Putri Presiden ke-4 RI KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Yenny Wahid, melontarkan kritik keras terhadap wacana pengelolaan tambang oleh organisasi masyarakat (ormas). Menurutnya, kebijakan tersebut justru membawa lebih banyak mudarat daripada manfaat.
Pernyataan itu disampaikan Yenny saat menghadiri haul ke-16 Gus Dur di Pondok Pesantren Tebuireng, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Kamis (18/12/2025).
“Sekarang sudah jelas yang ada di depan mata itu mudarat yang besar, yaitu mudarat perpecahan,” ujar Yenny di hadapan para hadirin.
Soroti Dampak Perpecahan di Tubuh NU
Yenny menegaskan persoalan tambang harus menjadi perhatian serius warga Nahdlatul Ulama (NU). Ia mendukung pandangan mantan Ketua Umum PBNU, KH Said Aqil Siroj, yang menyarankan agar pengelolaan tambang sebaiknya dikembalikan kepada pemerintah.
“Saya mendukung seruan KH Said yang mengatakan mungkin lebih baik tambang diberikan kembali kepada pemerintah,” ucapnya.
Menurut Yenny, keterlibatan ormas dalam pengelolaan tambang justru berpotensi memecah belah organisasi dan mengancam persatuan internal NU.
Ungkap Pembicaraan dengan Luhut
Dalam kesempatan itu, Yenny juga mengungkapkan bahwa dirinya sempat dihubungi oleh Luhut Binsar Pandjaitan menjelang pelaksanaan haul. Keduanya membahas dinamika politik nasional, termasuk perkembangan yang terjadi di tubuh NU.
Yenny menyebut, Luhut secara tegas menyatakan tidak setuju jika organisasi masyarakat diberi izin mengelola tambang.
“Sejak awal beliau juga tidak mau menandatangani karena mengelola tambang itu sangat sulit,” tutur Yenny.
Ia menambahkan, Luhut bahkan mengutip filosofi yang berkembang di kalangan masyarakat Tionghoa, bahwa tambang hanya bisa dikelola oleh orang yang “bertangan dingin”, karena jika tidak, justru akan memicu konflik dan perpecahan.
Seruan Moral untuk NU
Yenny mengaku prihatin melihat kondisi NU saat ini. Ia mengingatkan bahwa NU sejak awal didirikan sebagai perekat persatuan umat, bukan sebaliknya.
“Dulu NU menjadi tali yang mengikat semua. Sekarang justru berpotensi menjadi sesuatu yang mengancam para pemimpinnya,” ujarnya.
Ia pun menyerukan agar NU menjauhkan diri dari hal-hal yang membawa mudarat. Jika pemerintah ingin membantu organisasi keagamaan, Yenny menilai bantuan tersebut sebaiknya diberikan dalam bentuk anggaran yang bisa dimanfaatkan untuk pembangunan sekolah, pesantren, dan fasilitas umat lainnya.
“Kalau seperti ini, mudaratnya jauh lebih besar,” tegasnya.
Ingat Pesan Pendiri NU
Yenny juga mengingat kembali pesan pendiri NU, KH Hasyim Asy’ari, bahwa NU dibangun atas semangat persatuan, kasih sayang (mahabbah), dan penyebaran ajaran Islam Ahlussunnah wal Jama’ah.
Ia pun meminta maaf apabila pernyataannya menyinggung pihak tertentu. Namun, ia menegaskan kegelisahan tersebut muncul karena kecintaannya pada NU.
Lebih jauh, Yenny menyinggung adanya informasi bahwa izin tambang diberikan kepada ormas keagamaan yang berafiliasi dengan partai politik tertentu.
“Ini berarti NU bisa dipakai sebagai alat legitimasi saja. Itu yang harus kita cermati,” katanya.
Yenny pun mengingatkan agar NU tidak masuk dalam jebakan kepentingan politik sempit.
“NU itu besar. Tugas kita bersama menjaganya, agar kita bisa menjaga Indonesia dan bahkan menjaga dunia,” pungkasnya.
Haul ke-16 Gus Dur tersebut turut dihadiri Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, Pengasuh Ponpes Tebuireng KH Abdul Hakim Mahfudz (Gus Kikin), KH Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus), serta sejumlah tokoh nasional dan ulama.

