Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Ambalat Memanas Inilah Perbandingan Kekuatan Militer Indonesia vs Malaysia dan Kronologi Sengketa

Agustus 09, 2025 Last Updated 2025-08-09T07:24:31Z

 


Sengketa blok Ambalat kembali mengemuka usai Kementerian Luar Negeri Malaysia mengubah nama perairan tersebut menjadi Laut Sulawesi.


Menteri Luar Negeri Malaysia Datuk Seri Mohamad Hasan dalam pidatonya di depan anggota Dewan Rakyat Malaysia hari Selasa siang, (5/8/2025), meminta semua orang di negaranya menyebut perairan yang disengketakan itu sebagai “Laut Sulawesi”, bukan Ambalat.


Blok Ambalat terletak di laut Sulawesi atau Selat Makasar.


Blok Ambalat adalah wilayah laut yang diperkirakan mengandung kandungan minyak dan gas yang dapat dimanfaatkan hingga 30 tahun ke depan. 


Ambalat telah lama menjadi sengketa antara Indonesia dan Malaysia.


Sengketa ini terjadi karena klaim tumpang tindih atas penguasaan wilayah di antara dua negara.


Saling klam ini disebabkan adanya perbedaan kepentingan dan belum selesainya masalah batas-batas wilayah kelautan kedua negara.


Lokasinya dekat dengan perpanjangan perbatasan darat antara Sabah di Malaysia dan Kalimantan Utara di Indonesia. 


Presiden Prabowo Subianto tempo hari mengatakan Indonesia ingin menyelesaikan sengketa Ambalat dengan cara damai.


Konflik Ambalat telah berlangsung puluhan tahun dan terkadang, melibatkan kekuatan militer kedua belah pihak.


Sebagai contoh, pada tahun 2005 ada insiden penangkapan 17 warga Indonesia oleh kapal perang Malaysia di Ambalat.


Dua tahun kemudian kapal perang dan pesawat patroli Malaysia memasuki blok Ambalat yang mengakibatkan TNI AL mengerahkan kapal perangnya untuk mengadang kapal Malaysia.


Pada tahun 2015 terjadi insiden sembilan pesawat tempur Malaysia menerobos wilayah udara Indonesia di dekat Ambalat.


Lalu, seperti apa perbandingan kekuatan militer antara Indonesia dan Malaysia?


Global Firepower, media melakukan pemeringkatan kekuatan militer negara-negara di dunia, menempatkan Indonesia pada posisi ke-13 dalam daftar negara terkuat di dunia.


Sementara itu, Malaysia berada jauh di belakang Indonesia, yakni pada posisi ke-42.


Berikut perbandingan kekuatan militer Indonesia vs Malaysia seperti dilansir Tribunnews.com di artikel berjudul Ambalat Memanas, Ini Perbandingan Kekuatan Militer Indonesia dan Malaysia, Negeri Jiran Kalah Jauh:


PERSONEL


SDM yang tersedia 


Indonesia: 137.965.608


Malaysia: 16.245.461


Personel yang cocok untuk bertugas 


Indonesia: 114.595.923


Malaysia: 13.480.276


Personel yang memasuki umur wajib militer per tahun 


Indonesia: 4.786.562 


Malaysia: 553.037


Personel aktif


Indonesia: 400.000


Malaysia: 113.000


Personel cadangan 


Indonesia: 400.000


Malaysia: 51.600


Personel paramiliter 


Indonesia: 250.000


Malaysia: 100.000


KEUANGAN


Anggaran pertahanan 


Indonesia: $10.600.000.000


Malaysia: $4.800.000.000


Utang luar negeri 


Indonesia: $440.000.000.000


Malaysia: $247.500.000.000


Devisa 


Indonesia: $146.359.000.000


Malaysia: $113.438.000.000


Daya beli 


Indonesia: $3.906.000.000.000


Malaysia: $1.152.000.000.0000


ANGKATAN UDARA


Jumlah pesawat 


Indonesia: 459


Malaysia: 135


Pesawat tempur 


Indonesia: 41


Malaysia: 26


Pesawat serang 


Indonesia: 34


Malaysia: 12


Pesawat transport 


Indonesia: 70


Malaysia: 16


Pesawat latih 


Indonesia: 112


Malaysia: 31


Pesawat misi khusus 


Indonesia: 17


Malaysia: 6


Pesawat pengisian bahan bakar 


Indonesia: 1


Malaysia: 4


Helikopter 


Indonesia: 214


Malaysia: 45


Helikopter serang 


Indonesia: 15


Malaysia: 0


ANGKATAN DARAT


Tank 


Indonesia: 331


Malaysia: 48


Kendaraan lapis baja 


Indonesia: 20.440


Malaysia: 13.506


Artileri swagerak 


Indonesia: 153


Malaysia: 0


Artileri tarik 


Indonesia: 396


Malaysia: 196


Peluncur roket bergerak 


Indonesia: 63


Malaysia: 36


ANGKATAN LAUT


Jumlah kapal 


Indonesia: 331


Malaysia: 100


Kapal induk 


Indonesia: 0


Malaysia: 0


Kapal selam 


Indonesia: 4


Malaysia: 2


Kapal perusak 


Indonesia: 0


Malaysia: 0


Fregat 


Indonesia: 7


Malaysia: 2


Korvet 


Indonesia: 25


Malaysia: 6


Kapal patroli 


Indonesia: 211


Malaysia: 71


Kapal penyapu ranjau 


Indonesia: 12


Malaysia: 4


Kronologi sengketa Ambalat


Dilansir Kompas.com, sengketa Indonesia-Malaysia atas Ambalat dimulai ketika kedua negara masing-masing melakukan penelitian di dasar laut untuk mengetahui landas kontinen dan zona ekonomi eksklusif pada tahun 1969. 


