Sengketa blok Ambalat kembali mengemuka usai Kementerian Luar Negeri Malaysia mengubah nama perairan tersebut menjadi Laut Sulawesi.
Menteri Luar Negeri Malaysia Datuk Seri Mohamad Hasan dalam pidatonya di depan anggota Dewan Rakyat Malaysia hari Selasa siang, (5/8/2025), meminta semua orang di negaranya menyebut perairan yang disengketakan itu sebagai “Laut Sulawesi”, bukan Ambalat.
Blok Ambalat terletak di laut Sulawesi atau Selat Makasar.
Blok Ambalat adalah wilayah laut yang diperkirakan mengandung kandungan minyak dan gas yang dapat dimanfaatkan hingga 30 tahun ke depan.
Ambalat telah lama menjadi sengketa antara Indonesia dan Malaysia.
Sengketa ini terjadi karena klaim tumpang tindih atas penguasaan wilayah di antara dua negara.
Saling klam ini disebabkan adanya perbedaan kepentingan dan belum selesainya masalah batas-batas wilayah kelautan kedua negara.
Lokasinya dekat dengan perpanjangan perbatasan darat antara Sabah di Malaysia dan Kalimantan Utara di Indonesia.
Presiden Prabowo Subianto tempo hari mengatakan Indonesia ingin menyelesaikan sengketa Ambalat dengan cara damai.
Konflik Ambalat telah berlangsung puluhan tahun dan terkadang, melibatkan kekuatan militer kedua belah pihak.
Sebagai contoh, pada tahun 2005 ada insiden penangkapan 17 warga Indonesia oleh kapal perang Malaysia di Ambalat.
Dua tahun kemudian kapal perang dan pesawat patroli Malaysia memasuki blok Ambalat yang mengakibatkan TNI AL mengerahkan kapal perangnya untuk mengadang kapal Malaysia.
Pada tahun 2015 terjadi insiden sembilan pesawat tempur Malaysia menerobos wilayah udara Indonesia di dekat Ambalat.
Lalu, seperti apa perbandingan kekuatan militer antara Indonesia dan Malaysia?
Global Firepower, media melakukan pemeringkatan kekuatan militer negara-negara di dunia, menempatkan Indonesia pada posisi ke-13 dalam daftar negara terkuat di dunia.
Sementara itu, Malaysia berada jauh di belakang Indonesia, yakni pada posisi ke-42.
Berikut perbandingan kekuatan militer Indonesia vs Malaysia seperti dilansir Tribunnews.com di artikel berjudul Ambalat Memanas, Ini Perbandingan Kekuatan Militer Indonesia dan Malaysia, Negeri Jiran Kalah Jauh:
PERSONEL
SDM yang tersedia
Indonesia: 137.965.608
Malaysia: 16.245.461
Personel yang cocok untuk bertugas
Indonesia: 114.595.923
Malaysia: 13.480.276
Personel yang memasuki umur wajib militer per tahun
Indonesia: 4.786.562
Malaysia: 553.037
Personel aktif
Indonesia: 400.000
Malaysia: 113.000
Personel cadangan
Indonesia: 400.000
Malaysia: 51.600
Personel paramiliter
Indonesia: 250.000
Malaysia: 100.000
KEUANGAN
Anggaran pertahanan
Indonesia: $10.600.000.000
Malaysia: $4.800.000.000
Utang luar negeri
Indonesia: $440.000.000.000
Malaysia: $247.500.000.000
Devisa
Indonesia: $146.359.000.000
Malaysia: $113.438.000.000
Daya beli
Indonesia: $3.906.000.000.000
Malaysia: $1.152.000.000.0000
ANGKATAN UDARA
Jumlah pesawat
Indonesia: 459
Malaysia: 135
Pesawat tempur
Indonesia: 41
Malaysia: 26
Pesawat serang
Indonesia: 34
Malaysia: 12
Pesawat transport
Indonesia: 70
Malaysia: 16
Pesawat latih
Indonesia: 112
Malaysia: 31
Pesawat misi khusus
Indonesia: 17
Malaysia: 6
Pesawat pengisian bahan bakar
Indonesia: 1
Malaysia: 4
Helikopter
Indonesia: 214
Malaysia: 45
Helikopter serang
Indonesia: 15
Malaysia: 0
ANGKATAN DARAT
Tank
Indonesia: 331
Malaysia: 48
Kendaraan lapis baja
Indonesia: 20.440
Malaysia: 13.506
Artileri swagerak
Indonesia: 153
Malaysia: 0
Artileri tarik
Indonesia: 396
Malaysia: 196
Peluncur roket bergerak
Indonesia: 63
Malaysia: 36
ANGKATAN LAUT
Jumlah kapal
Indonesia: 331
Malaysia: 100
Kapal induk
Indonesia: 0
Malaysia: 0
Kapal selam
Indonesia: 4
Malaysia: 2
Kapal perusak
Indonesia: 0
Malaysia: 0
Fregat
Indonesia: 7
Malaysia: 2
Korvet
Indonesia: 25
Malaysia: 6
Kapal patroli
Indonesia: 211
Malaysia: 71
Kapal penyapu ranjau
Indonesia: 12
Malaysia: 4
Kronologi sengketa Ambalat
Dilansir Kompas.com, sengketa Indonesia-Malaysia atas Ambalat dimulai ketika kedua negara masing-masing melakukan penelitian di dasar laut untuk mengetahui landas kontinen dan zona ekonomi eksklusif pada tahun 1969.
