Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyoroti kelemahan paling serius dalam tubuh Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Menurutnya, titik terburuk dari kinerja Polri saat ini berada pada sektor penegakan hukum.
“Yang buruk di penegakan hukum. Kalau pengayoman, pelayanan, itu nampaknya baik,” ujar Mahfud dalam tayangan di kanal YouTube pribadinya, Senin (10/11/2025).
Kritik dari Dalam Tubuh Polri Sendiri
Mahfud mengungkapkan, kelemahan Polri sejatinya sudah diakui secara internal. Ia menyebut bahwa sejumlah isu negatif seperti hedonisme, kesewenang-wenangan, dan pemerasan bahkan muncul dalam presentasi resmi tim reformasi Polri di hadapan para petinggi kepolisian.
“Kelemahan-kelemahan kami yang disorot oleh masyarakat seperti hedonisme, kesewenang-wenangan, pemerasan, dan macam-macam itu muncul di presentasi mereka tadi,” ungkap Mahfud.
Pria yang kini menjadi anggota Komite Percepatan Reformasi Polri itu menilai, pengakuan terbuka tersebut merupakan langkah awal penting untuk memperbaiki institusi yang selama ini kerap menuai kritik publik.
Mahfud Beri Tenggat Tiga Bulan untuk Reformasi Nyata
Dalam upaya membenahi citra Polri, Mahfud memberikan batas waktu tiga bulan kepada tim reformasi agar menghasilkan perubahan konkret dan dapat diukur.
“Dalam dua minggu ke depan kami mentargetkan tiga bulan lah, tiga bulan tuh sudah ada produknya,” tegas Mahfud.
Ia memastikan bahwa proses reformasi tidak akan dilakukan secara tertutup. Menurutnya, transparansi dan partisipasi publik menjadi kunci agar Polri benar-benar berubah.
Reformasi Polri Akan Libatkan Masyarakat
Mahfud mengumumkan rencana untuk mengundang masyarakat berpartisipasi aktif dalam dua hingga tiga minggu ke depan. Ia menilai reformasi Polri tidak bisa hanya dikerjakan dari dalam institusi semata, tetapi harus mendapat pengawasan dan masukan langsung dari publik.
“Kami akan mengundang partisipasi masyarakat dalam dua sampai tiga minggu ke depan,” ujarnya.
Pendekatan Kolaboratif, Bukan Konfrontatif
Mahfud menegaskan bahwa tim reformasi yang ia pimpin tidak dibentuk untuk menjadi musuh Polri. Menurutnya, pendekatan kolaboratif jauh lebih efektif dibandingkan konfrontasi.
“Tim ini tidak datang sebagai musuh. Kalau datang sebagai musuh pasti tidak akan efektif. Maka kita bicara ketemulah dari hati-hati,” tegasnya.
Ia juga mengajak publik untuk tidak hanya mengkritik, tetapi juga memberikan solusi nyata.
“Masyarakat disilakan bicara dan memberi solusi, jangan hanya ngeritik. Kalau ngeritik bahwa di polisi banyak pemerasan, semua orang sudah tahu. Tapi kenapa ini terjadi, itu yang harus dijawab,” tutup Mahfud.
Mahfud MD menekankan bahwa keberhasilan reformasi Polri akan sangat bergantung pada komitmen internal dan tekanan publik yang konstruktif. Dalam tiga bulan ke depan, publik menunggu apakah langkah reformasi ini benar-benar membawa perubahan nyata di tubuh kepolisian.


