Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Seperti Ini Suasana Ramadhan di Gaza, Budaya Al-Musaharati Masih Dijalankan

April 06, 2024 Last Updated 2024-04-06T13:35:38Z


Perang di Jalur Gaza masih terus berlanjut. Padahal, warga sedang menjalankan ibadah puasa Ramadhan.


Meski begitu, warga Gaza tetap menjalankan ibadah puasa. Di sana, puasa dimulai sekitar pukul 4 pagi hingga enam sore.


Ketika pukul dua pagi dini hari, warga Gaza bangun dengan diiringi suara tabuhan genderang dan nyanyian puisi.


Dikutip dari ABC News pada Rabu (3/4/2024), Muhammad Jihad Suleiman melanjutkan tradisi Ramadhan yang telah berusia berabad-abad yang dikenal sebagai Al-Musaharati.


"Ketika mereka menemukan kami pada bulan Ramadhan ini, mereka terkejut karena masih ada Musaharati meskipun terjadi perang," kata Suleiman kepada ABC News pekan lalu.


Menurutnya, warga Gaza sangat senang melihat tradisi tersebut dipatuhi, meskipun drum darurat Suleiman terbuat dari bahan wadah air plastik besar.


Begitu matahari terbit dan puasa harian dimulai, begitu pula Fajar. Di tengah reruntuhan, warga Gaza berkumpul untuk berdoa.


Di tendanya di Rafah, Rimas yang berusia 14 tahun mengatakan kepada ABC News bahwa dia dulunya sangat menantikan kedatangan Ramadhan, tapi sekarang dia berdoa untuk gencatan senjata.


"Gencatan senjata menyeluruh harus dilakukan sesegera mungkin untuk mencapai impian saya, menyelesaikan studi saya, dan kembali ke Korea Utara," kata Rimas.


Serangan selama dua minggu yang dilakukan pasukan Israel selama Ramadhan di Rumah Sakit Al-Shifa di Gaza, yang berakhir Senin telah menewaskan 200 orang, menurut IDF.


IDF juga menyatakan bahwa Hamas menggunakan rumah sakit tersebut sebagai basis operasional. Tetapi Hamas membantah hal ini.


Rimas dan keluarganya bertekad untuk merayakan Ramadhan meski perang terus berlanjut. Ramadhan tahun ini dimulai pada 10 Maret dan berakhir pada 9 April 2024.


"Setiap Ramadhan sebelumnya terasa indah, dengan reuni keluarga, saudara laki-laki, saudara, orang-orang terkasih, dan keluarga," tutur ibu Rimas, Sondos Al-Bayed.


Tetapi, perang telah mengubah cara mereka merayakannya. Kini, apa yang dulunya merupakan perayaan di sebuah rumah dengan pesta besar, kini menjadi kumpul-kumpul di tenda bagi Al-Bayed dan ribuan warga Gaza lainnya.


"Ramadhan kali ini, sejujurnya, mejanya sederhana, sekali makan. Kami berusaha memuaskan semua orang, dan saya berkata kepada mereka, mari kita bersyukur kepada Tuhan atas apa yang ada," ungkap dia.


Dia juga menjelaskan apa saja yang dimakan pada saat Ramadhan dan di tengah kekurangan pangan yang parah di Gaza.


"Saya mencoba semaksimal mungkin. Misalnya, makanan kaleng, atau jika kami mendapatkan daging, kami membuat sepiring salad di sampingnya," ujar Al-Bayed.


Saat maghrib tiba dan waktu shalat maghrib dibunyikan, menandakan waktu berbuka puasa, keluarga pun berkumpul. Bagi Sondos Al-Bayed, doanya cukup sederhana.


"Semoga Ramadhan ini berakhir dengan baik, dan sebelum berakhir, kita akan menuntaskannya di rumah kita bersama keluarga dan orang-orang tercinta, serta tidak ada yang hilang," harap dia.

×