangi dampak mengerikan dari pemanasan global.
Belakangan, gelombang panas masih melanda Bumi bagian utara, kebakaran hutan terjadi di Amerika Utara, bencana alam seperti angin topan semakin parah.
NASA mengungkap 2023 akan menjadi tahun terpanas yang pernah tercatat dan 2024 kemungkinan besar akan menjadi tahun yang suram.
"Bulan Juni lalu merupakan bulan Juni terpanas yang pernah tercatat," ujar Gavin Schmidt, Direktur Goddard Institute for Space Studies NASA, dikutip dari Space.
Ia menjelaskan para peneliti mengantisipasi dengan memahami apa yang sedang terjadi dari hari ke hari, bahwa bulan Juli kemungkinan besar akan menjadi bulan terpanas yang pernah tercatat.
"Untuk lebih jelasnya, itu adalah rekor yang sudah ada sejak ratusan, bahkan ribuan tahun yang lalu," katanya.
Sementara Schmidt dan rekan-rekan pembicara lainnya menunjukkan beberapa upaya NASA untuk memerangi perubahan iklim.
Beberapa hal yang menjadi sorotan adalah meningkatkan pemahaman tentang bagaimana pemanasan global mengubah sistem biologis, mencari teknologi terbaru seperti pesawat tanpa awak memantau respons kebakaran hutan.
"Dan mengerahkan satelit untuk melacak emisi gas rumah kaca di seluruh dunia," ujarnya dikutip dari Space.
Tema lain yang dibahas dalam diskusi ini adalah pentingnya menghasilkan data iklim yang murni untuk publik. Hal itu lantaran peneliti dan pembuat kebijakan memiliki kekuatan untuk membuat perbedaan.
Ada pula wacana tentang pemanfaatan kecerdasan buatan untuk membantu NASA mendapatkan data iklim yang setepat dan seakurat mungkin. Tetapi tim menekankan mekanisme semacam itu masih dalam tahap pengembangan.
"Ilmu pengetahuan kita belum selesai sampai kita mengomunikasikannya," ujar Karen St Germain, direktur Divisi Ilmu Pengetahuan Bumi NASA.
Sentimen ini semakin jelas ketika berbagai pakar ilmu kelautan, teknik penerbangan, dan studi lingkungan berbicara selama konferensi tentang pentingnya penanganan perubahan iklim.
"Gelombang panas yang kita lihat di AS, di Eropa dan di China menghancurkan rekor di kiri, kanan dan tengah wilayah," kata Schmidt.
NASA tidak hanya berfokus pada penanganan krisis untuk melindungi umat manusia, tetapi juga untuk membantu spesies di darat dan laut.
"Perairan di sekitar Florida bersuhu lebih dari 90 derajat Fahrenheit, yang sangat rumit bagi spesies laut seperti terumbu karang, tanaman laut, dan hewan laut," ujar Carlos Del Castillo, kepala Laboratorium Ekologi Laut di Pusat Penerbangan Antariksa Goddard milik NASA.
"Dan semua CO2 yang kita lepaskan ke udara menyebabkan suhu tersebut - banyak dari CO2 tersebut masuk ke lautan," sambungnya.
Sebagai gambaran, ia mengatakan bahwa kita telah meningkatkan keasaman lautan sekitar 25 persen sejak Revolusi Industri.
Lembaga antariksa ini pun akan meluncurkan Misi Plankton, Aerosol, Cloud, ocean Ecosystem (PACE) pada awal 2024 dan misi Geostationary Littoral Imaging and Monitoring Radiometer (GLIMR), yang diperkirakan akan dimulai pada tahun berikutnya.
Kedua misi berbasis satelit itu diharapkan akan membantu para ilmuwan untuk menguraikan cara mengatasi masalah kelautan tersebut.
Misi PACE sendiri akan lebih fokus pada pendeteksian perubahan warna lautan, awan, dan aerosol.
Sementara, Misi GLIMR akan mengidentifikasi hal-hal seperti pertumbuhan ganggang yang berbahaya dan tumpahan minyak.
Kedua alat ini diperkirakan akan bekerja sama satu sama lain untuk memberikan gambaran lengkap tentang bagaimana perubahan iklim mempengaruhi lautan dan organisme di dalamnya.
Kedua misi ini akan menambah lebih dari dua lusin misi terkait iklim yang telah dimiliki NASA di orbit, seperti Orbiting Carbon Observatories 2 dan 3, yang mengukur emisi gas rumah kaca yang berasal dari pembangkit listrik tenaga batu bara terbesar di Eropa pada awal tahun ini.
Di bidang penerbangan luar angkasa, Huy Tran, direktur aeronautika di Ames Research Center NASA menyinggung beberapa teknologi ramah lingkungan dan mekanisme pendorong penerbangan berkelanjutan yang ingin dikembangkan oleh NASA untuk perjalanan udara.
"Tahun lalu, Aeronautics Research Mission Directorate memprakarsai Kemitraan Nasional Penerbangan Berkelanjutan," kata Tran, merujuk pada salah satu organisasi penelitian penerbangan NASA.
"Inisiatif ini memungkinkan kami untuk mempercepat dan membuat kemajuan yang baik dalam penerbangan tanpa emisi pada tahun 2050," sambungnya.
Beberapa ide yang diajukan untuk penerbangan berkelanjutan termasuk pesawat terbang yang sepenuhnya bertenaga listrik dan cara untuk memastikan berkurangnya pembakaran bahan bakar untuk penerbangan komersial.
Tran juga mendiskusikan drone dan pesawat tanpa awak, untuk mengatasi kebakaran hutan tanpa membahayakan nyawa manusia.[SB]