Puluhan ribu masyarakat Banten memadati Lapangan Sepak Bola Sukawali, Kampung Encle, Desa Sukawali, Kecamatan Pakuhaji, Tangerang, pada Ahad, 3 Muharram 1447 H (29 Juni 2025). Mereka berkumpul dalam acara Istighotsah Kubro Menjaga Kedaulatan Bangsa yang digelar ba’da Dzuhur hingga selesai, sebagai wujud doa bersama untuk keselamatan bangsa dan solidaritas terhadap warga terdampak proyek reklamasi Pantai Indah Kapuk 2 (PIK 2).
Acara ini dihadiri tokoh-tokoh penting, termasuk Imam Besar Habib Rizieq Syihab, Abuya KH. Ahmad Qurthubi Jaelani, jajaran Pengurus DPP dan DPD Front Persaudaraan Islam (FPI) Banten, para ulama, tokoh masyarakat, aktivis, serta warga dari berbagai wilayah di Banten. Istighotsah ini bukan hanya munajat kepada Allah SWT, tetapi juga simbol perlawanan terhadap dugaan ketidakadilan akibat penggusuran lahan untuk proyek PIK 2, yang dikembangkan oleh Agung Sedayu Group.
Kontroversi Proyek PIK 2 dan Dampaknya pada Kampung Encle
Proyek PIK 2, yang merupakan bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN), dirancang sebagai kota modern dengan apartemen mewah, pusat keuangan seperti Mandiri Financial Center, dan kampus akademik seperti HOPE Academy yang dijadwalkan beroperasi pada Juli 2025. Namun, proyek ini menuai kontroversi karena dianggap menggusur warga Kampung Encle dan sekitarnya. Masyarakat setempat, didukung ulama dan aktivis, menilai proyek ini mengancam mata pencaharian dan tempat tinggal mereka, serta menyebabkan masalah lingkungan seperti banjir.
Pada Januari 2025, warga Kampung Alar Indah, yang berdekatan dengan Kampung Encle, juga menggelar aksi protes di lokasi PIK 2, menyoroti dampak banjir dan penggusuran. Istighotsah Kubro kali ini menjadi puncak ekspresi solidaritas, di mana ribuan umat Islam menegaskan komitmen untuk membela hak rakyat kecil dan menolak segala bentuk penzaliman. Acara ini juga menjadi ajang untuk menegaskan bahwa perjuangan masyarakat bukan hanya soal lahan, tetapi juga tentang martabat dan keadilan sosial.
Semangat Kebersamaan dan Perlawanan
Dengan doa bersama dan semangat kebersamaan, acara ini menegaskan tekad masyarakat Banten untuk menjaga kedaulatan bangsa. Peserta menyuarakan penolakan terhadap ketidakadilan yang diduga dilakukan oleh pengembang PIK 2, yang disebut sebagai proyek "oligarki" oleh sejumlah warga. Mereka menyerukan perlindungan terhadap hak-hak masyarakat lokal, termasuk hak atas tanah, tempat tinggal, dan lingkungan yang lestari. Istighotsah ini juga menjadi panggilan untuk memperkuat solidaritas antarwarga, ulama, dan aktivis dalam menghadapi tantangan pembangunan yang dianggap merugikan rakyat kecil.
Tanggapan Pengembang
Pihak Agung Sedayu Group, sebagai pengembang PIK 2, secara konsisten membela legalitas proyek mereka. Mereka menegaskan bahwa pembangunan PIK 2 telah memenuhi semua regulasi yang berlaku, termasuk izin lingkungan, tata ruang, dan persetujuan pemerintah sebagai bagian dari PSN. Dalam pernyataan resmi pada Januari 2025, PT Pantai Indah Kapuk menegaskan bahwa proyek ini tidak hanya bertujuan untuk pembangunan ekonomi nasional, tetapi juga memperhatikan aspek keberlanjutan, seperti desain ramah lingkungan dan fasilitas publik. Mereka juga mengklaim telah melakukan dialog dengan komunitas lokal untuk mengatasi kekhawatiran, meskipun sejumlah warga merasa proses ini kurang inklusif.
Selain itu, Agung Sedayu Group telah mengadakan program sosial, seperti pernikahan massal bersama MUI di Teluknaga dan kegiatan komunitas lainnya, untuk menjalin hubungan baik dengan masyarakat sekitar. Namun, upaya ini belum sepenuhnya meredam ketegangan, terutama karena warga Kampung Encle dan sekitarnya masih merasa terancam oleh dampak penggusuran dan perubahan lingkungan.
Pada Februari 2025, laporan muncul bahwa sejumlah pihak melaporkan proyek PIK 2 ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan pelanggaran, meskipun belum ada putusan resmi yang membuktikan adanya pelanggaran hukum.
Ketegangan antara pengembang dan warga terus berlanjut, dengan Istighotsah Kubro menjadi bukti kuatnya resistensi komunitas lokal. Acara ini mencerminkan perpaduan antara spiritualitas, aktivisme sosial, dan perjuangan politik untuk menjaga hak rakyat.
Masyarakat Banten, bersama para ulama dan aktivis, bertekad melanjutkan perlawanan terhadap dugaan ketidakadilan, sembari menyerukan keadilan dan kebenaran untuk Indonesia.
Mereka juga menegaskan pentingnya menjaga solidaritas dan semangat kebersamaan dalam menghadapi tantangan pembangunan yang dinilai tidak berpihak pada rakyat kecil.