Kisah Inspiratif Sucipto: Dari Lereng Semeru, Cahaya Itu Mengalir untuk Negeri
Air bukan sekadar sumber kehidupan, melainkan sumber harapan. Filosofi itulah yang dipegang teguh oleh Sucipto (61), warga Dusun Kajar Kuning, Desa Sumberwuluh, Kecamatan Candipuro, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur.
Dari desa kecil di kaki Gunung Semeru, ia berhasil menciptakan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) yang kini menerangi 116 rumah di sekitarnya.
Semua bermula pada tahun 1992, ketika kampungnya belum tersentuh listrik. Setiap malam, hanya lampu minyak yang redup menemani gelapnya lereng Mahameru. Melihat aliran sungai kecil di dekat rumah, Sucipto mendapatkan ide: memanfaatkan kekuatan air menjadi sumber energi.
Dari Bengkel Kecil di Rumah, Hadir Listrik untuk Satu Dusun
Berbekal ilmu teknik mesin dari IKIP PGRI Malang (kini Universitas Negeri Malang), Sucipto mulai merancang turbin dan generator sederhana.
Dengan tangan dan kreativitasnya, ia membangun pembangkit listrik kecil yang akhirnya mampu menyalakan rumah-rumah di desanya.
Kini, 116 rumah di Dusun Kajar Kuning terang benderang setiap malam. Anak-anak bisa belajar tanpa terganggu gelap, sementara para orang tua tak lagi berburu minyak tanah.
“Kalau saya beli mobil, hanya keluarga saya yang menikmati. Tapi kalau buat mikrohidro, seluruh kampung bisa merasakannya,” ujar Sucipto.
Meski sudah berusia senja, Sucipto tetap setia memantau aliran sungai setiap hari agar turbin tidak tersumbat sampah. Kadang ia turun ke sungai saat malam, terutama ketika banjir datang.
Dicaci dan PLTMH Dibakar, Tapi Tak Pernah Menyerah
Perjuangan Sucipto tidak selalu mulus. Saat listrik padam, ia kerap dimarahi warga. Namun, bukannya kesal, ia malah bergegas ke sungai untuk memperbaiki mesin.
Pernah pula PLTMH miliknya dibakar warga karena kesalahpahaman. Kala itu, Sucipto ingin menerapkan sistem KWh meter agar pemakaian listrik lebih adil. Ia menilai, banyak warga yang boros karena membayar biaya sama meski penggunaan berbeda.
Namun, kebijakan itu justru memicu kemarahan warga, apalagi dilakukan menjelang hari raya. Akibatnya, pembangkit listrik yang dibangunnya dengan penuh kerja keras ludes terbakar.
“Ya salah saya juga, mutusnya pas mau lebaran. Akhirnya malam itu warga marah dan membakarnya,” kenang Sucipto.
Meski kecewa, Sucipto tidak menyerah. Ia memperbaiki kembali PLTMH dan menyalakan listrik untuk desanya dari nol.
Dari Lereng Semeru ke Seluruh Nusantara
Karya Sucipto kini tak hanya menerangi desanya. Ia telah membuat sekitar 180 unit PLTMH yang tersebar di berbagai daerah — mulai dari Banyuwangi, Mojokerto, Sumatera, Kalimantan, hingga Papua. Semua peralatan dirakit di bengkel kecil di belakang rumahnya.
Atas dedikasinya, ia menerima Penghargaan Kalpataru kategori Perintis Lingkungan dari Kementerian Lingkungan Hidup.
“Dari awal Pak Cip buat PLTMH, kami sudah ikut menggunakan. Kadang listriknya tidak stabil kalau debit air kecil, tapi sangat membantu,” kata Sugiyati, warga setempat.
Kini, meski listrik PLN telah masuk ke desanya, warga tetap mengandalkan PLTMH karya Sucipto sebagai sumber energi alternatif saat pemadaman.
Pahlawan Energi dari Lereng Semeru
Kisah Sucipto bukan hanya tentang teknologi, melainkan tentang pengabdian, kegigihan, dan cinta pada sesama.
Dari aliran sungai di kaki Gunung Semeru, ia membuktikan bahwa energi bersih bisa lahir dari niat tulus seorang warga desa — bukan dari laboratorium besar atau proyek miliaran.
Sucipto, sang “Penakluk Sungai Semeru”, telah membuktikan bahwa satu orang dengan niat baik dapat menerangi kehidupan banyak orang.


