Johnson & Johnson mengajukan permohonan pailit atau kebangkrutan untuk menyelesaikan puluhan ribu kasus tuntutan hukum terkait bedak produksi perusahaan yang dituduh menyebabkan kanker.
Permohonan diajukan oleh anak perusahaan J&J bernama LTL pada Selasa (4/4). Permohonan ini merupakan yang kedua kalinya setelah strategi mengajukan permohonan kebangkrutan Bab 11 untuk menyelesaikan kasus bedak ditolak oleh pengadilan banding beberapa waktu lalu. Kala itu, hakim memandang perusahaan tidak bisa bangkrut karena keuangan masih bagus.
Upaya itu mereka lakukan sebagai sebuah strategi agar penyelesaian kasus bedak bisa dilakukan secara adil dan efisien. Demi memuluskan permohonan itu, Johnson & Johnson bersedia membayar US$8,9 miliar atau Rp133 triliun kepada para penggugat dalam jangka waktu 25 tahun.
Tawaran itu naik sebesar US$6,9 miliar dari yang awalnya hanya US$2 miliar. Perusahaan mengklaim saat ini telah mendapatkan komitmen dari lebih 60 ribu penggugat untuk mendukung resolusi tersebut.
Perusahaan mengatakan tawaran itu bukan merupakan pengakuan kesalahan. Johnson & Johnson masih bersikukuh bahwa produk bedak talek hasil produksi mereka aman digunakan.
Mereka menuding bahwa tuduhan bedak produksi Johnson & Johnson mengandung zat pemicu kanker adalah kampanye hitam.
"Perusahaan terus percaya bahwa tudingan ini palsu dan kurang ilmiah," kata Wakil Presiden Litigasi global Johnson & Johnson Erik Haas dalam sebuah pernyataan yang dikutip dari CNN.com, Kamis (6/4).
"Namun, seperti yang diakui oleh pengadilan kebangkrutan, menyelesaikan kasus-kasus ini dalam sistem tort akan memakan waktu puluhan tahun dan membebankan biaya yang signifikan pada LTL dan sistem," tambahnya.
Haas mengatakan menyelesaikan klaim melalui kebangkrutan menguntungkan perusahaan dan penggugat. Bagi penggugat, hal itu akan membuat mereka mendapatkan ganti rugi lebih cepat.
Sementara bagi J&J, langkah itu dinilai bisa memberikan kemampuan untuk mengakhiri semua masalah hukum terkait dengan tuntutan bedak di Amerika Utara.
Namun, tawaran itu mendapatkan respons negatif dari pengacara penggugat.
"Kesepakatan palsu ini tidak cukup membayar sebagian besar tagihan medis korban. Biaya medis saja dapat berkisar dari US$140 ribu hingga lebih dari US$1,4 juta per korban untuk kasus kanker ovarium. Biaya untuk mesothelioma bahkan lebih tinggi" katanya.[SB]