Kedua negara kemudian menandatangani Perjanjian Tapal Batas Landas Kontinen Indonesia-Malaysia pada 27 Oktober 1969 yang diratifikasi oleh masing-masing negara pada tahun yang sama.


Berdasarkan perjanjian ini, wilayah Blok Ambalat merupakan milik Indonesia.


Namun, pada 1979, Malaysia mengingkari perjanjian ini dengan memasukkan blok maritim Ambalat ke dalam peta wilayahnya.


Hal ini menyebabkan pemerintahan Indonesia menolak peta baru Malaysia tersebut.


Tak hanya Indonesia, peta tersebut juga diprotes oleh Filipina, Singapura, Thailand, Tiongkok, Vietnam, karena dianggap sebagai upaya atas perebutan wilayah negara lain.


Aksi sepihak Malaysia ini diikuti dengan penangkapan nelayan Indonesia pada wilayah-wilayah yang diklaim.


Berdasarkan klaim batas wilayah yang tercantum dalam peta tahun 1979 tersebut, Malaysia membagi dua blok konsesi minyak, yakni Blok Y (ND6) dan Blok Z (ND7).


Adapun Blok Y merupakan blok yang tumpang tindih dengan wilayah konsesi minyak yang diklaim Indonesia.


Sementara Blok Z adalah blok yang tumpang tindih dengan wilayah yang diklaim Filipina.


Pada 16 Februari 2005, Malaysia memberikan konsesi minyak di kedua blok tersebut kepada perusahaan minyak milik Inggris dan Belanda, Shell.


Kapal-kapal patroli Malaysia pun diketahui berulang kali melintasi batas wilayah Indonesia dengan alasan area tersebut merupakan bagian dari wilayah Malaysia.


Klaim sepihak dan beragam tindakan provokasi ini berdampak pada peningkatan eskalasi hubungan kedua negara.


Akhirnya, pada tahun 2009, pemimpin kedua negara, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Malaysia Abdullah Ahmad Badawi mengambil langkah politik untuk meredakan ketegangan akibat Ambalat.


Masing-masing pihak menjelaskan landasan hukum klaim atas Ambalat.


Malaysia mengklaim Ambalat dengan menerapkan prosedur penarikan garis pangkal kepulauan (archipelagic baseline) dari Pulau Sipadan dan Ligitan yang berhasil mereka rebut pada tahun 2002.


Malaysia berargumentasi bahwa tiap pulau berhak memiliki laut teritorial, zona ekonomi eksklusif dan landas kontinennya sendiri.


Namun, alasan ini ditolak pemerintah Indonesia yang menegaskan bahwa rezim penetapan batas landas kontinen mempunyai ketentuan khusus yang menyebut keberadaan pulau-pulau yang relatif kecil tidak akan diakui sebagai titik ukur landas kontinen.


Selain itu, Malaysia adalah negara pantai (coastal state) dan bukan negara kepulauan (archipelagic state) sehingga tidak bisa menarik garis pangkal dari Pulau Sipadan dan Ligitan.


Klaim Malaysia tersebut bertentangan dengan Konvensi Hukum Laut atau UNCLOS 1982 yang sama-sama diratifikasi oleh Indonesia dan Malaysia.


Berdasarkan konvensi ini, Ambalat diakui sebagai wilayah Indonesia.


Penyelesaian sengketa Ambalat


Blok Ambalat merupakan masalah lama yang seringkali menimbulkan ketegangan dan menghambat hubungan Indonesia-Malaysia. 


Sayangnya, proses penyelesaian masalah ini cenderung berjalan lambat.


Indonesia dan Malaysia telah berulang kali melakukan perundingan untuk menyelesaikan masalah Ambalat.


Akan tetapi, hingga kini, belum ada kejelasan mengenai penyelesaian sengketa tersebut.


Berdasarkan hukum internasional, dalam hal terjadinya sengketa wilayah laut, maka penyelesaiannya dilakukan sesuai ketentuan UNCLOS 1982.


Negara yang bersengketa diwajibkan menyelesaikan dengan cara-cara damai.


Jika cara tersebut tidak berhasil mencapai persetujuan, maka negara-negara terkait harus mengajukan sebagian sengketa kepada prosedur wajib.


Dengan prosedur ini, sengketa hukum laut akan diselesaikan melalui mekanisme dan institusi peradilan internasional yang telah ada, seperti Mahkamah Internasional.


Indonesia dan Malaysia sendiri memilih jalan damai dalam menyelesaikan sengketa perbatasan ini.


Hal tersebut terlihat dari perundingan-perundingan yang sudah dilakukan oleh perwakilan kedua negara.


Pemerintah Indonesia, pada tahun 2009, pernah menyebut tidak akan membawa masalah Blok Ambalat ke Mahkamah Internasional mengingat posisi Indonesia yang kuat.


Meski begitu, pemerintah berulang kali menegaskan bahwa kedaulatan Indonesia merupakan harga mati yang tidak bisa ditawar.

×