Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menceritakan pernah dimarahi atasannya karena ingin mereformasi atau menghapuskan dwifungsi ABRI di akhir era Orde Baru.
Hal ini diungkap SBY lewat siaran YouTube Gita Wirjawan yang diunggah Kamis (19/6/2025).
Kompas.com sudah mendapatkan izin dari pemilik akun untuk mengutip siaran itu.
"Dan saya masih ingat, (saya masih) Danrem Yogya masih (pangkat) kolonel, saya sudah mengingatkan, dwifungsi ABRI enggak seperti ini sebetulnya. Marah atasan saya, kok, saya kolonel berani bicara seperti itu," ungkap SBY, dikutip Sabtu (21/6/2025).
SBY juga menceritakan, dirinya pernah berpidato di Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat (Seskoad) yang isinya menyatakan tentara sudah tidak bisa lagi mendominasi semua aspek.
Kala itu, banyak tentara yang tidak senang dengan pemikirannya tersebut.
"Saya pidato di Seskoad, yang intinya ini perlu perubahan seperti ini. Tidak bisa lagi tentara harus mendominasi, menguasai semua hal. Lagi-lagi saya mengambil risiko yang tinggi, dan ada yang tidak happy tentu," ungkapnya.
Akibat dari keinginan mereformasi ABRI itu, menurutnya, banyak senior yang marah kepadanya.
SBY mengaku kala itu, ia juga mendapat banyak tantangan.
Namun, ia pantang menyerah.
"Dan tidak sedikit tantangannya. Beberapa senior marah pada saya, 'Kamu mengerti enggak sejarah ABRI? Jangan berani-berani kamu mengutak-atik doktrin dwifungsi ABRI'," ujar SBY.
Menurut SBY, pada akhirnya ada tentara yang memahami soal reformasi ABRI setelah dipersuasi dengan bahasa dan penjelasan yang santun soal ekses dari dwifungsi ABRI saat itu.
Meski begitu, ada juga yang punya pandangan berbeda dan tetap tidak setuju reformasi ABRI.
"Sebagian tetap tidak setuju dan tidak setuju, hak beliau, saya hormati. Di antara yang aktif juga ada yang kan enggak salah dwifungsinya, yang salah implementasinya, ada yang begitu," ujar SBY.
"Tapi ada juga yang seperti saya memang kebablasan, terlalu jauh, dan tidak begitu. Kita harus kembali ke tugas pokok TNI sebagai kekuatan pertahanan misalnya," imbuh dia.
Bagi SBY, saat itu, tentara harus berhenti dari dwifungsi ABRI agar reformasi bisa berjalan.
"Jadi saya pilih tujuan kita jelas, berhenti dari dwifungsi ABRI, berhenti dari fungsi kekaryaan, fungsi sosial politik, bisnis ABRI yang tidak jelas, sistem hukum yang juga harus diperbaiki. Itu roh dari reformasi berjalan," ungkapnya.
Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat ini juga mengaku ketika menjabat Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan di awal era Reformasi, ia terus memastikan agar dwifungsi ABRI tidak lagi hidup.
"Saya bersyukur sebagai konseptor utama reformasi setelah itu jadi Menko Polkam. Jadi masih bisa mengontrol, jangan kembali lagi, jangan menyimpang," tegasnya.
SBY juga mengungkap, hal yang sama terus diperjuangkannya ketika ia menjabat Presiden ke-6 RI pada 2004-2014.
Dia terus melanjutkan nilai mereformasi. SBY tidak ingin Indonesia kembali ke masa lalu.
"Bersyukur lagi 10 tahun memimpin Indonesia, sehingga dua agenda yang belum tuntas, masalah sistem hukum dan bisnis, bisa kita rampungkan when I was in my office as President of Republic of Indonesia (saat saya berada di pejabat saya sebagai Presiden Republik Indonesia)," kata SBY.
"Itu, ini menurut saya jangan diobrak-obrik, jangan dirusak, jangan moving back (kembali lagi ke masa lalu)," tegasnya lagi.