Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Yusril Buka Alasan Pemerintah Pilih PP untuk Atur Polisi di Jabatan Sipil, Bukan Revisi UU Polri

Desember 22, 2025 Last Updated 2025-12-22T14:31:44Z



Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, menjelaskan alasan pemerintah memilih menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) ketimbang merevisi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Polri).


Langkah tersebut diambil untuk merespons polemik yang muncul akibat terbitnya Peraturan Kepolisian (Perpol) Nomor 10 Tahun 2025, khususnya terkait penugasan anggota Polri di luar struktur kepolisian.


PP Dinilai Lebih Cepat dan Tepat


Menurut Yusril, penerbitan PP dipilih karena dinilai sebagai langkah lebih cepat dan efektif dibandingkan proses revisi undang-undang yang memakan waktu panjang.


“Pemerintah saat ini fokus menuntaskan problem pasca Putusan Mahkamah Konstitusi dan polemik terhadap Perpol Nomor 10 Tahun 2025 agar tidak melebar ke mana-mana,” kata Yusril dalam keterangan tertulis, Minggu (21/12/2025).


Ia menegaskan bahwa Presiden memilih jalur PP karena dapat segera memberikan kepastian hukum.


“Penyusunan PP jelas akan lebih cepat dibanding menyusun UU. Karena itu Presiden memilih pengaturan melalui PP,” ujarnya.


Dasar Hukum Penugasan Polisi


Yusril menjelaskan bahwa Pasal 19 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) secara tegas menyebutkan bahwa jabatan ASN tertentu dapat diisi oleh prajurit TNI dan anggota Polri, dengan ketentuan lebih lanjut diatur melalui Peraturan Pemerintah.


Karena itu, penyusunan PP dinilai menjadi landasan hukum yang sah dan konstitusional untuk mengatur penugasan anggota Polri di jabatan sipil.


Di sisi lain, Pasal 28 ayat (4) UU Polri menyatakan bahwa anggota Polri hanya dapat menduduki jabatan di luar kepolisian jika telah mengundurkan diri atau pensiun.


Menindaklanjuti Putusan MK


Yusril menambahkan, pasca Putusan Mahkamah Konstitusi, jabatan yang tidak boleh diisi oleh anggota Polri adalah jabatan yang tidak memiliki keterkaitan dengan fungsi kepolisian.


“Kalau demikian, jabatan apa saja yang mempunyai sangkut paut dengan Kepolisian? Ini yang akan diatur dalam PP,” jelasnya.


PP yang tengah disusun, lanjut Yusril, bertujuan untuk melaksanakan Putusan MK, sekaligus menyesuaikan dengan ketentuan dalam UU Polri dan UU ASN. Aturan ini nantinya akan menggantikan dan menata ulang ketentuan yang sebelumnya diatur dalam Perpol Nomor 10 Tahun 2025.


Perbandingan dengan UU TNI


Menanggapi perbandingan dengan UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, yang mengatur penugasan prajurit di luar struktur militer langsung dalam undang-undang, Yusril menyebut hal tersebut sebagai pilihan kebijakan pembentuk undang-undang.


“Dengan PP juga tidak ada masalah. Meski Pasal 28 ayat (4) UU Polri tidak secara eksplisit memerintahkan pengaturan melalui PP, namun Presiden memiliki kewenangan menetapkan PP berdasarkan Pasal 5 UUD 1945,” katanya.


Revisi UU Polri Masih Terbuka


Terkait kemungkinan revisi UU Polri ke depan, Yusril menyebut hal itu masih bergantung pada hasil kerja Komisi Percepatan Reformasi Polri yang diketuai Prof Jimly Asshiddiqie, serta keputusan Presiden setelah menerima rekomendasi komisi tersebut.


“Apakah UU Polri akan diubah atau tidak, itu tergantung hasil kerja komisi dan kebijakan Presiden,” ujarnya.


Yusril mengungkapkan bahwa proses penyusunan PP telah dimulai sejak dua hari lalu dan melibatkan Kementerian PANRB, Kementerian Sekretariat Negara, serta Kementerian Hukum, di bawah koordinasi Kemenko Kumham Imipas.


Presiden disebut telah menyetujui pengaturan penugasan anggota Polri di jabatan sipil melalui PP tersebut.


“Diharapkan paling lambat akhir Januari 2026, PP ini sudah dapat diselesaikan,” pungkas Yusril.

×