Kedua negara kemudian menandatangani Perjanjian Tapal Batas Landas Kontinen Indonesia-Malaysia pada 27 Oktober 1969 yang diratifikasi oleh masing-masing negara pada tahun yang sama.
Berdasarkan perjanjian ini, wilayah Blok Ambalat merupakan milik Indonesia.
Namun, pada 1979, Malaysia mengingkari perjanjian ini dengan memasukkan blok maritim Ambalat ke dalam peta wilayahnya.
Hal ini menyebabkan pemerintahan Indonesia menolak peta baru Malaysia tersebut.
Tak hanya Indonesia, peta tersebut juga diprotes oleh Filipina, Singapura, Thailand, Tiongkok, Vietnam, karena dianggap sebagai upaya atas perebutan wilayah negara lain.
Aksi sepihak Malaysia ini diikuti dengan penangkapan nelayan Indonesia pada wilayah-wilayah yang diklaim.
Berdasarkan klaim batas wilayah yang tercantum dalam peta tahun 1979 tersebut, Malaysia membagi dua blok konsesi minyak, yakni Blok Y (ND6) dan Blok Z (ND7).
Adapun Blok Y merupakan blok yang tumpang tindih dengan wilayah konsesi minyak yang diklaim Indonesia.
Sementara Blok Z adalah blok yang tumpang tindih dengan wilayah yang diklaim Filipina.
Pada 16 Februari 2005, Malaysia memberikan konsesi minyak di kedua blok tersebut kepada perusahaan minyak milik Inggris dan Belanda, Shell.
Kapal-kapal patroli Malaysia pun diketahui berulang kali melintasi batas wilayah Indonesia dengan alasan area tersebut merupakan bagian dari wilayah Malaysia.
Klaim sepihak dan beragam tindakan provokasi ini berdampak pada peningkatan eskalasi hubungan kedua negara.
Akhirnya, pada tahun 2009, pemimpin kedua negara, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Malaysia Abdullah Ahmad Badawi mengambil langkah politik untuk meredakan ketegangan akibat Ambalat.
Masing-masing pihak menjelaskan landasan hukum klaim atas Ambalat.
Malaysia mengklaim Ambalat dengan menerapkan prosedur penarikan garis pangkal kepulauan (archipelagic baseline) dari Pulau Sipadan dan Ligitan yang berhasil mereka rebut pada tahun 2002.
Malaysia berargumentasi bahwa tiap pulau berhak memiliki laut teritorial, zona ekonomi eksklusif dan landas kontinennya sendiri.
Namun, alasan ini ditolak pemerintah Indonesia yang menegaskan bahwa rezim penetapan batas landas kontinen mempunyai ketentuan khusus yang menyebut keberadaan pulau-pulau yang relatif kecil tidak akan diakui sebagai titik ukur landas kontinen.
Selain itu, Malaysia adalah negara pantai (coastal state) dan bukan negara kepulauan (archipelagic state) sehingga tidak bisa menarik garis pangkal dari Pulau Sipadan dan Ligitan.
Klaim Malaysia tersebut bertentangan dengan Konvensi Hukum Laut atau UNCLOS 1982 yang sama-sama diratifikasi oleh Indonesia dan Malaysia.
Berdasarkan konvensi ini, Ambalat diakui sebagai wilayah Indonesia.
Penyelesaian sengketa Ambalat
Blok Ambalat merupakan masalah lama yang seringkali menimbulkan ketegangan dan menghambat hubungan Indonesia-Malaysia.
Sayangnya, proses penyelesaian masalah ini cenderung berjalan lambat.
Indonesia dan Malaysia telah berulang kali melakukan perundingan untuk menyelesaikan masalah Ambalat.
Akan tetapi, hingga kini, belum ada kejelasan mengenai penyelesaian sengketa tersebut.
Berdasarkan hukum internasional, dalam hal terjadinya sengketa wilayah laut, maka penyelesaiannya dilakukan sesuai ketentuan UNCLOS 1982.
Negara yang bersengketa diwajibkan menyelesaikan dengan cara-cara damai.
Jika cara tersebut tidak berhasil mencapai persetujuan, maka negara-negara terkait harus mengajukan sebagian sengketa kepada prosedur wajib.
Dengan prosedur ini, sengketa hukum laut akan diselesaikan melalui mekanisme dan institusi peradilan internasional yang telah ada, seperti Mahkamah Internasional.
Indonesia dan Malaysia sendiri memilih jalan damai dalam menyelesaikan sengketa perbatasan ini.
Hal tersebut terlihat dari perundingan-perundingan yang sudah dilakukan oleh perwakilan kedua negara.
Pemerintah Indonesia, pada tahun 2009, pernah menyebut tidak akan membawa masalah Blok Ambalat ke Mahkamah Internasional mengingat posisi Indonesia yang kuat.
Meski begitu, pemerintah berulang kali menegaskan bahwa kedaulatan Indonesia merupakan harga mati yang tidak bisa ditawar.