Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

🔥 KPK Tangkap Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko, Terungkap Suap Rp 1,25 Miliar dan Jual Beli Jabatan RSUD

November 11, 2025 Last Updated 2025-11-11T08:44:18Z



Kasus jual beli jabatan kembali mencoreng pemerintahan daerah di Indonesia. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada Jumat, 7 November 2025.


Dalam penangkapan tersebut, KPK juga mengamankan Sekretaris Daerah Ponorogo, Agus Pramono, yang diketahui telah menjabat selama 13 tahun, serta dua orang lainnya.


Modus Suap untuk Jabatan Direktur RSUD


KPK menetapkan Sugiri Sancoko sebagai tersangka pada Minggu, 9 November 2025. Ia diduga menerima suap dari Yunus Mahatma, Direktur RSUD dr. Harjono Ponorogo, yang ingin mempertahankan posisinya.


Untuk itu, Yunus disebut menyiapkan uang dengan bantuan Agus Pramono.

Suap dilakukan dalam tiga tahap:


Tahap pertama sebesar Rp400 juta diserahkan melalui ajudan Sugiri.


Tahap kedua Rp325 juta diberikan langsung pada periode berikutnya.


Tahap ketiga Rp500 juta diserahkan lewat kerabat Sugiri.


Total uang yang diberikan mencapai Rp1,25 miliar, dengan rincian Rp900 juta untuk Sugiri dan Rp325 juta untuk Agus Pramono.


Namun, di tahap ketiga inilah, KPK melakukan OTT setelah mengetahui Sugiri meminta sisa uang dari kesepakatan sebelumnya. Uang senilai Rp500 juta itu kini telah disita sebagai barang bukti.


Dugaan Suap Proyek RSUD


Selain jual beli jabatan, KPK juga menemukan dugaan suap terkait proyek pekerjaan RSUD Ponorogo senilai Rp14 miliar pada tahun 2024.

Dari proyek itu, Sucipto, rekanan RSUD, memberikan fee 10 persen atau sekitar Rp1,4 miliar kepada Yunus.


Tak hanya itu, Yunus juga disebut menerima gratifikasi Rp225 juta dalam periode 2023–2025, serta uang Rp75 juta dari pihak swasta.


Pasal yang Dikenakan


Sugiri dan Yunus diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 11, dan/atau Pasal 12B Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.


Kasus Serupa yang Terus Berulang


OTT terhadap Sugiri menambah panjang daftar kepala daerah yang terjerat praktik jual beli jabatan.

KPK sebelumnya sudah menangkap sejumlah pejabat dengan modus serupa, di antaranya:


Sri Hartini (Bupati Klaten, 2016)


Taufiqqurrahman (Bupati Nganjuk, 2017)


Nyono Suharli (Bupati Jombang, 2018)


Muhammad Tamzil (Bupati Kudus, 2019)


M. Syahrial (Wali Kota Tanjungbalai, 2021)


Novi Rahman Hidayat (Bupati Nganjuk, 2021)


Puput Tantriana Sari (Bupati Probolinggo, 2021)


Mukti Agung Wibowo (Bupati Pemalang, 2022)


Rahmat Effendi alias Pepen (Wali Kota Bekasi, 2022)


Abdul Gani Kasuba (Gubernur Maluku Utara, 2023)


Mengapa Kasus Ini Terus Terulang?


Menurut Lina Miftah Jannah, pengamat kebijakan publik Universitas Indonesia, akar masalah korupsi kepala daerah adalah mahalnya biaya politik Pilkada.


“Kepala daerah yang mengeluarkan biaya besar untuk Pilkada cenderung berusaha mengembalikan modalnya saat berkuasa,” jelas Lina.


Selain itu, Lina menyoroti pejabat birokrasi yang sudah terlalu lama menjabat dan memahami celah sistem, seperti halnya Sekda Ponorogo Agus Pramono.


“Mereka yang sudah lama di jabatan tertentu tahu betul celah regulasi yang bisa dimanfaatkan,” ujarnya.


Efek Pembubaran KASN


Lina juga menyebut praktik jual beli jabatan semakin berani sejak Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) dibubarkan lewat UU ASN 2023.


KASN sebelumnya berfungsi mengawasi penerapan sistem merit dalam pengisian jabatan ASN. Tanpa lembaga ini, praktik korupsi makin sulit diawasi.


“Dulu KASN jadi pengawal meritrokrasi. Sekarang lembaganya dibubarkan, jadi siapa yang mengawasi?” kata Lina.


Karena itu, Lina mendukung putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 121/PUU-XXII/2024 yang memerintahkan pembentukan kembali lembaga independen pengawas ASN.


“Harus segera dibentuk kembali. Ada KASN saja masih ada yang nakal, apalagi kalau enggak ada?” tegasnya.

×