Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Menguak Tabir Misteri Sains

April 12, 2024 Last Updated 2024-04-12T03:30:59Z


AKIBAT dianggap bukan hanya beda, namun berlawanan, maka apa yang disebut sebagai agama kerap dibenturkan dengan apa yang disebut sebagai sains.


Sebenarnya agama dan sains justru memiliki kesamaan, yaitu di samping sama-sama merupakan karsa dan karya pemikiran manusia juga kerap dianggap sama-sama memiliki keyakinan bahwa diri sendiri niscaya paling benar atau minimal lebih benar ketimbang bukan diri sendiri.


Maka wajar bahwa para pemberhala sains juga secara dogmatis tak terbantahkan merasa yakin bahwa semua teori, postulat, hipotesa, aksioma, praduga yang ada, bahkan tidak ada di alam semesta ini atau itu, dijamin bisa dibuktikan kebenarannya secara saintifik.


Para pemberhala sains yakin bahwa jika sekarang belum bisa, bukan berarti di masa depan tidak akan bisa. Diyakini pula bahwa percaya misteri berarti percaya takhayul.


Sebagai seorang awam sains sekaligus juga awam agama, terus terang saya sangat kagum atas keyakinan harga mati para pemberhala sains yang yakin bahwa apapun yang ada dan tidak ada ternyata terjamin bisa dibuktikan kebenarannya secara saintifik.


Namun kekaguman saya sempat goyah tatkala menyimak fakta bahwa ternyata masih ada- demi menghindari kata “banyak”- pertanyaan saintifik yang belum bisa dijawab, baik secara saintifik maupun tidak saintifik.


Bahkan apa yang sudah disepakati sebagai terjawab sebenarnya juga sekadar berdasar kesepakatan yang (dipaksakan) dianggap sambil menganggap diri berhak untuk memberi jawaban yang hukumnya wajib dianggap sebagai yang paling benar.


Akibat matematika masih diperdebatkan tergolong sains atau tidak, maka di dalam naskah sederhana ini saya lebih cenderung fokus ke fisika saja.


Ternyata misteri masih menyelubungi fisika minimal bagi saya yang memang dungu-fisika sehingga tidak kunjung paham mengenai apa yang disebut sebagai waktu.


Syukur Alhamdullilah, saya tidak sendirian sebab ternyata para mahasaintis termasuk Albert Einstein, Niels Bohr, Edwin Schroedinger, maupun Stephen Hawking juga memiliki daftar misteri yang masih menyelubungi fisika cukup berkepanjangan mulai kuantum gravitas, massa partikel, problem pengukuran, turbulensa, energi gelap, materi gelap, kompleksitas, sinkronitas, kesaling-libatan kuantum, asimetri materi, antimateri, pendarahan friksi, teori nonlinear, hologram kosmos, multiverse sampai ke enigma kuantum apalagi yang terkait kesadaran.


Mengingat sehebat-hebat para mahafisikawan yang paling mahahebat pun pada hakikatnya tetap para manusia biasa yang mustahil sempurna, maka wajar jika para beliau tidak mampu menjawab seluruh pertanyaan secara paripurna, apalagi sempurna.


Namun di sisi lain bukan berarti bahwa di antara para pembaca naskah sederhana ini mustahil ada yang mampu membuka segenap tabir misteri yang sementara ini masih menyelubungi semesta pemikiran sains. Siapa tahu ada.


Tidak ada salahnya kita sedikit melirik ke semesta matematika, di mana Grigori Perelman konon berhasil mengungkap tabir misteri yang menyelubungi hipotesa Riemann meski menolak anugerah Medali Fields dan Clay Millenium Prize senilai sejuta dolar AS, kemudian terbukti malah menanggalkan profesi dan karier cemerlang sebagai matematikawan kelas langitan akibat merasa tidak nyaman menghadapi suasana feudalisme tata krama semesta matematika.


Terkabarkan bahwa kini Grigori Perelman malah sedang sibuk memelajari jamur seperti dahulu yang juga asyik dilakukan oleh Alexander Fleeming, Mary Hunt, Agostino Bassi, Edward Jenner, Ignaz Semmelwies dan John Cage.


Sadar atas keawaman diri saya sendiri, maka dengan penuh kerendahan hati saya memberanikan diri untuk setuju kearifan gagasan Das Sollen-nya Sir Bertrand Russel bahwa sebaiknya agama dan sains alih-alih didikotomikan, justru disinergikan sebagai persatuan dan kesatuan energi penggerak mekanisme peradaban luar biasa sakti mandraguna.

×