Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Komnas HAM Usut Gas Air Mata di Rempang, Kejari Mau Jadi Mediator

September 17, 2023 Last Updated 2023-09-17T07:43:07Z


 

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) disebut mendatangi sekolah di Pulau Rempang, Batam, Sabtu (16/9), untuk melakukan investigasi demi mengusut kasus penggunaan gas air mata oleh polisi beberapa waktu lalu.


Hal tersebut disampaikan oleh Juru Bicara Kekerabatan Masyarakat Adat Tempatan (Keramat) Suardi Mongga.


"Hari ini tadi ada kunjungan investigasi dari Komnas HAM, kegiatan di pagi hari investigasi pertama di SMPN 22 terus bertemu sama anak-anak murid yang terkena gas air mata," ujar Suardi kepada CNNIndonesia.com, Sabtu (16/9).


Sekolah lain yang disambangi tim Komnas HAM adalah SD 024 Tanjung Kertang. Suardi mengatakan dalam kunjungan tersebut ditemukan sejumlah selongsong gas air mata di area sekolah.


Ia menambahkan tim Komnas HAM disambut oleh banyak warga saat berkunjung di Desa Dapur Enam.


"Komnas HAM disambut oleh hampir ribuan masyarakat yang memang mau menyampaikan ke Komnas HAM minta perlindungan agar kampung-kampung, tanah-tanah mereka tetap terjaga dengan baik," ucap Suardi.


Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro mengatakan pihaknya memang sedang berada di lapangan saat dikonfirmasi mengenai pelaksanaan investigasi tersebut. Oleh karena itu, ia belum bisa menyampaikan hasil dari investigasi dimaksud.


"Kami masih dalam proses pemantauan lapangan, jadi belum bisa menyampaikan temuan kami. Nanti setelah analisis kami selesaikan akan kami sampaikan," kata Atnike kepada CNNIndonesia.com melalui pesan tertulis.


Dua komisioner Komnas HAM yang terjun menginvestigasi konflik di Pulau Rempang ialah Prabianto Mukti Wibowo dan Putu Elvina.


Mukti merupakan komisioner mediasi, sedangkan Putu bertugas sebagai komisioner pendidikan dan penyuluhan. Mukti menjelaskan kegiatan tim Komnas HAM pada hari ini di Pulau Rempang.


"Verifikasi siswa/i plus guru yang terdampak gas air mata pada kejadian tanggal 7 September 2023," kata Mukti lewat pesan tertulis.


Kejari Batam jembatani komunikasi

Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Batam Herlina Setyorini menyatakan pihaknya siap menjembatani komunikasi antara pemangku kebijakan dan warga setempat.


Hal tersebut menindaklanjuti seruan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menilai konflik di Pulau Rempang terjadi karena ada komunikasi yang kurang baik.


"Itu komunikasi yang kurang baik. Saya kira kalau warga diajak bicara dan diberikan solusi karena di situ sebenarnya sudah ada kesepakatan bahwa warga akan diberi lahan 500 meter plus bangunannya tipe 45. Tapi ini kurang dikomunikasikan secara baik sehingga terjadi masalah," kata Herlina dalam keterangan tertulis.


Sebagai instansi penegak hukum, pihaknya mengaku siap menjembatani komunikasi antara pemangku kebijakan dan masyarakat setempat terkait permasalahan yang terjadi di Pulau Rempang. 


"Kejaksaan Negeri Batam khususnya Bidang Datun menyediakan diri sebagai penyambung komunikasi antara para pemangku kebijakan dengan masyarakat dan sebaliknya," tambahnya.


Sebelumnya, Pakar Komunikasi Politik, Emrus Sihombing menilai tak hanya komunikasi yang bisa dijadikan solusi dari penyelesaian masalah Pulau Rempang, tetapi juga persoalan hukum, ketidakadilan, hingga ekonomi.


"Untuk itu pemerintah, perusahaan, penegak hukum perlu duduk bersama membahas persoalan ekonomi hingga hukum bagaimana kewilayahannya, budaya setempat. Sehingga terjadilah dialog dan menghasilkan kesepakatan," ujarnya.


Ribuan warga Rempang, Batam, Kepulauan Riau terancam harus meninggalkan tempat tinggalnya lantaran pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN) Eco-city.


Proyek yang dikerjakan oleh PT Makmur Elok Graha (MEG) itu akan menggunakan lahan seluas 7.572 hektare atau sekitar 45,89 persen dari total luasan Pulau Rempang seluas 16.500 hektare.


Ribuan warga itu tak terima harus angkat kaki dari tanah yang sudah ditinggalinya jauh sebelum Indonesia memproklamasikan kemerdekaan. Mereka gigih mempertahankan tempat tinggalnya, meski aparat TNI-Polri dikerahkan agar warga setuju direlokasi.


Bentrok tak terelakkan. Pada tanggal 7 dan 11 September 2023, bentrokan sempat pecah. Polisi melontarkan gas air mata hingga anak-anak dilarikan ke rumah sakit. Hingga saat ini, 43 orang yang menolak relokasi ditangkap dengan dituduh provokator.[SB]

×