Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Sikap PBNU dan Muhammadiyah Soal Hasil Pemilu 2024 dan Hak Angket DPR

Februari 28, 2024 Last Updated 2024-02-28T07:03:26Z


Situasi usai pelaksanaan pemilihan umum atau Pemilu 2024 mendapat sorotan dari berbagai pihak, tak terkecuali dari dua organisasi keagamaan Islam, Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah. Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) meminta semua pihak menyebarkan pesan damai pasca-Pemilu, sedangkan Muhammadiyah berharap masyarakat bersikap dewasa untuk menerima hasil Pemilu.


Pemilu 2024 antara lain diwarnai usul hak DPR angket seiring pelbagai tudingan kecurangan usai hitung cepat hasil pemilihan presiden atau Pilpres 2024. Calon presiden nomor urut 3 Ganjar Pranowo mengusulkan agar partai pendukungnya yaitu PDIP dan PPP yang ada di DPR menggulirkan hak angket untuk menyelidiki kecurangan Pemilu 2024.


Hingga pukul 17.00 WIB, pasangan nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka masih unggul dalam real count hasil pemilu presiden dan Wakil presiden 2024 di KPU, yang diunggah dalam situs web pemilu2024.kpu.go.id.


Dari 77,54 persen suara yang sudah dihitung, Prabowo-Gibran meraih 75.035.774 suara atau 58,84 persen disusul pasangan nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin iskandar dengan 31.189.479 suara (24,46 persen) serta pasangan nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud Md dengan 21.297.565 suara (16,7 persen).


Berikut ini respons PBNU dan Muhammadiyah terhadap hasil Pemilu 2023 dan wacana hak angket DPR:


1. PBNU


Ketua PBNU Bidang Keagamaan Ahmad Fahrur Rozi meminta semua pihak menyebarkan pesan damai usai pelaksanaan Pemilu 2024.


"Semua tokoh masyarakat, khususnya tokoh agama, diharapkan dapat memberikan nasihat damai. Khusus bagi umat Islam, mari bersiap menyambut bulan suci Ramadan dan beribadah lebih giat lagi menjemput malam Lailatul Qadar," kata Gus Fahrur, sapaan akrabnya, dalam keterangan tertulis pada Senin, 26 Februari.


Gus Fahrur meminta semua pihak berwenang menjaga kedamaian usai pemilu. Untuk penyelenggara pemilu, yakni KPU dan Bawaslu, serta pemerintah hendaknya memberikan pemahaman kepada masyarakat sesuai dengan data yang masuk.


Mengenai hasil Pemilu 2024, dia berharap semua pihak dapat bersabar menunggu pengumuman resmi KPU dan menahan diri untuk tidak menyebarkan informasi yang belum atau tidak jelas, apalagi menimbulkan provokasi di masyarakat.


Menurutnya, pada era media sosial seperti sekarang ini, informasi begitu bebas berkeliaran sehingga dengan mudah bertebaran hoaks atau editan.


"Serahkan urusan pemilu kepada pihak-pihak yang mempunyai kewenangan sesuai undang-undang untuk melakukan penghitungan suara secara cermat dan hati-hati. Mari kita berbaik sangka saja agar suasana kondusif, rukun, dan tetap tenang," ujarnya.


Gus Fahrur mengingatkan pihak yang tidak berwenang jangan membuat pernyataan yang tidak jelas dan turut menjaga ruang publik agar tetap nyaman. "Masyarakat tetap percaya kepada pemerintah. Insyaallah semua bekerja dengan baik dan diawasi oleh semua kalangan. Jika ada kecurangan silakan dilaporkan," kata dia.


2. Muhammadiyah


Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir mengatakan organisasi yang dipimpinnya akan bersikap netral mengenai hak angket DPR yang akan diusulkan oleh kontestan Pemilu 2024.


"Ya, kami netral dalam arti bahwa hal itu sudah bukan jadi urusannya. Muhammadiyah tidak akan menjadi pelaku untuk urusan itu," kata Haedar usai Munas Tarjih XXXII di Pekalongan, Jawa Tengah, Jumat sore lalu.


Namun dia mengatakan, jika memang ada masalah, penyimpangan, dan kecurangan, agar dapat diselesaikan secara hukum sesuai konstitusi.


Haedar mengatakan perlu adanya rekonsiliasi kembali untuk menjaga persatuan Indonesia karena dalam sebuah pertandingan manapun harus ada akhirnya, yaitu ada yang menang dan ada yang kalah.


"Akan tetapi, kita harus bersikap dewasa yaitu yang menang jangan jumawa dan kalah jangan menjauhi diri. Namun lebih dari itu, semua pihak harus belajar dari pemilu ke pemilu agar bisa lebih baik lagi," ujarnya.


Menurut dia, pandangan Muhammadiyah sebagai organisasi terhadap Indonesia masih sama yaitu netral dan independen dari kekuatan politik. Namun Muhammadiyah tetap dalam satu sistem bernegara yang memiliki politik kebangsaan sebelum merdeka hingga setelah merdeka. "Jadi Muhammadiyah tidak berpolitik praktis, namun berpolitik berkebangsaan," ucapnya.


Haedar menegaskan Muhammadiyah tidak terpengaruh oleh dinamika politik partisan maupun partai politik peserta pemilu. “Kami akan memberikan kebebasan warga untuk memberikan pilihan politik yang cerdas, bertanggung jawab. Hal yang penting lagi kita harus menyikapi hasil politik secara dewasa," tuturnya.

×