Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Orang yang Menyimpan Banyak Screenshot Hanya Untuk Berjaga-jaga Sering Punya 7 Sifat Unik Ini

Agustus 13, 2025 Last Updated 2025-08-13T06:26:41Z

 


Banyak orang baru sadar saat memori ponsel sudah mentok. Begitu mulai menghapus, tiba-tiba menemukan folder screenshot berisi ribuan gambar.


Entah kwitansi dari tahun 2019, tweet acak, nomor konfirmasi penerbangan yang sudah lewat bertahun-tahun, hingga percakapan yang bahkan lupa pernah terjadi. 


Sisa-sisa digital ini seolah jadi arsip tak disengaja, disimpan “untuk berjaga-jaga” meski hampir tak pernah dilihat kembali.


Fenomena ini bukan kasus tunggal. Coba bicarakan di grup chat, dan kamu akan mendengar pengakuan kompetitif: “Cuma 8.000? Punyaku 12.000.” “Aku men-screenshot semua chat sama mantan.” “Ada resep tahun 2018 yang belum pernah dimasak.” 


Kita semua seperti kurator museum pribadi yang menyimpan benda-benda remeh, tanpa tujuan jelas dan tanpa rencana pameran.


Setelah diamati, kebiasaan ini ternyata punya pola unik. Berikut sifat-sifat yang sering menempel pada para penimbun screenshot, seperti dilansir dari VegOut.


1. Menganggap Internet Tidak Bisa Dipercaya


Bagi mereka, dunia maya itu rapuh. Situs bisa hilang, tweet bisa dihapus, produk bisa menguap, percakapan bisa diedit. Dan ini bukan sekadar paranoia—ini hasil pengalaman. 


Banyak yang mulai rutin mengambil tangkapan layar setelah kehilangan informasi penting yang tiba-tiba menghilang. Prinsipnya sederhana: “Simpan sekarang, atau hilang selamanya.”


2. Memindahkan Memori ke Ponsel


Kalimat “akan diingat” kini bergeser menjadi “akan di-screenshot”. Rol kamera menjadi hard drive eksternal otak. Rekomendasi restoran, lelucon, potongan artikel—semua di-screenshot.


Ironisnya, sebagian besar jarang dibuka kembali. Bukan demi database fungsional, tapi demi rasa aman karena sudah tersimpan.


3. Mengidap FOMO Digital


Setiap utas Twitter, story Instagram, atau promo terbatas bisa memicu ketakutan: “Bagaimana kalau suatu saat butuh?” 


Bahkan informasi yang jelas tidak akan dipakai tetap disimpan, hanya untuk menghindari kemungkinan menyesal di masa depan.


4. Membangun Sejarah Pribadi Tanpa Sadar


Folder tangkapan layar bisa jadi memoar visual—percakapan saat patah hati, lowongan kerja, foto apartemen lama, atau berita dari peristiwa besar. Potongan remeh hari ini bisa jadi artefak berharga besok.


5. Menggunakannya sebagai Bukti


Ungkapan “Aku punya tangkapan layarnya” kini setara dengan “Aku punya kwitansi”. 


Chat, perjanjian informal, hingga kebijakan perusahaan—semuanya diamankan. Kebiasaan ini sering lahir dari pengalaman ditipu atau dimanipulasi.


6. Punya Sistem Organisasi yang Rumit tapi Gagal


Banyak yang mencoba mengatur tangkapan layar ke folder rapi, tapi selalu berakhir kacau. Volume dan sifat daruratnya membuat sistem itu runtuh. Akhirnya semua menumpuk jadi ribuan file bernama “IMG_8975” yang jarang disentuh.


7. Sulit Menghapus Tanpa Drama Batin


Saat ponsel memberi peringatan “penyimpanan penuh”, menghapus tangkapan layar terasa seperti keputusan hidup-mati. 


Menu restoran lama? Simpan saja—barangkali berguna lagi. Pesan error lama? Siapa tahu terulang. Setiap gambar terasa punya potensi yang terlalu sayang dilepas.


Pada akhirnya folder screenshot ibarat museum pribadi yang tak pernah dikunjungi, perpustakaan yang tak pernah dibaca, atau laci penuh kabel dan kunci yang tidak tahu pasangannya. 


Bedanya, isinya jauh lebih personal. Yakni soal jejak kecil yang mencatat cara kita bertahan di tengah derasnya arus digital.

×