Baru-baru ini ramai dibahas di media sosial soal ucapan Sri Mulyani yang membicarakan soal kesejahteraan guru di Indonesia.
Saat itu, bendahara negara itu memberikan orasi dalam sebuah acara Forum Konvensi Sains, Teknologi, dan Industri Indonesia yang diselenggarakkan Institut Teknologi Bandung (ITB). Ia awalnya bicara soal APBN untuk sektor pendidikan senilai Rp 724,3 triliun di tahun 2025.
Sri Mulyani lalu menyoroti soal rendahnya gaji guru dan dosen di Indonesia, hal itu juga dianggapnya jadi tantangan pengelolaan keuangan negara. Ucapannya inilah yang kemudian menuai polemik berkepanjangan.
"Banyak di media sosial, saya selalu mengatakan, menjadi dosen atau menjadi guru tidak dihargai karena gajinya enggak besar. Ini juga salah satu tantangan bagi keuangan negara," beber Sri Mulyani dikutip dari kanal YouTube Institut Teknologi Bandung, Selasa (19/8/2025).
Yang kemudian jadi polemik lainnya di media sosial, yakni pernyataan Sri Mulyani yang menyebut bahwa apakah rendahnya gaji guru dan dosen bisa diselesaikan dengan keuangan negara atau dengan pendekatan lainnya, misalnya partisipasi masyarakat.
Ia beranggapan, bila hanya mengandalkan APBN, maka dikhawatirkan kesejahteraan guru dan dosen sulit terselesaikan.
"Apakah semuanya harus dari keuangan negara ataukah ada partisipasi dari masyarakat," kata mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu.
Sri Mulyani sendiri tidak menjelaskan secara eksplisit terkait bentuk partisipasi masyarakat dalam upaya meningkatkan kesejahteraan para guru dan dosen.
Kabar hoax guru beban negara
Tak lama usai menyampaikan pidatonya di ITB, Sri Mulyani, terjadi perdebatan panas di media sosial. Beberapa lama kemudian, beredar cuplikan video yang menampilkan dirinya seolah menyebut guru sebagai beban negara.
Salah satu potongan video itu diunggah akun TikTok Sais****** pada Senin (18/8/2025). Tak berhenti di sana, unggahan serupa juga menyebar ke Instagram dan X.
"Guru itu beban negara," demikian pernyataan Sri Mulyani dalam cuplikan video yang mendadak viral tersebut.
Namun, Kementerian Keuangan membantah keras isi video yang menyebut guru beban negara tersebut. Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu, Deni Surjantoro, memastikan bahwa rekaman tersebut tidak benar.
"Itu hoax," ujar Deni saat dihubungi Kompas.com, Selasa (19/8/2025).
Ia menjelaskan, video itu merupakan hasil rekayasa berbasis teknologi deepfake yang bersumber dari pidato Sri Mulyani dalam forum kampus ITB tersebut.
Menurut Deni, tanda-tanda manipulasi terlihat jelas bila diperhatikan dengan cermat. Salah satunya, suara Sri Mulyani terdengar patah-patah ketika menyebut kata "beban".
"Faktanya, Menteri Keuangan tidak pernah menyatakan bahwa guru beban negara. Video tersebut adalah hasil deepfake dan potongan tidak utuh dari pidato Menkeu," tegasnya.
Sementara itu, saat ditemui di Gedung DPR RI belum lama ini, Sri Mulyani enggan menjawab polemik tersebut. Ia hanya berjalan langsung menuju mobil dinasnya.
Gaji guru dan dosen di Indonesia
Rata-rata gaji pokok dosen perguruan tinggi negeri (PTN) di Indonesia saat ini hanya setara 1,3 kali Upah Minimum Provinsi (UMP). Jika dihitung secara sederhana, jumlah tersebut kira-kira sebanding dengan harga 143 kilogram beras.
Dibandingkan negara tetangga di Asia Tenggara, posisi Indonesia masih jauh tertinggal. Berdasarkan survei kualitatif Tim Jurnalisme Data Harian Kompas yang dilakukan pada 4–23 April 2025 terhadap 36 dosen PTN di 23 provinsi, gaji pokok dosen Indonesia tergolong rendah bila disejajarkan dengan lima negara lainnya di kawasan.
Di Kamboja, dosen perguruan tinggi publik bisa memperoleh gaji hingga 6,6 kali upah minimum. Sementara itu, di Thailand nilainya 4,1 kali, Vietnam 3,42 kali, Malaysia 3,41 kali, dan Singapura 1,48 kali.
Selain persoalan gaji, beban kerja dosen PTN di Indonesia juga terbilang tinggi. Sepanjang 2024, rata-rata jam kerja mereka mencapai 69,64 jam per minggu. Data ini dihimpun melalui survei kualitatif pada periode yang sama, dengan responden yang tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia.