Diskusi mendalam antara mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Jenderal TNI (Purn) AM Hendropriyono dan mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyoroti pandangan menarik terkait potensi perang dunia.
Dalam perbincangan yang berlangsung hangat dan disiarkan melalui platform YouTube Mahfud MD Official dikutip tribun-timur.com ini, Senin (23/5/2025), kedua tokoh ini menyampaikan analisis mereka mengenai situasi geopolitik terkini dan kemungkinan terjadinya konflik berskala dunia.
Hendropriyono, menegaskan bahwa konflik antara Israel dan Iran saat ini bukanlah awal dari Perang Dunia, melainkan bagian dari skenario perang proksi yang sudah lama dimainkan oleh kekuatan intelijen global, terutama oleh Amerika Serikat melalui CIA.
Pernyataan tersebut ia sampaikan dalam sebuah forum diskusi yang menyoroti eskalasi konflik di Timur Tengah, ditambah dengan ketegangan yang masih berlangsung antara Rusia dan Ukraina, serta memanasnya relasi India-Pakistan.
Banyak pihak menilai dunia di ambang perang besar.
Namun, menurut Hendropriyono, perang yang terjadi saat ini lebih merupakan permainan intelijen.
“Amerika sejak Perang Vietnam tidak pernah lagi terlibat penuh dalam perang besar. Mereka selalu gunakan proksi,” ujarnya.
Hendro menjelaskan bahwa Amerika memiliki sejumlah rencana geopolitik yang bergeser dari Eropa ke Asia Tenggara, terutama Laut Cina Selatan.
Namun karena berbagai faktor, skenario itu meleset, dan mereka mengalihkan fokus ke Suriah dan Iran.
“Amerika harus kuasai Suriah untuk menyerang Iran. Tapi Rusia ada di sana. Maka, CIA main. Rusia mundur dari Suriah, Basar Assad digulingkan lewat kelompok radikal. Ini perang proksi,” ungkapnya.
Ia menyoroti bagaimana negara-negara besar menggunakan strategi bayangan untuk memanipulasi konflik dan menjatuhkan pemerintahan asing, seperti yang terjadi di Guatemala, Haiti, hingga Indonesia sendiri di masa lalu.
Hendro bahkan membeberkan pengalaman pribadinya saat melihat langsung intervensi asing di Indonesia, dari operasi CIA di era pemberontakan DI/TII hingga peristiwa pengeboman tangki minyak di Cilincing oleh pesawat intelijen yang berpura-pura sebagai pihak sipil.
“Dulu kita terus-terusan diadu sejak merdeka. Yang main bukan tentara, tapi intelijen. CIA misalnya, jelas sekali perannya dalam banyak kudeta,” ujarnya.
Terkait konflik Israel-Iran, Hendropriyono menegaskan bahwa ini adalah proksi Amerika Serikat. Bukan konfrontasi langsung antarnegara, melainkan upaya melemahkan kekuatan regional dengan dalih keamanan.
“Jelas ini proksi Amerika. Bukan soal agama atau sekutu. Ini permainan kekuatan intelijen,” tegasnya.
Hendro juga mengingatkan Indonesia untuk tidak terjebak atau terbawa arus dalam permainan ini.
Ia menekankan pentingnya Indonesia bersikap netral dan waspada terhadap infiltrasi kepentingan asing yang bisa menciptakan konflik internal.
“Kalau ada ribut-ribut, saya selalu ingatkan: jangan terjebak. Mereka hanya cari alasan untuk masuk. Itu sudah jadi sejarah berulang bagi kita,” pungkasnya.
Melalui refleksi sejarah panjang, Hendropriyono mengajak semua pihak, terutama elite dan masyarakat Indonesia, untuk lebih cermat membaca dinamika global, tidak terpancing provokasi, dan tidak mudah dipecah-belah oleh operasi intelijen asing.
memberikan pandangan yang berbeda dari sejumlah prediksi pakar terkait potensi meledaknya Perang Dunia III akibat konflik Israel-Iran dan ketegangan global lainnya.
Ia menilai, konflik-konflik tersebut tidak akan berkembang menjadi perang dunia karena tiap negara besar saat ini tengah sibuk dengan urusan dalam dan regionalnya masing-masing.
"Saya melihat ini tidak akan jadi Perang Dunia, karena masing-masing negara punya masalah sendiri-sendiri," kata Hendropriyono dalam sebuah forum wawancara terbuka.
Ia mencontohkan bagaimana Rusia masih terlibat dalam perang berkepanjangan dengan Ukraina yang belum menunjukkan tanda-tanda mereda, sementara Amerika Serikat dan NATO juga menghadapi dinamika politik internal yang rumit, apalagi menjelang pemilu dengan kehadiran figur seperti Donald Trump.
Sementara di Asia, China dinilai masih lebih fokus pada dukungannya terhadap Pakistan dalam menghadapi ketegangan dengan India.
Namun India sendiri tetap kukuh dengan sikapnya, sehingga menurut Hendro, konstelasi ini membuat peluang pecahnya konflik global secara simultan sangat kecil.
"Satu-satunya negara yang bisa ikut bergabung dalam perang itu adalah Korea Utara. Tapi negara itu kecil, pro-Rusia, tapi juga tidak dekat dengan Iran. Jadi nggak nyambung," ujarnya.
Lebih lanjut, Hendropriyono menyatakan bahwa meskipun konflik akan berakhir dengan pihak menang dan kalah, skema besar seperti ini kerap digunakan sebagai permainan intelijen yang berbahaya, terutama bagi negara-negara yang mudah diprovokasi.
Ia pun menyoroti situasi domestik Indonesia dan mengingatkan potensi ancaman jika masyarakat mudah terprovokasi.
"Saya paling takut kalau Indonesia ini gampang tersulut. Kalau ada sedikit konflik, lalu diprovokasi, itu yang ditunggu oleh intelijen jahat. Mereka siap masuk dan memanfaatkan situasi dengan biaya yang sangat kecil," ungkapnya.
Hendro mengajak masyarakat agar menyampaikan kritik dengan cara-cara yang elegan dan tidak memancing kerusuhan.
Ia menegaskan, peran intelijen dalam menciptakan instabilitas suatu negara sering kali dimulai dari provokasi kecil yang kemudian dibesar-besarkan.
"Kalau ada kritik pada pemerintah, sampaikan saja dengan cara yang benar. Jangan mencari massa atau memprovokasi. Nanti malah dimanfaatkan oleh pihak luar," tegasnya.
Sebagai catatan reflektif, Hendropriyono juga menyinggung sejarah pergantian kekuasaan di Indonesia yang menurutnya hanya berlangsung mulus pada masa transisi dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ke Joko Widodo, serta Jokowi ke Prabowo Subianto yang baru akan berlangsung.
"Yang lain kan babak belur semua. Itu jadi perhatian intelijen," katanya.