Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Masa Depan Gaza Usai Perjanjian Damai: Potensi Pasukan Israel Bertahan dan Eksistensi Hamas

Oktober 15, 2025 Last Updated 2025-10-15T09:14:10Z



Warga Jalur Gaza, Palestina, akhirnya merasakan sedikit kelegaan setelah berlangsungnya Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) di Sharm El-Sheikh, Mesir, pada Senin (13/10/2025).


Agenda utama KTT tersebut adalah penandatanganan perjanjian perdamaian serta penghentian konflik di Gaza yang telah berlangsung sejak Oktober 2023.


Konferensi ini dihadiri oleh berbagai kepala negara, antara lain Presiden Indonesia Prabowo Subianto, Presiden Amerika Serikat Donald Trump, Presiden Mesir Abdel Fattah El-Sisi, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, dan Emir Qatar Syekh Tamim bin Hamad Al Thani.


Dilansir dari Antara, Selasa (14/10/2025), beberapa kesepakatan penting dicapai dalam forum antarnegara ini.


Di antaranya, dukungan terhadap upaya Amerika Serikat untuk mengakhiri perang di Gaza dan menciptakan perdamaian di Timur Tengah, mendorong pencapaian perdamaian melalui kerja sama dan dialog, serta menghormati agama Islam, Kristen, dan Yahudi serta melindungi situs keagamaan masing-masing.


Kesepakatan lain mencakup penolakan terhadap ekstremisme dan radikalisme dalam bentuk apa pun, serta mengutamakan negosiasi dan diplomasi sebagai jalan penyelesaian sengketa di masa depan.


Lalu, bagaimana masa depan Gaza setelah KTT Sharm El-Sheikh? Akankah forum ini menghentikan serangan Israel di Gaza yang sudah berlangsung sejak dua tahun terakhir?


Baca juga: 4 Fakta Pertukaran Sandera Israel dan Hamas yang Jadi Awal Perdamaian Gaza


1. Israel mulai tarik pasukan, tapi isyaratkan bertahan

Untuk diketahui, sebelum KTT digelar, Hamas dan Israel sepakat untuk sama-sama membebaskan sandera yang ditahan.


Dilansir dari laporan The Guardian, Selasa (14/10/2025), Israel juga sudah menarik pasukannya dari kota-kota besar di Gaza.


Penarikan pasukan dilakukan hingga mencapai “garis kuning” yang artinya Israel masih menduduki sekitar 53 persen wilayah Gaza.


Secara teori, Israel akan menarik pasukan dalam dua tahap, yakni saat pasukan stabilisasi internasional dimobilisasi dan zona penyangga keamanan yang permanen.


Kendati demikian, belum bisa dipastikan apakah pasukan Israel benar-benar akan angkat kaki dari wilayah tersebut.


Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dalam beberapa hari terakhir memberikan pandangan yang berbeda.


Ia menyatakan, Pasukan Pertahanan Israel atau IDF tetap berada jauh di dalam wilayah Gaza.


Netanyahu juga mengisyaratkan bahwa IDF tetap mengendalikan semua titik domunasinya di Gaza.


"Saya juga percaya bahwa jika, selain tekanan militer besar-besaran kita, kita juga menerapkan tekanan diplomatik besar-besaran dari sahabat karib kita, Presiden Trump – kombinasi itu akan menyebabkan Hamas memulangkan semua sandera kita, sementara IDF tetap berada jauh di dalam wilayah Gaza dan mengendalikan semua titik dominasinya. Dan inilah yang sedang terjadi,"kata Netanyahu dikutip dari laman resmi Pemerintah Israel, Jumat (10/10/2025).


Baca juga: Seruan Pembebasan dr Hussam Abu Safiya Mengemuka Usai Gencatan Senjata di Gaza


2. Hamas ingin kembali tegaskan otoritas di Gaza

Masih dari laporan The Guardian, nasib kelompok Hamas yang selama ini menguasai Gaza masih menjadi tanda tanya setelah perjanjian perdamaian dan penghentian perang di Gaza ditandatangani.


Muncul tuntutan agar kelompok tersebut dilucuti senjatanya, namun hal ini sepertinya tidak akan terjadi.


Seorang pejabat senior Hamas sempat mengatakan kepada kantor berita AFP bahwa tuntutan agar pihaknya menyerahkan senjata tidak dapat dinegosiasikan.


Pejuang Hamas juga masih terlihat memegang senjata di beberapa titik di Gaza ketika proses pembebasan sandera pada Senin (13/10/2025).


Sikap tersebut mengisyaratkan bahwa Hamas kembali menegaskan otoritasnya di kawasan tersebut.


Sementara itu, laporan Reuters pada Selasa (14/10/2025), menunjukkan bahwa pejuang Hamas kembali memperketat pengaruhnya di Gaza.


Baca juga: KTT Gaza di Mesir: Babak Baru Perdamaian atau Awal Tantangan Baru?


3. Trump isyaratkan pembangunan kembali di Gaza

Gaza mengalami kerusakan yang begitu parah setelah menjadi target serangan Israel dalam dua tahun terakhir.


Berdasarkan catatan NPR, Senin (13/10/2025), persentase bangunan rusak atau hancur di kawasan tersebut mencapai 78 persen.


Temuan tersebut diperoleh NPR melalui analisis awal Pusat Satelit Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 8 Juli 2025.


Tak hanya itu, sebanyak 114 situs warisan di Gaza juga mengalami kerusakan, sebagaimana dilaporkan UNESCO pada 6 Oktober 2025.


Rumah sakit yang masih beroperasi atau sebagian berfungsi di Gaza tinggal 14 dari 36 unit.


Setelah perjanjian perdamaian dan penghentian perang diteken, Trump memberi isyarat bahwa pembangunan di Gaza akan dimulai.


Ia menyebut penandatanganan perjanjian damai di Gaza sebagai “hari yang baru dan indah”.


Trump juga mengatakan, perjanjian tersebut menjadi tanda berakhirnya mimpi buruk yang panjang dan menyakitkan di Gaza.


“Semua orang senang. Butuh 3.000 tahun untuk sampai ke titik ini, percaya tidak? Dan itu akan bertahan juga," ujarnya dikutip dari BBC, Selasa (14/10/2025).

×