Coba deh kita perhatikan sekeliling. Ada nggak sih teman atau kenalan kita yang gajinya biasa saja, tapi gaya hidupnya kok wah sekali?
Gadget nya selalu keluaran terbaru, sering hangout di tempat populer, pakaiannya juga kadang branded. Tapi ujung-ujungnya, curhat kehabisan uang di akhir bulan.
Nah, ini jadi pengingat untuk kita juga, jangan-jangan kita pun tanpa sadar mengikuti jejak yang sama.
Lucunya, banyak orang ingin sejahtera, tapi justru cuek dengan nasihat keuangan yang paling sederhana dan paling masuk akal, yaitu jangan hidup demi gengsi.
Bukannya menabung, malah berhutang untuk beli barang biar dikira “sukses”. Bukannya investasi, malah cicil lifestyle biar kelihatan “sudah high level”.
Padahal ya, hidup sederhana itu bukan tanda tidak mampu. Justru itu tanda orang yang mengerti prioritas dan tidak mudah terjebak tren sesaat.
Tapi sayangnya, di zaman serba konten seperti sekarang, yang kelihatan keren dan kaya itu lebih dihargai daripada yang beneran mapan tapi tidak pamer.
Gengsi seringkali lebih mahal daripada harga barangnya sendiri. Dan yang lebih seram, gengsi bisa jadi jebakan pelan-pelan yang membuat keuangan kamu boncos tanpa sadar.
Bayangkan ada dua jalan yang ditawarkan kepada kita terkait keuangan. Keduanya tampak menarik dan menjanjikan, tapi arahnya berlawanan.
Satu jalan akan membimbing kita menuju kemandirian finansial yang sesungguhnya, sementara jalan lainnya justru menjerat kita dalam gaya hidup boros yang berujung kesulitan.
Nasihat yang Membuat Kita Sejahtera
Mending terlihat sederhana daripada banyak cicilan.
Ini nasihat yang mungkin tidak populer, tapi sangat powerful. Orang yang beneran paham keuangan tahu bahwa hidup itu soal prioritas, bukan pencitraan.
Hidup sesuai kemampuan
Maksudnya bukan pelit, tapi realistis. Kamu tahu batas kemampuanmu, tahu mana kebutuhan, mana keinginan.
Misalnya, punya motor lama yang masih bisa jalan. Yasudah, pakai saja dulu, tidak perlu memaksa untuk ganti yang baru hanya karena ingin terlihat keren di mata tetangga.
Fokus pada aset, bukan penampilan
Uang yang kamu punya lebih baik dipakai untuk hal yang menghasilkan, seperti investasi, bisnis kecil-kecilan, atau tabungan darurat.
Bukan malah beli iPhone terbaru padahal kerjaan masih kontrak dan tabungan nol koma sekian.
Contoh sederhananya seperti ini:
Coba kamu bayangkan, ada dua orang yang sama-sama punya penghasilan 5 juta per bulan. Si A hidup sederhana, nyicil nabung, dan pelan-pelan mulai belajar reksadana.
Si B ambil cicilan HP 2 juta/bulan, nongkrong tiap akhir pekan, dan tiap bulan mengeluh utangnya terus bertambah.
Setahun kemudian, Si A sudah punya dana darurat, Si B malah gali lubang tutup lubang. Bedanya dimana? Yap betul di pola pikir.
Nasihat yang Membuat Kamu Melarat
"Yang penting keliatan punya dulu."
Ini nih nasihat yang kelihatan keren di permukaan, tapi aslinya jebakan batman. Dan sayangnya, sering banget jadi budaya.
Gaya hidup konsumtif
Semua dibeli karena “takut ketinggalan”. Promo ini, diskon itu, cicilan nol persen—semuanya dimanfaatkan, padahal tagihan terus bertambah. Barang-barang branded diburu bukan karena butuh, tapi biar bisa dipajang di story.
Terjebak cicilan demi pencitraan
Akhirnya banyak orang beli bukan karena mampu, tapi karena bisa dicicil. Padahal cicilan bukan berarti kamu mampu, itu cuma ilusi kemampuan.
Gaji habis sebelum tengah bulan karena setengahnya sudah “dialokasikan” untuk menutupi gaya hidup yang sebetulnya tidak kamu perlukan.
Contoh:
Pernah lihat orang yang punya motor sport, tapi setiap minggu pinjam uang untuk beli bensin?
Atau yang pakai sepatu mahal, tapi dompetnya kosong? Ini realita yang sering sekali terjadi.
Agar keliatan "punya", rela pasang topeng finansial—padahal di balik layar, ngos-ngosan.
Intinya:
Nasihat yang membuat sejahtera itu kelihatan biasa saja, tidak populer, tidak menarik buat diposting di medsos.
Tapi hasilnya nyata dan tahan lama. Sementara nasihat yang membuat melarat itu kelihatan keren di awal, tapi penuh drama di akhir.
Kadang yang sederhana justru yang paling ampuh. Tapi masalahnya, karena terlalu sederhana, orang jadi menganggap remeh.
Padahal, kunci untuk punya keuangan yang sehat itu bukan dari ikut seminar mahal, baca buku tebel-tebel, atau mendengarkan motivator setiap hari, melainkan dari konsistensi menjalankan hal kecil.
Seperti memilih untuk tidak beli barang hanya karena FOMO. Seperti bilang "tidak" Pada cicilan padahal bisa saja kamu mengambilnya.
Atau seperti menahan diri ketika sedang ada diskon besar, lalu memilih menabung dulu karena tahu tabunganmu masih sekarat.
Kita hidup di zaman di mana “kelihatan” sering lebih penting daripada “kenyataan”.
Tapi kalau kamu benar-benar ingin bebas secara finansial, kamu harus berani beda. Berani kelihatan biasa, demi masa depan yang luar biasa.
Karena pada akhirnya, yang bisa bikin kamu tenang itu bukan seberapa keren kamu di mata orang lain, tapi seberapa aman isi rekeningmu sendiri.
Jadi, sebelum dengerin nasihat orang soal gaya hidup dan “harus punya ini-itu”, tanya dulu: ini beneran bikin kaya, atau cuma bikin keliatan kaya?
Karena hidup bukan tentang siapa yang paling update barang baru, tapi siapa yang paling siap waktu keadaan darurat datang tanpa permisi.