Serge Atlaoui, terpidana mati kasus narkoba di Indonesia yang dipulangkan ke Prancis dapat pembebasan bersyarat di negara asalnya. Pembebasan bersyaraat Atlaoui telah disetujui pada 18 Juli lalu.
"Ini merupakan perjuangan yang sangat panjang, tidak ada keraguan bagi saya untuk menyerah kapan pun. Ini adalah momen yang sangat penting bagi saya hari ini, dan akan menjadi momen yang penting baginya segera setelah ia (Atlaoui) dibebaskan," ujar pengacaranya, Richard Sedillot, kepada AFP.
Lantas bagaimana sikap Indonesia atas pembebasan itu?
Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas) RI Yusril Ihza Mahendra menegaskan bahwa pemerintah Indonesia menghormati keputusan pemerintah Prancis.
Dia menjelaskan bahwa keputusan tersebut diambil pemerintah Prancis setelah Pengadilan Prancis mengurangi hukuman Atlaoui dari hukuman mati menjadi pidana penjara 30 tahun, sesuai dengan ketentuan hukum pidana Prancis yang menetapkan 30 tahun sebagai pidana maksimum untuk tindak pidana serupa.
"Putusan ini membuka jalan bagi pemerintah Prancis untuk memberikan pembebasan bersyarat kepada Atlaoui dengan mempertimbangkan bahwa yang bersangkutan telah menjalani masa tahanan selama 20 tahun di Indonesia," kata Yusril saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis.
Dalam pengaturan praktis alias practical arrangement yang ditandatangani oleh Menko Yusril bersama Menteri Kehakiman Prancis Gerald Darmanin melalui video telekonferensi pada 24 Januari 2025 lalu, pemerintah Prancis menyatakan menghormati dan mengakui bahwa warganya telah terbukti bersalah melakukan kejahatan produksi psikotropika di Indonesia dan dijatuhi hukuman mati.
Menko menuturkan bahwa permohonan grasi atas nama Atlaoui juga telah ditolak oleh Presiden ke-7 RI Joko Widodo pada 2015, sehingga yang bersangkutan tinggal menunggu pelaksanaan eksekusi.
Namun atas dasar hubungan baik, prinsip resiprositas, dan prinsip kemanusiaan, mengingat Atlaoui menderita sakit kanker, kata dia, pemerintah Indonesia dan pemerintah Prancis menyepakati pemulangan Serge Atlaoui ke negaranya. Adapun tanggung jawab pembinaan selanjutnya menjadi kewenangan penuh pemerintah Prancis.
"Keputusan apakah Atlaoui akan dieksekusi, diampuni, atau dikurangi hukumannya setelah dipulangkan menjadi sepenuhnya wewenang pemerintah Prancis sesuai sistem hukum mereka," ucap dia.
Yusril melanjutkan, karena hukuman Atlaoui telah dikurangi menjadi 30 tahun, pemerintah Prancis dapat memberikan pembebasan bersyarat setelah terpidana menjalani dua pertiga masa pidana, yaitu 20 tahun yang telah dijalani di Indonesia.
Untuk itu, dia menekankan bahwa pemerintah RI tidak mempersoalkan pembebasan bersyarat tersebut karena telah sesuai dengan hukum Prancis dan kesepakatan kedua negara.
Di sisi lain, dikatakan bahwa pemulangan narapidana antarnegara bersifat resiprokal, sehingga apabila di masa mendatang terdapat narapidana warga negara Indonesia (WNI) yang dipulangkan oleh pemerintah Prancis, pemerintah Indonesia juga dapat melakukan tindakan serupa sebagaimana yang dilakukan pemerintah Prancis terhadap Atlaoui.
Serge Atlaoui merupakan warga negara Prancis yang ditangkap pada 2005 dalam penggerebekan pabrik ekstasi di Tangerang. Ia dijatuhi hukuman mati pada 2007 oleh Mahkamah Agung RI setelah banding dan kasasi ditolak.
Permohonan grasi juga ditolak oleh Presiden ke-7 Joko Widodo pada 2015. Setelah menjalani proses diplomasi dan kerja sama hukum antarnegara, Atlaoui dipulangkan ke Prancis berdasarkan pengaturan praktis pada 4 Februari 2025 untuk menjalani sisa masa pidana di negaranya.